Selama 13 tahun hidup, sudah lebih dari 30 orang yang menjadi mangsaku. Berada di urutan teratas sniper terhebat yang dimiliki ayah, membuat diriku bag dewa. Dipuja.
Banyak orang mencari, menyerahkan tugas mencabut nyawa orang yang tidak disukainya. Minimal aku
membunuh 3 orang dalam satu minggu. Membunuh sudah seperti candu buatku, sakau diri ini
jika tak ada mangsa yang harus dimusnahkan. Kalau sudah begitu, secara membabi buta aku akan membunuh 2 atau 3 orang bawahan ayah sebagai gantinya. Tak tahu juga kenapa diri ini begitu ter-obsesi menghilangkan nyawa orang. Puas saja ketika orang-orang yang akan mati memandangku dengan remeh lalu seketika berubah ketakukan melihat moncong pistol yang ku
arahkan pada mereka. Puas ketika bunyi ”bruk” mengiringi ambruknya tubuh mereka, memberi warna merah yang mengotori lantai-lantai marmer rumahnya sendiri.***
Mei 2013, aku membaca nama-nama orang yang akan menjadi target selanjutnya. Nama kiriman ayah yang sekarang melakukan sandiwara sebagai “penjahat terkejam” yang berhasil tertangkap dan di penjara untuk menaikkan citra pemerintah di mata masyarakat, setelah 1 bulan yang lalu simpati masyarakat terhadap partainya anjlok karena kasus korupsi yang dilakukan
kubunya. Ayah dibayar 27 trilyun untuk melepas 6 bulan kebebasannya dengan pura-pura di penjara, walaupun sebenarnya penjara itu lebih mirip hotel bintang 5. Dia akan pura-pura dieksekusi mati 6 bulan kemudian, setelah itu ayah bisa bebas dan kembali ke istananya. Ayah sudah mengirimkan 58 nama untuk dibunuh setelah 5 bulan 28 hari di penjara.Sebagian besar target itu terbunuh ditanganku, jika nama target adalah orang membosankan yang akan mati dengan cepat, kuserahkan mereka agar ditangani anak buah ayah. Aku ingin berburu.
***
“Sebelum aku bebas, bunuh orang ini dengan tanganmu sendiri. Ku kirim namanya besok. Orang ini berbahaya,” begitu bunyi pesan ayah.
Penasaran, ayah sama sekali tak pernah mendekte tentang siapa yang akanku bunuh, dia hanya memberikan nama dan aku yang akan menentukan siapa pencabut nyawanya. Seberapa bahaya orang itu? Apakah orang itu “gangster
impor” yang sudah 5 tahun menjadi incaran ayah?Keesokan harinya, ku baca pesan ayah, berharap salah membaca dan menemukan nama orang lain selain nama satu orang itu untuk target terakhir sebelum dirinya bebas. Aku berharap ayah mengatakan “Juni Mop” walaupun kedengaran aneh, sebagai tanda bahwa dia mengerjai
putra tunggalnya, tapi 2 jam berlalu sepertinya ayah benar-benar berniat untuk melihat kolega terbaiknya itu mati. Adakah hal yang lebih tidak masuk akal dari pada seorang ayah yang menyuruh anaknya untuk bunuh diri? Nama “KER” dengan capslock di sepanjang huruf, terpampang jelas di layar monitor, seolah menandai besar dendamnya padaku. Tapi kenapa?“KAU PIKIR AKU TAK BERANI MELAWANMU!” gema teriakanku merambat di ruangan pengap. Cukup sudah. Tak tahan lagi. Kemarahan menjalar ke ubun-ubun, jika orang itu
tidak menganggapku anak, mudah saja tak menganggapnya sebagai ayahku. Ku raih pistol di laci, lalu mencobanya dengan menembak komputer yang masih memampang nama KER di layarnya.“Kau akan mati seperti monitor itu!” aku tersenyum, senyum ambigu antara kemarahan dan ketakutan.
Satu jam kemudian aku mendapati diri berada di dalam “penjara-penjaraan” ayah. Berdiri tepat di depannya yang sedang membaca koran, sembari menikmati kopi dan sepiring kue brownis. Ayah tak mengubah sedikitpun ekpresi datarnya ketika melihatku. Berani taruhan, pasti dia mendapatkan nilai F dalam pelajaran drama bahasa indonesia.
“Kau datang?” katanya. Matanya tak bergeser dari koran dengan halaman depan yang memberitahukan bahwa dia akan di eksekusi mati besok. Serius… dia manusia yang paling
kurang ajar.“Aku akan membunuhmu!” kataku menjawab pertanyaannya. Benciku dengan getar suara saat mengatakan kalimat itu, benci ketika keringat bermunculan di telapak tangan dan
keningku.Berita gembiranya dia akhirnya menatapku. Tatapan tajam, menghunus yang biasa dia gunakan untuk mengintimidasi lawannya. Kakiku bergetar hebat. Apakah ini yang dinamakan takut? Kurasakan juga perasaan yang sebelumnya tak pernah mau menghinggap ini. Ada perasaan lega, mendapati ayah tak memegang pistol jenis apapun di tangannya. Kuarahkan pistol ke tubuh ayah agar dia berakhir seperti robot Gundam milikku.
“Berlutulah padaku, mungkin aku akan mengampunimu!” kataku kemudian. Berharap agar dia berlutut, menangis dan meminta maaf atas perlakuannya selama ini, sehingga bisa diriku memintanya untuk bertobat dan memulai hidup baru sebagai ayah yang baik, meminta untuk setidaknya sekali saja dalam hidup memperlihatkan senyumnya padaku.
Ayah bungkam, dia justru memejamkan mata. Wajahnya menunjukkan ketidaksabaran menantikan peluru yang akan menerobos rongga matanya.
“HAHAHAHAHA!” aku tertawa terbahak-bahak, “SIAL! Apa begitu konyolnya cara orang yang paling ditakuti di negara ini mati? Mati ditangan anaknya?!” aku terbahak lagi lalu diam dengan cepat. Tarik nafas dalam-dalam, “selamat tinggal ayah,” kataku sebelum menarik
pelatuknya. Peluru itu meluncur dengan gerakan slow motion di mataku, lalu menembus sesuatu dengan mudahnya.“BRUK!” suara terindah itu akhirnya terdengar. Suara yang menggambarkan kemenangan seseorang, terlihat cairan berwarna warna merah menggenangi lantai penjara yang putih. Aku bisa melihat senyum menyeringai itu, senyum yang menggambarkan kepuasan,
seperti senyum yang aku perlihatkan setelah membunuh seseorang.“Hei! seharusnya itu senyum milikku!” Kucoba berteriak, tapi tak sanggup. Kesulitan diriku mengambil nafas dengan pisau pembelah roti menancap di dada. Detik-detik terakhir itu, berupa potongan-potongan slide lagi.
Slide pertama terlihat ayah mendekatiku.
Slide ke-dua, dia membungkuk dengan senyum meremehkannya di depan tubuhku yang terkapar penuh darah, “itu balasan atas kematian mamamu, Nak,” kata ayah kemudian. diikuti suara sepatunya yang semakin samar, lalu menghilang.
Slide ke-tiga, kutemui diri sendiri tersenyum puas. Pertanyaan mengapa ayah membenciku terjawab sudah.
Slide ke-empat terlihat dewa buruk rupa yang namanya kembar denganku itu berterbangan lengkap dengan seringai mengerikannya.
Slide terakhir gelap….

KAMU SEDANG MEMBACA
HITMAN (Selesai)
Mystery / ThrillerIni adalah cerita pendek yang mengisahkan seorang anak genius yang terlahir di keluarga yang berprofesi sebagai pembunuh bayaran. Dia sendiri telah membunuh ibunya di usianya yang baru tujuh tahun. Apa yang akan terjadi berikutnya?