Kuch To Hua Hai

816 56 17
                                    

Hari ini sebenarnya Shanaya tidak berniat sama sekali untuk keluar rumah. Tapi entah sedang kerasukan apa, gadis itu selalu memikirkan pria yang hadir mengisi hari-harinya belakangan ini. Pria yang dengan seenaknya saja muncul tiba-tiba dihadapan Shanaya. Pria yang menyebalkan tapi cukup menyenangkan. Shanaya benar-benar menyukai cara tersenyum pria itu.

Shanaya mengeratkan jaket tebal berwarna merahnya dan memasukkan kedua lengannya ke saku jaket tersebut. Pagi tadi kota Mumbai diguyur hujan yang cukup deras. Membuat udara hari ini menjadi sedikit tidak bersahabat. Shanaya tidak terlalu menyukai hujan. Tapi dia cukup terkesan dengan jendela kamarnya yang berembun setelah hujan turun.

Shanaya berjalan pelan menuju cafe didekat halte bus. Tidak berniat masuk, hanya memandanginya dari luar. Cafe tersebut tampak lengang. Shanaya mengedarkan pandangannya keseluruh sudut cafe, tapi dia tidak berhasil menemukan wajah yang ia cari. Shanaya menunduk sebentar lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju halte bus tempatnya biasa menunggu bus yang tidak berjarak jauh dari cafe.

Shanaya tertegun melihat halte tersebut kosong. Ia tau ini bukan jam yang tepat untuk mengunjungi halte, mengingat ini sudah siang hari, jadi sudah sewajarnya bukan halte ini kosong ? tapi ada yang aneh. Biasanya, setiap Shanaya pergi kemanapun, hanya berjarak beberapa detik, wajah Kabir pasti langsung muncul dihadapannya. Ini sudah hampir melewati 3 menit dia menunggu pria itu. Apa dia tidak datang hari ini ?

Shanaya masih menunggu dihalte tersebut seperti orang bodoh. Menanti yang tak pasti. Wajar saja kalau Kabir tidak datang. Apa dia sedang berada dikampus ? tapi kalau tidak salah ingat dia sudah tidak berniat kuliah lagi. Lalu apa Kabir sakit ? pikiran Shanaya langsung berputar ke hari kemarin saat dia melihat Kabir meminum obat. Apa sakitnya menjadi parah ?

Shanaya benar-benar terlihat seperti orang bodoh. Dia mencemaskan seorang pria yang baru saja 4 hari dia kenal dan ini sangat tidak wajar. Dia mencemaskan pria itu seperti sudah seharusnya seperti itu. Ah, ini gila bukan ? jujur saja, Shanaya bukan orang yang mudah untuk didekati, tapi Kabir berhasil memporak-porandakan pikirannya hanya dalam waktu 4 hari !

***

Shanaya masih berada dalam pikiran-pikiran negatifnya tentang keadaan Kabir, saat sebuah tepukan pelan dipundak kirinya menyadarkannya. Shanaya bahkan tidak berhasil mengedipkan matanya sekalipun saat melihat siapa yang kini sedang tersenyum kearahnya dan duduk disampingnya.

 Shanaya bahkan tidak berhasil mengedipkan matanya sekalipun saat melihat siapa yang kini sedang tersenyum kearahnya dan duduk disampingnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa kau menungguku ?" Kabir menatap tepat ke bola mata Shanaya lalu menunjukkan senyum separo nya. Senyum favorite Shanaya. Inilah yang dia nantikan. Cara Kabir tersenyum, Shanaya menyukainya. Tanpa sadar Shanaya menghembuskan napas lega setelah melihat Kabir.

" Bodoh, kau berniat menungguku sampai kapan ? ada satu tempat yang lupa kau datangi untuk mencariku" ucap Kabir lagi.

Shanaya masih terdiam. Dia masih terlalu syok melihat Kabir yang datang dengan tiba-tiba. Sebenarnya ini sudah sering dilakukan Kabir. Tapi tetap saja Shanaya masih membutuhkan waktu untuk menyadarkan dirinya sendiri setelah melihat wajah mempesona milik Kabir.

" Dimana ?" tanya Shanaya dengan suara pelan. Bahkan hampir berbisik.

"Toko buku, apa kau lupa ? kita pernah bertemu ditempat itu, bukan ? udara sangat dingin dan kau malah menunggu seperti orang bodoh disini" jawab Kabir.

Shanaya melihatnya lagi, senyum nya. Kali ini Kabir tidak melihat kearah Shanaya. Pandangannya tertuju pada ... entahlah, yang jelas dia tidak menoleh kearah Shanaya. Shanaya menyadari ada sesuatu yang aneh dengan Kabir. Wajahnya terlihat pucat. Apa dia masih sakit ?

"Wajahmu pucat. Kau sakit ?"

Mendengar pertanyaan Shanaya, tubuh Kabir terlihat menegang. Seperti terkejut, mungkin ? namun dia berhasil menanganinya, dia mencoba membuat suasana menjadi normal kembali walaupun Shanaya tau itu adalah palsu. Tubuhnya masih menegang.

" Tidak, hanya lelah menunggumu berjam-jam ditoko buku. Kau ini kenapa bodoh sekali sih, yang seperti itu saja tid..." ucapan Kabir terhenti, Shanaya menoleh saat tiba-tiba saja Kabir menghentikan ucapannya. Shanaya melihat Kabir memegangi dadanya.

"Ada apa ? kau sakit kan ? sudah ke rumah sakit ?"

"Ini gejala kalau aku terlalu lelah. Dibawa tidur juga akan normal kembali"

Shanaya pura-pura acuh dan melempar pandangan kearah lain. Tapi dari ekor matanya, Shanaya masih memperhatikan Kabir dan sekali lagi Shanaya memergoki Kabir mengkonsumsi obat yang sama.

***

Shanaya sedikit menimbang-nimbang untuk memasuki gedung serba putih ini. Apa dia benar-benar akan masuk dan menanyakan hal yang membuat pikirannya terbebani akhir-akhir ini ? Shanaya memutuskan untuk masuk kerumah sakit tempat ayahnya bekerja ini.

"Ada apa mencariku ?"

Kini Shanaya sudah berada didalam ruangan ayahnya. Ayahnya masih mengenakan baju serba putih milik dokter. Wajahnya lelah namun tetap tersenyum saat anak gadisnya datang menemuinya.

"Ayah, boleh aku bertanya ?"

"Tentu saja sayang" jawab ayahnya sambil menganggukkan kepala.

"Apa kau tau obat Fentanyl untuk apa ?"

"Fentanyl ? ada apa kau menanyakan itu ? terjadi sesuatu padamu ?" Ayahnya mengerutkan kening dan menatap curiga anaknya. Shanaya dengan cepat menggelengkan kepalanya mantap.

"Bukan, ini tentang temanku ayah. Aku melihatnya mengkonsumsi obat itu beberapa kali. Jadi .. kau tau itu obat apa ?"

"Tentu saja. Itu obat penahan rasa sakit yang biasa digunakan oleh penderita penyakit parah. Seperti kanker dan sejenisnya. Temanmu menderita penyakit parah ? anjurkan untuk kerumah sakit segera"

Deggh...

Jantung Shanaya terasa sakit, paru-parunya berhenti bekerja selama beberapa detik. Apa ... apa yang baru saja dikatakan ayahnya ? penderita penyakit parah ? kalau begitu .. Kabir ..

Mata Shanaya terasa perih dan panas. Dia tersenyum miris mendengar jawaban yang diberikan ayahnya. Otaknya langsung memikirkan Kabir. penyakit apa yang diderita Kabir ? dia terlihat sehat. Tidak, akhir-akhir ini tidak, wajahnya selalu terlihat pucat. Apa penyakitnya semakin memburuk ?

Bersambung..

***

Terimakasih sudah mampir..
Jangan lupa yah berikan vote dan commentnyaa ^^

Aap Se AashiQuiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang