"Key, kok suntuk banget sih mukanya" tanya Diandra.
"Ga papa kok Di." Jawabku sekenanya.
"Bohong lo Key, itu muka dari pagi di tekuk aja. Liat makanan lo di aduk-aduk doang dari tadi. "
Diandra terlihat serius dengan pertanyaannya."Gue.., it's ok kok Di, bener."
"Kenapa Key? Lo tahu kan, gue bisa kok jadi pendengar yang baik." Diandra menatapku lekat. Jelas ada ketulusan seorang teman terpancar di wajahnya."Dia datang Di." Jawabku lirih. Seolah itu satu kata yang sangat berat di ucapkan. Seolah itu beban berat yang jika ku bagi akan memberatkan yang menerimanya.
Diandra menatapku makin lekat, matanya tajam dan alisnya terangkat, memastikan.
Aku mengangguk lemah namun pasti.
Diandra menarik nafas panjang. Seolah baru saja ia merasakan beban itu memang berat."Lo udah ketemu? Maksud gue dia tau sekarang lo dimana? Kerja di sini?"
"Gue yakin dia tau Di, gue yakin dia tau bahkan lebih dari itu. Meskipun sepertinya kemaren kita ketemu kebetulan di toko buku Matraman."
"Astaga, lo sama Elang?"
Diandra baru saja menyadari aku beberapa hari yang lalu cerita mau minta ditemani Elang ke toko buku.
"Ya, Di."
"Jangan bilang Elang gak komentar apa-apa Key." Kalimatnya menggantung.
"Bahkan lo hafal gimana Elang ya Di." Jawabku mengingat Elang dan kejadian kemaren.
"Cowok lo itu ya Key, gue gak habis pikir. Gak bisa banget ditebak, kapan dia marah, kapan dia cemburu atau biasa aja. Tapi lo tenang aja, dia percaya sama lo, dia sayang sama lo."
Kalimat Diandra terdengar seperti, "semuanya akan baik-baik aja Key, fokus ke Elang dan anggaplah laki-laki itu ga penting!""Gimana kalo dia nyari gue Key? Gue harus kabur kemana?"
"No honey, lo gak akan kabur kemana-mana. Waktu lo mutusin buat pindah kesini, tempat lo disini Key, jangan biarin dia ngusir lo dari rumah lo sendiri untuk kedua kalinya."
Kata-kata itu tegas menggema di kepalaku."Serius gue takut Di, gimana kalo dia ngusik gue sama Elang juga?"
Mataku mulai terasa panas. Diandra mendekapku, menenangkan.
*****Tepat pukul 05.00 sore, aku merapikan meja. Bersiap-siap pulang. Aku hanya ingin cepat-cepat pulang. Merebahkan diri di kasur.
Hanya butuh 5 menit berjalan kaki jarak dari gedung kantorku ke kosan. Baru saja aku sampai di bawah tangga menuju lantai dua dimana kamarku berada, aku langsung di kejutkan sesosok tubuh tinggi berdiri tepat disamping anak tangga. Laki-laki itu, dia ada di sini.
"Haaii..lama ga ketemu yaa." Sapanya di buat seriang mungkin, namun terdengar pongah di kupingku.
"Apa mau kamu?" Tanyaku terus terang.
"Kamu."
Jawabnya sambil menatapku tajam. Matanya tidak lebih 5 cm di depan mataku."Jangan ganggu hidupku lagi! Pergilah!"
Sebisa mungkin aku berusaha tegar. Namun sepertinya suaraku tetap bergetar. Tubuhku rasanya berkeringat."Ayolah Key, aku datang jauh-jauh, susah payah mencarimu. Begini caramu menyambut tamu?"
Di pasangnya muka kecewa.Tak mau meladeninya lagi, ku tepis tubuhnya sedikit minggir, lalu aku berlari menaiki tangga.
"Next time aku akan datang lagi Key."
Teriaknya saat aku hampir sampai di anak tangga teratas. Itu sungguh terdengar seperti sebuah ancaman.Sesampai di kamar ku kunci pintu. Aku merasa tidak baik-baik saja. Apa yang akan ku hadapi besok? Ini bukan teka teki yang menyenangkan.
Siapa yang akan ku hubungi, sungguh aku tak mau melibatkan siapa-siapa. Kenapa masalahnya menjadi sangat pelik.Ingatanku melayang pada masa lalu. Pada mama, papa, tante Rosi dan Mamak Fadli.
Mamak, maafkan Keyyara mak
Tetes bening mengalir dari mataku. Air mata dari kesedihan masa lalu. Luka dari rasa bersalah yang tak pernah termaafkan. Kehilangan yang sangat dalam menggores hati keluargaku. Membekaskan dendam yang tajam di hati Bumi. Bumi, saudaraku. Bumi, mantan calon suamiku
*****Pagi ini aku bangun dengan kepala yang terasa pusing karena kurang tidur. Aku hanya terlelap tidak lebih dari dua jam. Pertemuan kemaren membuatku kepikiran semalaman.
Sebelum berangkat ke kantor ku siapkan beberapa pakaian dan perlengkapan pribadiku. Aku akan menginap di rumah Diandra untuk beberapa hari ini.
"Pagi Di." Sapaku saat bertemu Diandra di depan lift setelah absen.
"Hai Key, lo baru nyampe? Tumben gue duluan."
"Telat bangun Di, lo udah beli sarapan belom?"
"Gue bawa. Lo?"
"Nih, beli nasi kuning di depan."
"Di, tar gue nginep di rumah lo yaa."
"Hayuuk. Eh, tapi tunggu, ada apa Key? Tumben lo mau nginep?"
"Dia udah dateng ke kosan gue Di."
"Bumi?"
"Yes"Seperti biasa ritual pagi ku sampai di kantor sarapan, menyiapkan berkas-berkas pekerjaan dan mulai berkutat di balik layar komputer.
Hari itu berjalan seperti biasa. Masalah Bumi bukan alasan untuk tidak melakukan pekerjaan dengan baik. Aku hanya seorang staf biasa. Ketika performa ku jelek maka permasalahan pribadi tidak akan jadi alasan untuk merubah penilaian yang jelek di atas kertas yang kemudian di layangkan ke bagian SDM setiap tahunnya.
"Key, menurut gue sekarang udah saatnya Elang tahu." Diandra memulai pembicaraan setelah kami makan malam di rumahnya.
"Gue belom siap Di. Gimana kalo Elang gak bisa nerima dan ninggalin gue?" Jawabku.
"Hei Key, sejak kapan seorang Keyyara jadi pesimis dan penakut gini?" Diandra sengaja memancingku."Sejak gue bikin Mamak meninggal Di." Sekian kalinya aku tak bisa menahan air mata. Selalu terasa sesak jika mengingat Mamak.
"Ayolah Key, Mamak lo meninggal jelas itu bukan salah lo Key. Memang udah ketentuannya begitu. Kematian itu di tangan tuhan Di. Lo bahkan gak berhak merasa bertanggung jawab atas itu."
" Tapi Mamak amruk setelah gue batalin pernikahan sama Bumi Di. Mamak meninggal serangan jantung karena mulut gue, karena emosi gue, karena gue egois dan cuma mikirin diri sendiri Di." Aku terisak dan dadaku terasa sesak. Diandra memelukku erat menenangkan, dan setelah itu kami hanya larut dalam diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekotak Kecil Rindu
General FictionBila esok datang kembali, aku ingin pulang, ke tempat dimana aku selalu ingin kembali.