embarrassing incident

270 57 39
                                    

Awan-awan masih mengumpul diudara, menimbulkan kesan warna langit yang sedikit gelap, karena sang pencerah bumi nampaknya masih malu-malu keluar dari persembunyiannya.

Similir angin sejuk pagi, yang dingin berhembus, meninggalkan embun pagi menutupi daratan, Yang seperti biasa, menjadi ciri khas cuaca di pagi hari. Similir angin sejuk menerpa-nerpa kulit seorang gadis, seolah menusuk-nusuk permukaan kulitnya yang putih, yang kini gadis itu sedang berada diatas jok sepeda, dan kakinya menggoes pedal sepeda seiring dirinya mengayuh. Dan tak lupa rambut kuncir kudanya, berkibas ke kanan dan ke kiri, seiring similir angin menerpa rambutnya.

Sesekali kali gadis itu menghirup udara pagi yang segar, udara yang membuat menyehatkan tubuh.

Dikayuhkannya sepeda itu, menuju sekolah. Sekolah favoritnya, sekolah impiannya, dan sekolah populer nya. Yang mana sekolah itu lebih dikenal sebagai sekolah Tuna Wijaya. Dimana sekolah ini menjadi impian para murid-murid. Beribu ribu orang ingin mendaftar untuk menjadi salah satu siswa disekolah itu. Namun yang dipilih hanya 324 orang. Sementara selebihnya, dikatakan tidak terpilih.

Alvina menjadi salah satu dari 324 orang yang terpilih. Itu membuat cewek berambut hitam bercampur coklat, dan bermata sedikit belo itu, bahagia dan bersyukur kepada tuhan yang telah memberi kesempatan untuk menjadi salah satu murid, yang lolos menjadi siswi pilihan, diantara 324 orang tersebut. Bersyukurnya dengan cara belajar dengan giat dan lebih semangat.

Ia tidak akan mengecewakan sang ayah. Ayahnya yang kini telah meninggal dikarenakan terkena penyakit jantung. Penyakit yang sangat berbahaya. Yang membuat nyawa Ayahnya hilang dibawa oleh penyakitnya.
Waktu itu Alvina berusia 6 tahun. Dan di usia sekecil itu, Alvina sudah ditinggal oleh sang ayah. Namun karena itulah, sebenarnya, Alvina menjadi orang yang sebenarnya.

Kini Alvina hanya tinggal dengan ibunya dan adik lelakinya yang lebih muda 2 tahun darinya. Yang kini adiknya duduk dikelas 3 SMP. Yang tahun ini, akan melaksanakan UN. Sementara Alvina duduk di kelas 2 SMA.

Alvina mengayuh sepedanya keliling jalan kota Jakarta yang padat akan transportasi. Setiap jalanan ia telusuri. Dari perumahan, hotel, mall, dan bahkan pasar.

Cengirannya pun muncul, dikala ia melewati orang-orang yang tengah menatapnya, walaupun orang itu malah menatapnya heran.

Butuh berapa menit gadis ini sampai tujuannya, yaitu sekolah.
Jarak antara rumah dan sekolahnya lumayan jauh. Maka dari itu, gadis itu berangkat ke sekolah di pagi hari. Jam setengah enam, harus sudah berangkat dari rumah. Agar terhindar dari kata terlambat.

Kalo misalnya hal itu terjadi menimpanya. Aduh, duh! Ia tidak bisa membayangkan, ia pasti akan terkena hukuman. Hukuman yang sangat menjijikan. Bisa dibilang hukuman yang cukup untuk membuat orang mabok jika melaksanakannya. Mabok tak sadarkan diri alias pingsan.

Gadis itu terus mengayuh sepedanya. Hingga dia tersenyum sumringah melihat gerbang sekolah yang telah ditangkap oleh penglihatannya. Dengan gerakan cepat, Alvina mengayuh sepedanya.

Hingga akhirnya Alvina masuk ke perkarangan parkiran sekolah.

Ia mencari-cari tempat yang pas untuk memakirkan sepedanya. Hingga akhirnya dia mendapatkan tempat itu. Tempat itu berada di ujung, dekat pohon mangga dan rambutan. Diparkirkannya sepeda itu, dan tak lupa menggembok ban belakang sepedanya.

Dia menghembuskan napas lega. Akhirnya dia sampai kesekolah tepat waktu. Dan tidak terlambat.
Setelah lama, Alvina berjongkok.mengurusi sepedanya. Alvina berdiri. Dengan tas yang diselempang di bahunya.

Sebelum berjalan memasuki gedung sekolah. Dia merapihkan seragam yang dipakainya. Agar terlihat rapi kembali.

Setelah Alvina memastikan seragamnya rapi. Alvina pun berjalan memasuki area gedung sekolah.

A PulseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang