Kebodohanku entah mengapa selalu mendatangkan penyesalan di akhir.
Aku baru saja menginjakkan kaki di lobby area sekolah saat sesosok perempuan bertubuh lebih gemuk dariku menabrakku dengan kecepatan sedang-sedang saja tapi nyaris membuatku terjatuh.
"Jangan membodohiku, Thea. Kau kenal dengan Hans, kan?"
"Astaga, Sheila. Kau menyuruhku berangkat lebih awal hanya untuk menanyakan hal semacam itu?"
"Thea, ini sangat penting."
"Tidak. Sekarang minggir, aku mau ke kelas."
Dasar tidak tahu diri. Seharusnya aku masih bisa bermalas-malasan lima menit lagi di kasur. Tapi karena semalam ia meneleponku tiada henti dan aku tidak bisa mematikan ponselku karena beberapa temanku butuh bantuan dengan PR mereka aku tidak bisa menghindar dari telepon Sheila.
Awalnya aku berencana mengabaikan permintaannya untuk datang lebih awal. Tapi bukan Sheila kalau tidak punya seribu cara untuk mendapatkan apa yang ia mau.
Puluhan panggilan tak terjawab menyambutku tepat saat aku membuka mata pertama kali di pagi hari karena dering telepon yang menandakan adanya telepon masuk.
Hanya satu nama yang ada di sana.
"Ayolah, Thea. Setidaknya berikan aku jawaban pasti. Kau orang terdekatku di sekolah ini. Setidaknya katakan apa hubunganmu dengan Hans. Tidak lucu kalau yang lain tahu kau berpacaran dengan siswa terpopuler di sekolah kita tapi aku tidak tahu, kan?"
"Hah?"
Sheila menunjukkan deretan giginya yang tidak rapi dengan senyum lebar.
"Apa katamu tadi?"
"Semua mengatakannya, Thea."
"Mengatakan apa?"
"Kau dan Hans."
"Aku kenapa?"
Sheila mengeluarkan ponsel dari saku kemejanya dan menampilkan satu gambar besar yang objeknya sangat kukenal.
"Kau dapat itu dari mana?"
"Kurasa kau harus aktif di sosial media, Thea. Aku mendapatkannya dari grup angkatan kita beberapa hari yang lalu. Tepatnya ... satu hari setelah ulangtahun Sanmo."
Aku megerjapkan mata berkali-kali untuk memastikan apa yang kulihat bukanlah ilusi.
Sangat jelas sekali terpampang di sana ... foto seorang laki-laki berpakaian putih dan seorang gadis berpakaian serba hitam. Wajah si gadis hanya terlihat sebagian, tapi wajah si laki-laki terlihat seluruhnya. Si laki-laki yang tinggi membungkuk sedikit untuk menyamakan tingginya dengan si gadis.
"Tidak kusangka kalian berciuman di pesta. Selamat untukmu, Thea. Kukira kau akan bertahan single sampai tujuhbelas tahun hidupmu. Tapi ternyata kau berhasil mendapat pasangan yang luar biasa."
"Jangan bercanda."
"Kalau saja tidak ada bukti semacam ini, aku tidak akan percaya."
"Sepertinya itu bukan aku."
"Bicara apa kau? Tidak ada yang memakai sneakers di pesta kemarin selain kau, Thea. Lagipula, hanya kau gadis SMA dengan tinggi se—"
"Jangan singgung tinggiku."
Sheila tertawa canggung dan segera memasukkan ponselnya lagi. Mulai banyak yang berdatangan. Kami yang berdiri di koridor entah kenapa langsung menjadi pusat perhatian. Bagaimana bisa? Tidak sedikit dari mereka yang berjalan melewati menoleh ke arah kami berdua. Tidak cukup sampai di situ, mereka berbisik-bisik dengan siapapun yang berjalan dengan mereka dan terus memandangi kami sampai di ujung koridor.
"Cobaan hidup macam apa ini ...."
Kuletakkan kepalaku dengan depresi ke atas meja.
Aku bukannya panik atau apa. Aku cenderung tidak peduli dengan hal semacam itu. Hanya saja ... ada hal lain yang menggangguku.
"Thea? Apa kau sakit?"
"Aku sehat."
"Yakin? Mukamu merah."
Sial .... Saat melihat foto barusan entah kenapa jantungku jadi aneh rasanya. Wajahku juga tiba-tiba terasa panas.
Menyedihkan sekali aku ini.
"Thea!"
"...."
Salah satu teman sekelasku yang terkenal sebagai penggosip berjalan ke mejaku. Aku menatapnya keheranan. Bagaimana tidak, selama satu kelas dengannya aku hampir tidak pernah mengobrol dengannya. Sangat mengherankan kalau tiba-tiba ia mendekatiku seperti ini. Apalagi kami berasal dari golongan yang sangat berbeda. Dia termasuk dalam golongan atas yang isinya anak-anak kaya dan terkenal, sementara aku di golongan terbawah yang isinya anak cupu dan terbuang.
"Kudengar kau pacaran dengan Hans?"
"...."
"Berapa lama kalian pacaran? Tidak kusangka kau merahasiakannya dari kami semua."
Tuhan ... tolonglah hamba-Mu ini.
"Hans selalu menjaga privasinya. Tapi ternyata dia tidak bisa menahan diri untuk tidak bermesraan dengan pacarnya di pesta!"
Jantungku seakan siap meledak.
Andai saja aku punya kekuatan untuk membelah bumi ... sekarang juga aku akan menenggelamkan diri di dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Ending
Short StoryAku tidak pernah menyangka bahwa diriku akan mengalami dan merasakan hal yang sama sekali tak kuinginkan. Awalnya aku tidak menyadarinya. Sampai akhirnya aku sadar...saat semuanya sudah terlambat.