London, After 9 month.

83 10 2
                                    

If You're Not The One - Daniel Beddingfield.

Musim dingin telah dimulai, suasana di perkotaan semakin sepi mengingat suhu di London saat ini mencapai -10 derajat. Pria dengan selimut yang mengelilingi tubuhnya sedang duduk diam di depan perapian, karena saat ini musim dingin tentu semua kegiatan sekolah di liburkan bahkan hampir semua penduduk di inggris lebih memilih mengurangi kegiatan di luar rumah.

Mengingat liburan yang panjang itu berarti Angkasa akan menjalankan hari-hari penuh kebosanan yang mengerikan, biasanya Bintang --teman dekat Angkasa-- akan datang menginap di rumahnya namun sampai saat ini tak ada kabar satupun dari pria itu. Sungguh menyebalkan.

Pria itu setia mengesekkan kedua telapak tangannya ke dekat perapian, menimbulkan rasa hangat yang menjalar ke seluruh tubuhnya, sesaat pria itu mendengar suara derap langkah kaki yang mendekat dan berhasil menyedot perhatian pria itu.

"Kamu belom tidur sayang?" Wanita paruh baya dengan piamanya kini duduk telat di sebelah lelaki itu.

"Mama sendiri belom tidur?"

"Kebiasaan deh, di tanya malah balik nanya." Angkasa terkekeh, sedangkan Amanda --Mamahnya-- memutar bola matanya kesal.

"Aku belum mau tidur, Mama sendiri kenapa?" Sorot mata Amanda berubah sendu, Angkasa sendiri menyadari perubahan itu.

"Mama kangen Papa, Ka." Angkasa menghembuskan napasnya, sambil mengelus pundak perempuan yang telah merawatnya selama 19 tahun.

"Ma, Papa pasti lagi liat kita sekarang dari atas, Papa udah bahagia Ma. Dia pasti bahagia pernah punya bidadari secantik Mama, selembut Mama. Papa patuh bersyukur untuk itu." Ucapan Angkasa berhasil menghangatkan perasaan Amanda.

Yang Angkasa ingat, 2 tahun yang lalu saat dirinya masih duduk di kelas 2 SMA Papa-nya jatuh sakit. Beliau di fonis terkena kanker darah stadium 4, saat itu mereka masih tinggal di indonesia di tanah kelahiran Angkasa dan tempat dimana Angkasa meninggalkan perempuan itu, perempuan yang sangat ia sayangi.

Itu adalah satu-satu alasan yang membuat Angkasa harus menetap di negeri orang, Mama sendiri lebih memilih pindah ke London karena disini banyak kerabat dekat dari Papanya yang siap membantu kapanpun. Namun harapan tinggalah harapan Jason --Papanya-- tetap di panggil tuhan dan menetap di sisinya.

"Mama sayang sama kamu, Ka." Ucap Amanda sambil mengecup pelan puncak kepala Angkasa yang kini bersandar di pundaknya.

"Aku luar biasa sayang sama Mama."

***

"ANGKASAA!!" Teriakan melengking yang di susul oleh tarikan dari selimutnya menggangu tidur pria itu.

"Oh, boy. Come on wake up now!" Bintang. Tidak salah lagi, seumur hidupnya mana ada orang yang berani mengusik Angkasa selain pria sialan itu.

Kesal, bukannya Angkasa bangun tetapi pria itu justru merubah posisi tidurnya tanpa merespon tindakan Bintang.

"Shit! Are you pysco? Huh?!" Teriakan yang di iringi umpatan kini terdengar dari mulut Angkasa.

"Abis lo kalo tidur susah di banguninnya, demi tuhan Angkasa ini tuh bukan Indonesia dimana lo bisa santai-santai aja tanpa ngelakuin sesuatu. Ini Inggris man, kita bisa seneng-seneng ngelakuin apapun! Kalo perlu gue bangunin lo cuma untuk main salju."

"Gila, Hidup di inggris 3 tahun gak bikin lo pinter ternyata." Memang Bintang teman baik Angkasa, ibaratnya mereka seperti sikap gigi dengan odolnya --saling melengkapi.

Bintang lebih dulu pindah ke Inggris karena tuntutan pekerjaan orang tuanya, kehidupan Bintang dan Angkasa hampir tak jauh berbeda oleh karena itu mereka bisa berteman dekat. Sebelumnya mereka sudah kenal di Indonesia mengingat mereka teman satu SMP saat lulus sekolah mereka berpisah begitu saja, dan tak di sangka takdir mempertemukan mereka lagi di lain kesempatan.

Jika Angkasa di tinggal oleh Papa-nya untuk bertemu tuhannya, berbeda dengan Bintang. Papa-nya masih bernafas di dunia ini namun kedua orang tuanya lebih memilih hidup masing-masing entah untuk sebab apa, Angkasa tidak ingin terlalu mencari tau.

"Ayolah, Ka. Hidup itu harus di nikmatin, kalo enggak hidup lo bakal monoton gitu-gitu aja." Bujukan yang di lontarkan oleh Bintang berhasil menohok hatinya.

Memang semenjak Papa-nya meninggal Angkasa lebih memilih menjalankan siklus hidupnya tanpa di rencanakan --maksudnya lebih seperti mengalir begitu saja, dan jujur Angkasa sendiri merasa jenuh dengan apa yang ia lakukan.

"Fine! Gue bakal ikut lo," Setelah berbicara seperti itu Angkasa berjalan ke arah kamar mandi, sedangkan Bintang memamerkan senyum kemenangannya.

"The coldness of my life, never as cold as winter in europe."

Winter In The HallwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang