Jilid 3

2K 29 0
                                    

Malam akan terasa pendek dalam kegembiraan, tapi terasa lewat lebih cepat pada saat-saat yang penuh kehangatan.

Malam lewat dan fajarpun menyingsing pula.

Waktu Ho Leng-hong bangun dari tidurnya, Wan-kun masih tertidur nyenyak.

Tubuhnya yang putih halus bagaikan kemala hanya tertutup oleh selapis selimut tipis, rambutnya terurai indah, tubuhnya meringkuk di ranjang dengan senyuman puas masih menghiasi ujung bibirnya.

Anak kunci itu tergeletak di sisi bantal yang berbau harum.

Dengan kasih sayang Leng-hong membelai rambutnya yang halus, lalu anak kunci itu diambil dan perlahan turun dari pembaringan.

Agaknya Wan-kun merasakan gerak-geriknya itu, dengan mata yang masih sepat ia memandangnya sekejap, lalu sambil menggeliat bisiknya, "Jit-long...jangan...jangan pergi... "

Tak tahan Leng-hong, ia membungkukkan badan dan mencium pipinya, Wan-kun tidak bergerak, kembali ia terlelap.

Udara pagi terasa agak dingin, Leng-hong bantu menyelimuti tubuh Wan-kun, kemudian ia sendiri mengenakan pakaian dan berjalan menghampiri almari perhiasan, berjongkok dan memeriksa tanda rahasia yang sengaja ia tinggalkan di pintu almari besi.

Tapi apa yang kemudian terlihat membuat hatinya terkesiap.

Ketika menutup almari besi semalam, secara diam-diam ia telah meninggalkan seutas rambut di celah pintu, tapi sekarang rambut itu sudah rontok dan ada di atas lantai.

Hal ini menandakan semalam setelah ia tertidur ada orang telah membuka lemari besi itu.

Leng-hong segera bangun dan memeriksa semua jendela dan pintu yang ada di ruangan itu, tapi nyatanya baik daun jendela maupun daun pintu semuanya terkunci rapat, tidak berubah sedikitpun.
Tapi kalau tak ada yang masuk ke kamar, siapa yang membuka almari besi?

Cepat Leng-hong membuka semua gembok pada pintu almari besi itu, apa yang ditemukan? Kotak besi berisi golok pusaka yang berada dalam almari itu telah lenyap tak berbekas.

Macam-macam pikiran timbul dalam benaknya, tapi ia pura-pura tidak tahu apa-apa, semua gembok kembali dikunci, almari besi itupun dikunci seperti semula, setelah mengembalikan anak kuncinya ke sisi bantal, ia mengenakan pakaian, membuka pintu, turun dari loteng dan buru-buru menuju ke Kiok-hiang-sia.

Baru sampai pintu taman ia berpapasan dengan Bwe-ji.

Waktu itu Bwe-ji sedang keluar dengan rambut kusut, wajah lesu seakan-akan kurang tidur atau baru bangun tidur.

Ia tampak gugup dan kelabakan ketika berjumpa dengan Ho Leng-hong, sambil berdiri dengan kepala tertunduk, bisiknya, "Tuan, kau sudah bangun!"

"Hei, sepagi ini ada apa kau ke taman?" tegur Leng-hong sambil menatapnya tajam-tajam.

Merah jengah wajah Bwe-ji, "Aku... aku melayani Kuloya di... di Kiok-hiang-sia..." sahutnya tergegap.

"Apakah semalam kau..."

"Kuloya mabuk arak, ia minta hamba tetap tinggal di sana."

"Ngawur!" omel Leng-hong di dalam hati, dia memberi tanda dan berkata, "Cepat kembali ke kamarmu, bagaimana jadinya kalau ketahuan orang?"

Bwe-ji mengiakan dengan takut-takut, baru saja akan pergi, Leng-hong kembali berkata, "Tunggu sebentar, apakah Kuloya telah bangun?"

"Belum!"

"Apakah terjadi sesuatu di Kiok-hiang-sia semalam?"

"Tidak!"

"Bagus sekali!" kata Leng-hong, setelah termenung sejenak sambungnya, "Beristirahatlah dulu, Hujin belum bangun. Urusanmu ini jangan kauberitahukan kepadanya untuk sementara waktu."
Bwe-ji mengiakan dengan lirih, lalu berlalu.

Golok Yanci Pedang Pelangi (Hong Xiu Dao Jiu) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang