Hal yang paling menyedihkan bagi seorang yang sangat tertutup sepertiku adalah ... pergi ke tempat ramai.
Aku dihadapkan pada dua pilihan yang sangat sulit—bagiku tentu saja bukan bagi kalian atau orang lain.
Tidak jarang aku menerima undangan ulangtahun, baik dari teman sekelasku maupun dari kelas lain. Sebagai seorang yang sangat tertutup, aku selalu memberikan berbagai macam alasan supaya aku tidak perlu datang ke acara mereka. Aku tahu aku menyedihkan, tapi beginilah aku.
Sampai akhirnya rasa tidak enak hati muncul. Walaupun tertutup dan terkesan cuek, sebenarnya hatiku ini cukup peka untuk perasaan-perasaan tertentu. Tapi tentu saja, aku selalu memilih untuk mengabaikannya.
Tapi tidak kali ini.
"Ayolah, Thea. Sekali ini saja!"
Sheila memohon-mohon dengan suara imut yang dibuat-buat sampai-sampai aku mual dibuatnya.
"Aku ... sibuk."
"Kau selalu mengatakannya! Ayolah, Thea. Apa salahnya datang ke pesta ulangtahun temanmu sendiri? Kau sudah menolak lebih dari sepuluh undangan!"
"Jangan pernah angkat topik itu lagi."
"Tapi memang begitu kenyataannya, kan?"
Aku menarik napas dan menahannya selama beberapa detik.
"Jam berapa?"
"Kau datang? Akhirnya! Jam tujuh malam, aku tunggu kau di lobby!"
Tanpa menunggu lebih lama aku segera menekan tombol merah pada ponselku dan merebahkan diri ke atas kasur.
"Sial ... aku lupa menanyakan dress code untuk nanti."
Aku meraih lagi ponselku yang tergeletak cukup jauh dari tempatku rebahan dan baru menyadari kalau ternyata tadi aku melemparnya sembarang. Aku mencari kontak Sheila ... tapi kemudian melemparkan ponselku lagi.
"Lupakan."
Sebaiknya aku tidak usah datang saja, kan? Merepotkan.
***
"Thea?"
"Hai...."
Aku menyapa canggung beberapa orang yang kukenal. Hampir setiap mereka yang perempuan memakai pakaian yang ... entahlah aku tidak bisa menjelaskan. Aku harus terdiam cukup lama setiap kali mereka menyapaku karena make up yang mereka pakai hampir menyamarkan wajah mereka yang sesungguhnya.
"Thea!"
Suara ceria Sheila memanggil namaku. Dari kejauhan aku bisa melihatnya yang memakai pakaian serba hitam dan dandanan yang sedikit gelap berlari kecil ke arahku. Aku sempat bertanya-tanya kenapa ia lama sekali berlari dari tempatnya ke tempatku—padahal jarak kami tidak terlalu jauh. Tapi kemudian aku sadar ia memakai sepatu yang tidak biasa—bagiku.
"Kau keren! Tidak kusangka kau berpakaian sesuaidress code. Aku dengar mereka akan memberi hadiah istimewa untuk best dresser."
"Lalu?"
Sheila memasang wajah datar mendengar balasan datarku. Tangannya meraih pergelangan tanganku dan menarikku masuk ke dalam.
Aku tidak tahu dress code macam apa yang mereka minta. Tapi ternyata jaket kulit hitam dan skinny jeans dipadu dengan sneakers putih yang kupakai sesuai.
Sial untukku ... padahal aku sudah berencana akan langsung pulang setelah menemui Sheila dengan alasan pakaianku tidak sesuai. Sekarang aku terpaksa masuk karena tidak punya alasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Ending
KurzgeschichtenAku tidak pernah menyangka bahwa diriku akan mengalami dan merasakan hal yang sama sekali tak kuinginkan. Awalnya aku tidak menyadarinya. Sampai akhirnya aku sadar...saat semuanya sudah terlambat.