Kal Ho Naa Ho

779 62 28
                                    


Kabir berjalan dengan sedikit gontai sambil memegangi bagian dadanya yang terasa nyeri. Keadaannya setiap hari semakin memburuk. Dia berhenti mengkonsumsi obat sejak satu bulan yang lalu, yang dia konsumsi hanya obat penahan rasa sakit jika paru-parunya mulai terasa sakit.

Paru-parunya bocor. Paru-parunya semakin lama akan semakin lemah dan tidak bisa digunakan lagi. Dokter pernah menyarankan Kabir untuk melakukan operasi tetapi Kabir menolak. Setelah itu dokter hanya memberi obat untuk memperlambat melebarnya lubang diparu-parunya, bukan untuk menyembuhkannya. Kabir berpikir tidak ada gunanya juga dia memperlambat kematiannya dan hanya menyiksa tubuhnya. Jadi dia berhenti mengkonsumsi obat.

Seperti biasa, Kabir berjalan menuju halte bus tempat biasa dia bertemu dengan wanita yang memberinya alasan untuk tetap bertahan hidup selama beberapa hari. Kabir sedikit tertegun melihat wanita itu sudah duduk dikursi panjang yang tersedia dihalte bus. Gadis itu menoleh saat menyadari kedatangan Kabir.

“Kali ini kau yang terlambat tuan Khan” wanita bernama Shanaya itu berbicara pada Kabir, ucapannya terdengar seperti candaan, tapi tidak ada senyuman sama sekali dibibirnya.

“Hanya satu kali. Kau datang lebih awal dariku hanya satu kali” Kabir mendekat kearah Shanaya dan duduk disebelahnya. Beberapa menit tidak ada percakapan sama sekali. Mereka terdiam. Kabir sesekali melirik kearah Shanaya. Menatap wajah gadis itu penuh minat. Seakan mengisi penuh memori diotaknya dengan wajah gadis itu. Sebagai persiapan jika suatu hari nanti dia tidak bisa datang menemui gadis ini lagi.

“Kau percaya takdir ?” ucap Shanaya akhirnya memecahkan keheningan diantara mereka. Kabir menoleh kearah Shanaya. Sebenarnya tidak bisa disebut dengan menoleh juga. Kabir hanya menggerakan kepalanya sedikit kearah Shanaya. Pandangannya tetap kedepan.

“Aku membenci takdir ” jawab Kabir dengan nada penuh penekanan disetiap perkataannya. Shanaya dengan cepat menoleh kearah Kabir setelah mendengar jawabannya.

“ Kenapa  ?”

“Aku rasa takdirlah yang mengubah segalanya. Segalanya dalam hidupku. Semua yang telah kuperhitungkan baik-baik dalam kehidupanku tiba-tiba saja berubah karna takdir. Takdirlah yang membuatku tersiksa” kata-kata terakhir Kabir memang cukup pelan, bahkan sangat pelan. Tapi Shanaya masih bisa mendengarnya. Entah sejak kapan pandangan Shanaya menjadi kabur karna airmata yang telah menggenang dipelupuknya.

“Aku percaya pada takdir” ujar Shanaya. Kali ini Kabir yang menoleh kearah Shanaya. Lalu pria itu tersenyum sinis.

“ Kenapa ?”

“Karna takdirlah yang mempertemukan kita. Aku tidak percaya dengan kebetulan. Tidak ada kebetulan yang tiba-tiba saja menjadi sangat nyata” jelas Shanaya.

Kabir tertegun mendengar jawaban Shanaya. Kabir menundukkan kepalanya menatap jari-jarinya yang saling bertautan satu sama lain.

“Kita harus bertemu lagi” Suara Shanaya terdengar sangat meledak-ledak. Shanaya  menarik tangan Kabir dan menggenggamnya ringan. Kabir terdiam dengan apa yang dilakukan Shanaya.

“Setiap hari harus seperti ini. Hari ini, besok, lusa, minggu depan, bulan depan, tahun depan. Kita harus tetap bertemu disini, dihalte, ditoko buku atau dikedai kopi. Kita harus selalu bertemu. Kau mengerti ?” ujar Shanaya.

Kabir merasa ada yang aneh dengan sikap Shanaya hari ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kabir merasa ada yang aneh dengan sikap Shanaya hari ini. Kabir menggelengkan kepalanya pelan.

“Aku tidak yakin. Sebaiknya kita jalani dulu, sejauh apa kita bisa bertahan seperti ini dan sampai kapan kita bisa bertemu seperti hari ini”

“Tidak ! Kau harus selalu disini bersamaku. Aku tidak mengizinkanmu pergi kemanapun. Aku akan membencimu jika kau meninggalkanku. Apapun alasannya ! ” Shanaya tetap kekeuh.

Kabir tersenyum miris mendengar ucapan Shanaya. pandangannya sempat turun ketangan mereka yang saling bertautan. Lalu kembali lagi kewajah Shanaya.

“Walaupun takdir yang memisahkan ? kau baru saja mengatakan kau percaya pada takdir”

Shanaya terdiam mendengar ucapan Kabir. Dia benar. Dia melupakan kata takdir. Sejak kapan kata takdir mulai terdengar menyebalkan ditelinga Shanaya. Kedengarannya memang konyol, tapi Shanaya jatuh cinta pada Kabir. Pria yang tanpa sengaja ditemuinya dihalte beberapa waktu lalu dan kini dia dihadapkan dengan kenyataan bahwa Kabir tidak bisa berada disampingnya lebih lama lagi. Kenapa Tuhan hanya memberi waktu yang singkat untuk pertemuannya dengan Kabir ?

“Takdirlah yang akan memisahkan kita nantinya. Itu sebabnya aku membenci takdir. Takdir yang membuat kita mengucapkan selamat tinggal” ucap Kabir lirih.

“Aku tidak peduli ! Aku hanya ingin kau tetap berada disampingku. Tidak peduli seberapa lama itu akan terjadi”

“Baiklah, kita akan bertemu lagi besok. Disini.” jawab Kabir.

Bersambung..

***

Hallo Readers...
Habis baca jangan lupa Vote dan Comment yah..

Terimakasih ^_^

Aap Se AashiQuiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang