Gadis ini yang sudah mengalami sendiri betapa hebatnya pukulan nenek itu, cepat mengelak ke samping dan kesempatan ini dipergunakan oleh Ang-bin Kwi-bo untuk meloncat pergi. Murid Sin-jiu Kiam-ong sudah berada ditangannya, dia tidak mau melayani puteri Lam-hai Sin-ni lebih lama lagi.
Akan tetapi tiba-tiba tampak berkelebat bayangan putih dan tahu-tahu seorang nenek berpakaian putih yang bertubuh tinggi kurus telah berdiri di depan Ang-bin Kwi-bo dengan sikap angkuh dan dingin. Nenek ini usianya sebaya dengan Ang-bin Kwi-bo, namun berbeda dengan Ang-bin Kwi-bo yang berwajah menyeramkan dan buruk, nenek ini jelas menunjukan bahwa dahulunya tentu mempunyai wajah yang cantik sekali. Tubuhnya yang tinggi kurus masih membayangkan bentuk tubuh yang ramping, dan gerak-geriknya halus.
"Kwi-bo, sungguh tidak malu kau menghina orang-orang muda!" Wanita tua ini menegur dengan suara halus namun nadanya dingin sekali, kemudian nenek itu menggerakan tangan kanan sambil berkata lagi, "Kau ingin merasakan Thi-khi-i-beng? Nah, terimalah ini!"
Biarpun gerak-geriknya halus, akan tetapi tangan nenek itu cepat sekali gerakanya sampai tak dapat diikuti pandangan mata dan tahu-tahu telapak tangan nenek ini sudah mengancam muka Ang-bin Kwi-bo!
Ang-bin Kwi-bo terkejut dan cepat ia mengangkat tangan kanan menangkis sambil mengerahkan tenaga Ban-tok-sin-ciang.
"Plakkk!"
Kedua tangan bertemu dan akibatnya membuat Ang-bin Kwi-bo menggereng marah karena tangannya sudah tertempel dan biarpun tenaga sedotnya tidak sehebat tenaga sedot yang keluar dari tubuh Keng Hong tadi, akan tetapi kini mulai terasa betapa sinkangnya tersedot oleh nenek itu.
Ang-bin Kwi-bo mengerti bahaya. Kalau dia tertempel dan tersedot oleh Keng Hong masih mudah baginya untuk membebasakan diri, akan tetapi nenek ini amat lihai sehingga dengan hanya sebelah tangan saja akan sukarlah baginya menyelamatkan diri. Cepat Ang-bin Kwi-bo melepaskan tubuh Keng Hong yang dikempit lengan kirinya, kemudian ia memutar tubuh dan menggunakan tangan kirinya yang dibuka jari-jarinya mencengkram ke arah dada lawan. Bukan hanya tangan kirinya yang mencengkram, juga kepalanya sudah bergerak dan bagaikan ular-ular hitam yang banyak sekali, rambutnya meluncur ke depan.
Menghadapi serangan yang ganas dan amat banyak ini nenek itu tetap tenang, menggunakan tangan kanannya untuk diputar membentuk lingkaran yang melindungi tubuh. Putaran tangannya ini mendatangkan hawa berputar di depan tubuhnya sehingga serangan rambut-rambut kepala Ang-bin Kwi-bo dapat digagalkan semua karena rambut-rambut itu menjadi buyar bertemu dengan hawa putaran tangan ini, sedangkan cengkraman itu sendiri dapat disampok oleh tangan kanan si nenek sakti.
Akan tetapi karena sebagian tangannya dikerahkan untuk menghadapi serangan yang ganas itu, tenaga sedotnya berkurang dan sekali renggut Ang-bin Kwi-bo berhasil membebaskan diri lalu meloncat mundur dengan muka beringas.
Sementara itu, Keng Hong sudah berhasil membebaskan diri dari totokan dan Cui Im sudah cepat-cepat menghampirinya, akan tetapi pemuda ini tidak mempedulikan sikap Cui Im yang memikat, karena pada saat itu perhatiannya ditujukan kepada nenek yang berhadapan dengan Ang-bin Kwi-bo.
"Lam-hai Sin-ni! Baru saja aku telah mengampuni puterimu dan tentu dia kini sudah menjadi mayat kalau tidak melihat hubungan segolongan. Akan tetapi sekarang datang-datang kau menyerangku, sungguh engkau tidak mengenal persahabatan!" Teriak Ang-bin Kwi-bo dengan nada marah.
"Dia bohong, Subo!" Cui Im berteriak. "Kalau tidak ada Keng Hong murid Sin-jiu Kiam-ong ini yang membantu, teecu dan sumoi tentu telah dibunuhnya! Dia telah menghina teecu berdua, juga telah menghina nama subo!"
Nenek tinggi kurus yang ternyata adalah tokoh yang paling lihai dari Bu-tek Su-kwi dan bejuluk Lam-hai Sin-ni hanya memandang kepada Ang-bin Kwi-bo, kemudian berkata.
"Ang-bin Kwi-bo, engkau di timur, Pak-san Kwi-ong di utara, Pat-jiu Sian-ong di barat dan aku di selatan, masing-masing tidak saling mengganggu selama puluhan tahun. Sungguhpun kini timbul urusan memperebutkan pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong, seharusnya dilakukan secara terbuka dan mengandalkan kepandaian. tidak semestinya engkau mengganggu anak-anak kecil. Kalau engkau hendak memamerkan Ban-tok-sin-ciang, majulah. Aku lawanmu!"
Melihat sikap yang dingin ini, Ang-bin Kwi-bo menjadi gentar. Memang dia telah mengenal siapa adanya datuk hitam dari selatan ini, yang sejak dahulu amat terkenal kesaktiannya dan ia tidak mempunyai harapan untuk menang. Apalagi ia melihat betapa di situ terdapat Ang-kiam Tok-sian-li Cui Im, dan Song-bun Siu-li Biauw Eng yang kalau membantu lawan tentu membuat dia lebih berat menghadapinya, belum lagi pemuda aneh itu yang memiliki ilmu mujijat dan tentu saja akan membantu kedua orang gadis cantik itu. Ang-bin Kwi-bo bukan seorang bodoh. Dia adalah seorang tokoh besar yang sudah matang pengalamannya. melihat keadaan tidak menguntungkan ini, ia lalu ketawa mengejek.
"Hi-hi-hik, Lam-hai Sin-ni. Siapa sih takut menghadapimu? Kepandaian kita satu kati delapan tail (seimbang), dan terbukti tadi aku mampu melawan Thi-khi-i-beng yang kau miliki. Kau tunggu saja, akan tiba saatnya aku datang menantangmu dalam sebuah pertandingan yang menentukan. Sampai jumpa!!"
Setelah berkata demikian, tubuh Ang-bin Kwi-bo berkelebat dan lenyap dari tempat itu. Dengan ucapan ini, biarpun ia melarikan diri, namun tidak karena kalah bertanding atau memperlihatkan rasa jerihnya.
Lam-hai-Sin-ni bersikap dingin sekali dan kini mengertilah Keng Hong mengapa Biauw Eng yang cantik manis itu memiliki sikap dingin seperti es. Kiranya ibunya pun seperti manusia es, sehingga nona itu mewarisi sikap ibunya. pakaiannya serba putih seperti orang berkabung, sikapnya dingin, wajahnya tidak pernah menyinarkan perasaan hati. Benar-benar ibu dan anak ini mengerikan, lebih mengerikan daripada wajah Ang-bin Kwi-bo yang buruk dan wataknya yang kasar.
Kini Lam-hai Sin-ni membalikan tubuhnya perlahan menghadapi Keng Hong. kalau tadi ketika menghadapi pandang mata penuh kekejaman dari Ang-bin Kwi-bo pemuda ini tidak merasa gentar, kini berhadapan dengan pandang mata itu, dia merasa bulu tengkuknya meremang. Pandang mata nenek ini seolah-olah terasa olehnya, merayap bagaikan seekor laba-laba di seluruh badan, dingin dan meggelikan.
"Engkau murid Sin-jiu Kiam-ong?"
Suara Lam-hai Sin-ni halus, namun mengandung tenaga yang mendorong dan memaksa orang harus menjawab sebenarnya karena pandang mata yang dingin itu penuh ancaman.
"Benar, Locianpwe," jawab Keng Hong singkat sambil menentang padang mata yang dingin itu.
Dengan sikap tetap dingin, gerakan tangan lemah lembut, dan suara halus nenek itu menggerakan tangan kanannya seperti orang minta sesuatu,
"Berikan kepadaku pedang Siang-bhok-kiam."
Keng Hong mengerutkan alisnya. Semua orang minta pedang itu dengan cara dan sikap mereka masing-masing, ada yang kasar, ada yang buas, ada pula yang halus seperti sikap nenek ini, namun baru sekarang Keng Hong merasa seram. Sikap nenek ini benar-benar mendatangkan rasa dingin di tengkuknya.
"Siang-bhok-kiam tidak ada pada saya, Locianpwe."
"Hemmm, di mana....?"
"Pedang itu dirampas oleh para tosu Kun-lun-pai."
"Bohong!"
Tiba-tiba nenek itu menggerakkan tangan kanan yang terulur tadi, telunjuknya menuding ke arah Keng Hong dan terdengarlah bunyi bercuitan ketika serangkum tenaga yang luar biasa menuju ke arah dada Keng Hong seperti sebatang pedang yang menusuk.
Keng Hong terkejut sekali, cepat mengibas dengan tangannya sambil membanting tubuh ke kanan terus bergulingan. Tangannya tadi dapat menangkis hawa pukulan yang amat kuat seperti pedang akan tetapi tubuhnya terguling-guling dan akhirnya dia dapat meloncat bangun dengan keringat dingin membasahi lehernya. Bukan main, pikirnya. Selama hidupnya baru dua kali ini dia menyaksikan ilmu sehebat itu.
Pertama-tama dia melihat betapa di Kun-lun-san, Kiang Tojin pernah melakukan totokan terhadap Cui Im dari jarak jauh, hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh nenek ini terhadap dirinya. Ia menjadi penasaran sekali karena dapat menduga bahwa serangan itu sesungguhnya adalah sebuah pukulan maut. Kiranya nenek yang halus bicaranya, halus pula gerak-geriknya, yang berwajah dingin ini tanpa sebab hendak membunuhnya begitu saja dengan darah dingin pula! Agaknya dalam hal kekejaman Lam-hai Sin-ni tidak mau kalah oleh para datuk hitam yang lain!
"Hemmm, sebagai murid Sin-jiu Kiam-ong engkau boleh juga, dapat mengelak dari seranganku. Akan tetapi engkau membohong, dan ini tidak patut karena gurumu itu selama hidup tidak pernah membohong! Hayo lekas serahkan pedang itu atau jangan harap kau akan dapat mengelak terus!"
Hemmm, pikir Keng Hong. Mungkin dahulu suhu tidak pernah membohong, dan hal itu tentu saja dapat dilakukan karena suhunya sudah memiliki kepandaian amat tinggi. Bagi dia sendiri, kalau tidak mau membohong, bagaimana akan dapat menyelamatkan diri? Membohong tidak apa asal jangan menipu, membohong asal tidak merugikan lain orang, kadang-kadang malah amat perlu!
"Saya tidak membawa pedang itu, Locianpwe, sudah diambil oleh Kiang Tojin dari Kun-lun-pai!"
"Wuuutttt..... Wuuuttt.....!"
Kedua tangan nenek itu melakukan gerakan mendorong dua kali ke arah Keng Hong. pemuda itu cepat mengelak dan mengibaskan tangan. Kembali hawa sinkang di tubuhnya berhasil menangkis angin pukulan nenek itu yang amat hebat, namun tetap saja dia terjengkang dan terguling-guling saking hebatnya tenaga dorongan angin pukulan Lam-hai Sin-ni.
"Kau.... kau berani melawan.....?"
Nenek itu menjadi marah dan baru sekarang ia melangkah maju, hendak menyerang dari jarak dekat karena dua kali serangannya dari jauh gagal.
"Ibu! Dia tidak bohong, memang Siang-bhok-kiam telah diambil para tosu Kun-lun-pai!" tiba-tiba Biauw Eng berkata.
"Ah, kau bocah bodoh mana tahu? Bocah ini adalah murid Sin-jiu Kiam-ong, selain ugal-ugalan juga tentu amat menyayang pedang itu. Mana mungkin dia berikan kepada orang lain? Sin-jiu Kiam-ong sendiri, setelah menjadi tua bangka, masih juga tidak rela memberikan pedang itu kepada orang lain. Jangan ikut-ikut, bocah ini harus memberikan Siang-bhok-kiam kepadaku atau dia mati di tanganku sekarang juga. Heh, bocah keras kepala, masih belum mengaku di mana adanya Siang-bhok-kiam? Lekas katakan agar aku dapat mengambilnya."
Keng Hong merasa panas perutnya. Nenek berwajah dingin ini benar-benar menjengkelkan sekali. Di waktu mudanya tentu merupakan seorang wanita cantik yang amat manja dan hendak membawa kehendak sendiri saja, mau menang sendiri. Ia memandang terbelalak penuh kemarahan dan berkata.
"Sudah saya katakan, pedang itu berada di Kun-lun-pai, kalau Locianpwe menghendaki ambilah dari tangan mereka. Akan tetapi hati-hati, di sana banyak terdapat orang lihai....."
Keng Hong terpaksa menghentikan kata-katanya karena nenek itu secara tiba-tiba sekali telah melompat ke depan dan tahu-tahu sudah berada dekat sekali dengannya, tangan kanan nenek ini menampar ke arah kepalanya!
Keng Hong maklum betapa lihainya nenek ini. Mengelak takan keburu, maka dia berlaku nekat, mengangkat pula tangan kanannya dan menerima tamparan tangan terbuka itu dengan telapak tangannya sendiri.
"Plakkk!!"
Dua buah tangan itu bertemu di udara dan terus melekat karena dalam kemarahannya, Keng Hong yang menggerakan tenaga sinkang itu tanpa disengaja telah mengeluarkan daya sedotnya yang amat kuat. Ketika nenek itu merasa betapa tamparannya tertangkis bahkan tenaga sinkangnya tersedot, ia terkejut sekali dan cepet-cepat ia pun mengerahkan sinkangnya dan menggunakan ilmunya Thi-khi-i-beng untuk balas menyedot.
Dua tenaga sinkang yang amat hebat saling sedot. Tenaga sedot sinkang Lam-hai Sin-ni adalah berkat latihan ilmu Thi-khi-i-beng yang kabarnya sudah lenyap dari dunia persilatan, bahkan nenek ini yang sudah berlatih puluhan tahun sekalipun hanya dapat mencapai sebagian kecil saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pedang Kayu Harum (Siang Bhok Kiam)
General FictionSie Cun Hong (Sin-jiu Kiam-ong atau Raja Pedang Tangan Sakti) adalah pemilik pertama Siang-bhok-kiam (Pedang Kayu Harum) sekaligus guru tunggal Cia Keng Hong (tokoh sentral cerita ini). Meskipun berwatak aneh dan dan tidak tabu melakukan hal - hal d...