J a n u a r i bulan pertama.

82 9 3
                                    

The Man Who Can't Be Moved - The Script.

Bintang masih terus berjalan memimpin pria yang sejak tadi mengikutinya hanya karena tidak ada pilihan lain selain itu, sambil mengoceh tak karuan yang lebih mirip deritan suara pintu yang tersendat di gendang telinga Angkasa.

Angkasa masih memperhatikan jalur yang mereka lalui, ini adalah kampus mereka. Orang gila mana yang akan datang ke kampus saat musim dingin jika itu bukan Bintang --pria yang kelewat idiot yang mengajaknya pergi saat salju sedang turun. Di inggris musim dingin tidak pernah sedingin eropa oleh karena itu mereka masih bisa bertahan di luar rumah. Namun jika itu bukan hal darurat biasanya penduduk asli negara ini lebih memilih berdiam diri di dalam rumah.

"Tang, lo mau bawa gue kemana si?" Bintang yang merasa dirinya terpanggil menoleh sekilas dan hanya menunjukkan senyum konyol yang Angkasa benci.

Jika pria itu benar saat ini, Bintang tengah membawanya ke arah Lorong yang kerap ramai pada saat pergantian jam mata kuliah. Namun yang hampir membuat kepalanya pening untuk apa Bintang mengajaknya ke sana?

Hanya terdapat dua pilihan; pertama, ada sesuatu barang penting milik pria itu yang tertinggal di dalam loker, atau kedua; Pria itu hanya kurang kerjaan dan berniat menjahili dirinya, namun menginggat opsi pertama sepertinya itu hal yang hampir tidak mungkin bahkan pria itu jarang sekali membawa buku mata kuliahnya sendiri.

Angkasa menghembuskan nafasnya kasar, "Kalo lo gamau ngomong gue balik nih!"

Bintang otomatis memutar tubuhnya 180 derajat karena Angkasa berada tepat di belakangnya sambil memutar bola matanya pria itu berbicara, "Come on boy, Just walk in the this hallway."

Angkasa membalas dengan menarik satu alisnya ke atas, "I know not only that you mean shit!"

"Okey, I'll tell you. Usually in the morning when the sun comes up. There will be a woman in one of the alleys who will stare down with a blank look, I do not know what she actually did but." Bintang berhenti sejenak menatap sorot mata Angkasa kemudian melanjutkan ucapannya kembali, "... Already these three days I've come here at the same time so I'll find her in the same place as the same thing."

"Terus apa hubungan sama gue?"

"Shit bro! Don't be a sarcastic." Bintang menyipitkan matanya tanda memperingati.

Angkasa kembali memutar bola matanya malas, sungguh ia sama sekali tidak peduli jika sekalipun perempuan yang Bintang maksud itu memilih bunuh diri di kampusnya hal itu sama sekali tidak berpengaruh dalam hidupnya --katakan saja jika Angkasa itu jahat.

"Itu, lihat? Perempuan itu sangat manis dan cantik sayang sekali ia selalu memasang sorot mata dingin." Bintang mengulurkan tangan menunjukkan ke suatu arah, reflek Angkasa mengalihkan pandangannya ke arah sana seketika jantungnya berdegub kencang dan kedua matanya terbelalak.

Perempuan itu, jantungnya bukan lagi berdegub kencang namun seperti jatuh ke dasar perutnya. Angkasa masih mempertegas penglihatannya, ia tidak salah lihat, tidak akan. Perempuan itu Adara --Adaranya.

Angkasa masih terpaku, kedua bola matanya terus setia memandangi perempuan itu. Pikirannya berkecamuk antara harus menemui wanita itu atau membiarkannya begitu saja. Saat Angkasa sudah memilih pilihannya, ketika kaki kirinya hendak melangkah ia melihat wanita yang nyaris sangat mirip dengan Adara itu sudah bersama seseorang yang tak Angkasa kenal, seorang pria yang dengan senyum merekah merangkuk pundak perempuan itu dan hati Angkasa tergores.

Jika dirinya tau perempuan itu benar-benar Adara, Angkasa tidak tau harus menghadapainya dengan sikap seperti apa. Dunianya sudah berbeda --dalam artian Angkasa tidak lagi bisa merengkuh tubuh indah itu sesuka hatinya sebab pria itu sadar. Bagi wanita, luka yang sudah ada tak akan pernah hilang meski di telan waktu.

Mengusap wajahnya frustasi, Bintang yang masih berdiri diam tepat di sampingnya menatap bingung, dengan adanya kerutan di kening pria itu Angkasa sadar setelah ini pasti banyak pertanyaan yang akan di ajukan Bintang secara bertubi-tubi. Oh, My Lord kenapa selama satu tahun ini Angkasa bisa tahan dengan sikap konyol Bintang yang terkadang menggangu itu.

"Ka, lo ken--"

"Jangan banyak tanya! just shut up your mouth." Terdapat nada dingin dari ucapan Angkasa, dan pria itu cukup bersyukur sebab Bintang sepertinya mengerti karena pria itu tidak membahasnya kembali sampai mereka tiba di rumah Angkasa.

***

Sejak ia melihat perempuan itu tadi pagi di lorong kampusnya Angkasa tiada henti memikirkan alasan-alasan mengapa Adara --wanita itu-- bisa berada di sini, kini pria itu tengah bebaring di atas kasur miliknya menelentangkan tubuhnya sambil matanya menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih tulang.

"Kalo emang Adara datang kesini untuk ketemu sama gue, terus cowok itu siapa?" Angkasa bermonolog sendiri dengan pikirannya, hatinya kini gusar mengingat perempuan itu benar-benar ada disini.

"Dar? Are you okey now?!" Teriak Angkasa frustasi sambil menutupkan wajahnya menggunakan bantal yang semula menjadi alas di kepalanya.

Angkasa menarik nafas panjang, getaran panjang dari ponselnya berhasil mengalihkan sedikit perhatiannya, tertera nama Bintang disana dengan secepat kilas Angkasa memutar bola matanya malas.

Bintang Baskhara : Gue depan pintu kamar lo nih, mau sampe kapan lu bakal bukain!

Melempar kembali ponselnya ke atas kasur miliknya yang empuk, setelah beberapa detik ponselnya kembali bergetar tanpa melihat siapa pengirimnya Angkasa sudah dapat menebak dengan mata tertutup.

Bintang Baskhara : I will be wait for five seconds, if you can't open this door l will burning this house.

Meskipun Angkasa tau ancama pria itu tidak akan benar-benar terjadi, pria itu bangkit dari tidurnya kemudia berjalan ke arah pintu dengan gerakan malas.

"You never do this." Desisnya tajam.

"Want to try?" Ucap Bintang sarkas sambil menaikkan sebelah alisnya, dan Angkasa mampu di buat geram dengan pria itu.

Sekonyong-konyong pria itu kini memilih mendahului Angkasa dan langsung menjatuhkan tubuh di atas kasur milik Angkasa

Bintang kemudian memejamkan matanya sejenak dan lagi lagi hal itu membuat Angkasa kesel sendiri, bagaimana tidak? Bintang bersikap seolah kamarnya adalah miliknya juga dan saat Angkasa hendak menutup kembali pintu kamarnya ia mendengar ucapan Bintang yang berhasil menohok hatinya.

"You want her,"

Winter In The HallwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang