Ending

1K 62 40
                                    


***
Hallo Readers..maafkeun author yah kalo endingnya tidak sesuai harapan kalian. Terlalu klise..
Tapi teteup berikan vote dan comment kalian yaaa ^^
Thanksss..

***

Ayahnya menuntun Shanaya menuju ruang gawat darurat. Shanaya berdiri kaku didepan tubuh Kabir yang tidak bergerak sama sekali. Matanya masih terpejam seakan dia sedang mimpi indah dialam bawah sadarnya. Shanaya melihat banyak sekali selang yang menghubungkan tubuh Kabir kesemua mesin dan peralatan yang berada disekitar ranjang. Shanaya mengamati mesin-mesin yang awam baginya yang dia mengerti hanya satu buah mesin saja. Mesin yang menunjukkan detak jantung Kabir. Monitor itu masih menampilkan garis tidak teratur, pertanda jantung Kabir masih berfungsi. Dia hidup, dia masih hidup.

Pandangannya kini beralih lagi kearah Kabir. Shanaya mendekati Kabir dan duduk disebelah ranjang Kabir. Shanaya mengamati wajah Kabir dengan intens. Airmatanya hampir jatuh saat mencoba membangunkan Kabir dengan menggoyangkan tubuhnya pelan, namun matanya tetap terpejam. Tidak ada reaksi sama sekali.

“Kau pembohong” ucapan pembuka dari mulut Shanaya membuat airmatanya berhasil jatuh.

“Kau sudah janji padaku untuk bertemu denganku hari ini. Tapi kau malah tidur disini. Ayo bangun, kita harus memesan kopi pertama kita hari ini dan aku tidak ingin terlambat mendapat bus. Setelah itu lalu kita ke koto buku. "

Shanaya menundukkan kepalanya sejenak lalu mengusap pipinya lembut untuk menghilangakan cairan bening yang berhasil diluncurkan oleh matanya sendiri. Shanaya kembali mengangkat wajahnya lalu tersenyum miris.

“Bahkan saat kau mengenakan masker oksigen seperti ini, kau masih terlihat tampan” mata Shanaya masih terasa perih, kali ini Shanaya benar-benar ingin berhenti menangis. Setidaknya dihadapan Kabir, dia tidak ingin menangis.

“Tadi aku mendatangi ruanganmu dan aku membaca tulisanmu tentang kehidupanmu. Aku harap kau tidak marah padaku Kabir”

“Aku selalu ingin tau dimana kau tinggal. Ternyata disini, ditempat ini”

Airmata yang sedari tadi Shanaya tahan kuat-kuat akhirnya luluh juga. Airmatanya menetes membasahi pipinya lagi. Dengan cepat Shanaya menghapus airmatanya. Dia sudah berjanji dia tidak akan menangis didepan Kabir. Tapi airmatanya tidak mengikuti perintah otaknya untuk tidak menangis. Shanaya melanjutkan kalimatnya walau ia tak tau sama sekali apakah Kabir mendengarkannya atau tidak.

“Terimakasih, karna kau menyebutku sebagai wanita satu-satunya yang menjadikan alasanmu bertahan hidup” kali ini suara isakan mulai terdengar disela-sela perkataan Shanaya. Shanaya meraih tangan Kabir yang juga sudah ditancapkan dengan selang. Shanaya menggenggamnya ringan.

“Kau sudah berjanji padaku untuk bertemu hari ini, esok, lusa, minggu depan, bulan depan, tahun depan. Kau harus menungguku dihalte bus setiap pagi, kita akan memesan kopi yang sama lagi di cafe dekat halte dan ke toko buku membeli novel fantasi. Apa kau tidak merindukannya ? aku merindukanmu tuan Khan” ucapnya lirih.

Shanaya mengangkat wajahnya dan menatap wajah Kabir lagi. Kali ini mata Shanaya langsung melebar melihat apa yang terjadi. Sebelah mata Kabir mengeluarkan cairan bening. Kabir menangis ! Dia bisa mendengar ucapan Shanaya.

“Kau bisa mendengarku ? kau mendengar seluruh perkataanku ? kalau kau menjawabnya aku berjanji aku akan memaafkanmu sekarang juga”

“Kau ingat perkataanku kemarin ? aku akan benar-benar membencimu kalau kau meninggalkanku tuan Khan ”

“Tidak, aku tidak akan membencimu, aku tidak akan pernah bisa membencimu, karna aku mencintaimu. Kau dengar ? aku mencintaimu. Jadi kumohon sadarlah.”

Aap Se AashiQuiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang