Why?

1K 59 3
                                    

Oktober 2021

Aku pikir waktu akan membuat hatiku berdamai, aku pikir waktu akan menyembuhkan luka di hatiku, aku pikir cinta ini tak akan bertahan jika aku berkompromi dengan waktu.

***

Revan terdiam, ia menatapku lama, mencoba mencerna setiap kata dalam kalimat yang aku ucapkan. Aku balas menatapnya, menatap wajahnya yang meneduh. Aku tak mampu menahan gejolak dalam hatiku, rasa sakit dan bahagia bercampur menjadi satu, tumpah menjadi bulir-bulir air mata di pelupuk mataku.

Aku mengalihkan pandanganku saat air mataku menetes. Sekasar apapun kata-kataku pada Revan, ia tidak akan pernah mengerti perasaan ini, perasaan yang selalu ku simpan bahkan setelah ia membuangku jauh.

Aku menghapus air mataku, beranjak dari kursi taman. Tidak bisa. Aku tidak bisa terlalu lama dengan Revan.

***

Agustus 2012

Masa ini, ketika aku berani berjuang, aku menyiapkan amunisiku untuk berperang, memperjuangkan cintaku. Aku harap kelak perasaan ini akan berbalas.

***

Hari ini adalah akhir pekan. Semalam Sarah mengatakan nenek Revan mengajak kami untuk ke rumahnya, belajar membuat kue dan pudding.

"Sarah, aku harus pakai baju yang mana?" Aku mencoba beberapa pasang baju dan melihat pantulan diriku di cermin.

"Yang mana aja juga sama, sama-sama bakal kaya gembel" Sarah nyengir dan langsung ku timpuk dengan bantal "Pakai yang mana aja Ly, mau pakai yang manapun bukannya di hadapan Revan bakal sama aja ya. Dicuekin."

Sarah memang sahabat terbaik sekaligus sahabat paling kurang ajar. Dia selalu mendengar ceritaku sekaligus membuat ceritaku sebagai bahan guyonannya. Dua minggu kami kuliah, sudah tiga kali aku makan siang dengan Revan dan hasilnya sama saja, ia mengajak Natasha untuk makan bersama kami, dan untuk ke-tiga kalinya pula, Revan tidak menghiraukan keberadaanku, ia malah asyik dengan Natasha, membahas soal kampus.

Aku berfikir sejenak, apa aku harus terlihat seperti Natasha? Berdandan ala kadarnya dan memakai kaca mata tebal?

"Aku pakai ini aja deh" Aku memilih kaos oblong coklat dan celana pendek. Benar kata Sarah, dihadapan Revan aku akan terlihat sama saja.

***

Kue-kue yang kami buat hampir jadi tetapi Revan tak kunjung kembali. Kata nenek, Revan pergi bersama teman-teman satu kampusnya bersepeda berkeliling kota Jogja. Dan setelah itu, aku langsung mengirim pesan pada Mama, meminta ijin memakai uang tabunganku untuk membeli sepeda.

Aku memasukkan kue-kue yang telah matang ke dalam toples. Nenek menyiapkan bahan untuk membuat pudding.

"Nak Lily, Nak Sarah suka pudding rasa apa?" Nenek bertanya.

Sarah menjawab cepat "Sarah suka yang tradisional Nek, rasa gula aren ditambah santan, mantap Nek!" Sarah nyengir "Tapi kalo pudding buah, sarah suka rasa mangga"

"Kalau gitu nenek buat yang tradisional ya" Nenek mengeluarkan gula aren "Nak Sarah, gula arennya dimasak dulu supaya meleleh" Nenek memberikan gula aren pada Sarah "Lily suka rasa apa?"

Aku menggaruk tengkukku "Aku sebenarnya suka semua Nek, yang paling buat aku ketagihan coklat nek, aku suka coklat dalam berbagai bentuk"

"Wah, sama ya kaya Revan" Nenek membereskan bahan-bahan puddingnya "nenek bingung rasa apa yang kalian suka, nenek akhirnya beli banyak essense untuk pudding, tahunya selera Lily sama kaya Revan"

Unstoppable Feeling Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang