~ Fate ~

436 25 3
                                    

Sebuah ruangan yang didominasi warna putih dipenuhi dengan sinar matahari pagi yang masuk melalui jendela, tirainya yang tidak tertutup membuat sinarnya dengan leluasa menjelajahi setiap sudut ruangan. Walau sinar matahari dengan semangatnya menerpa ruangan itu, tidak membuat amber yang sedang tertutup itu menampakkan pesonanya.

Tubuh atletis di balik selimut itu tampak tidak bergerak, sepertinya masih nyaman dengan tidurnya yang baru beberapa jam saja. Sebuah garis senyum tergambar di wajahnya, walau kedua kelopak matanya masih setia mengatup. Sepertinya bunga mimpi yang sedang melintasi alam bawah sadarnya begitu indah sehingga ia begitu malas untuk terbangun dari dunia semunya.

Dunia yang hanya ia dan seseorang yang dirindukannya di sana, seseorang yang selalu setia hadir dalam dunia semunya. Pikiran dalam alam bawah sadarnya itu menuntut untuk tidak terbangun, hanya sesaat saja... sampai ia bisa melihat dengan jelas siapa pemilik wajah di hadapannya kini...

"Kita bertemu lagi," suara itu masih sama, suara yang terdengar sepuluh tahun lalu. Suara yang sampai mimpi terakhirnya hadir menemani malamnya.

Ichigo menggerakkan bibirnya, tetapi tidak ada suara keluar dari sana, hanya suara dari dalam hatinya yang terdengar. "Iya, kita bertemu lagi."

Ia berusaha tersenyum ketika gadis kecil di hadapannya mulai berjalan meninggalkannya seiring cahaya merengkuh dan menghilang bersama tubuh mungil itu. Ichigo baru saja akan menahan kepergian gadis kecil itu ketika pada titik yang sama muncul cahaya baru. Cahaya itu perlahan menghilang, memperlihatkan sosok yang terlihat lebih dewasa walau dari kejauhan. Sosok yang sepertinya—entah dimana—pernah ia lihat sebelumnya.

Dan ketika sosok itu semakin dekat padanya, ketika wajahnya hampir saja tergambar jelas dalam ambernya, tiba - tiba semuannya sirna bersama cahaya yang begitu terang. Menghilangkan harapannya, menghilangkan kemungkinan bahwa ia dapat mengenali sosok itu. Sosok gadis kecil yang tumbuh dewasa dalam dunia semunya. Tidak, bukan hanya dalam dunia semunya, tetapi juga—mungkin—dalam dunia nyatanya. Hanya saja ia tidak tahu, seperti apa wajah itu. Bahkan di dunia semunya, ia tidak diizinkan untuk melihatnya.

Tubuh di balik selimut itu masih terdiam, tetapi ambernya kini sudah menampakkan pesona warnanya. Ia mengerjapkan matanya dan mengusap lembut dengan jarinya, seakan hal itu dapat membantunya menyadari bahwa kini ia sudah terbangun dari tidurnya.

Ia terdiam sesaat, berusaha mengingat kembali bunga mimpinya barusan. Berusaha mencerna arti mimpi itu. "Aku... tidak mengerti," diremasnya rambutnya penuh frustasi.

Ia pejamkan matanya. Perlahan bersamaan dengan helaan nafasnya ia melepaskan kedua tangannya dari rambut orangenya. "Bahkan, dalam mimpi kau masih terlalu angkuh untuk sekedar menyapaku dengan senyummu?"

Matanya terbuka, berusaha mengingatkan dirinya. "Ini hanya mimpi, sadarlah!" bisiknya pelan untuk dirinya sendiri.

Ia memutuskan untuk bangun, menghindari hal-hal yang dapat membuatnya bermimpi lagi tentang gadis kecil itu. Memutuskan untuk menjalani kehidupannya yang nyata, menerima bahwa ia harus berusaha dalam nyata bukan dalam semu agar bisa bertemu lagi dengan sosok yang dirindukannya itu. Walau ia tahu, usahanya hanya mempunyai kemungkinan yang kecil. Setidaknya ia sudah berusaha, sisanya dia hanya bisa pasrah pada takdir.

—————————————————————

"Rukia!"

Gadis berambut hitam itu berbalik mencari sumber suara, ia baru saja mengunci kamar apartemennya ketika mendapati gadis berambut cepak sedang berlari kecil menaiki tangga menuju arahnya. Rukia mengerutkan kedua alisnya, dilihatnya Tatsuki yang sudah berada di hadapannya kini.

"Tatsuki, kau kenapa?" tanya Rukia sedikit khawatir. Tatsuki terlihat sedikit lelah, nafasnya saling berkejaran.

Tatsuki menarik nafasnya dalam kemudian dibuangnya perlahan, "Tidak apa..." jawabnya sambil nyengir.

Re:prayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang