Pisau Ketujuh

2.1K 44 0
                                    

"Kalau begitu, silakan Kim-heng ikut padaku, apa pun yang akan terjadi tetap harus kuselidiki. Soal kelak engkau akan menjadi kawan atau lawanku tidak perlu dipikirkan sekarang."

Jawab Kim Bu-bong, "Ya, memang demikian seharusnya."

Maka mereka terus mengikuti bekas salju yang tersapu, sepanjang jalan memang tidak sedikit penemuan mereka, Kim Bu-bong melepas pandang ke empat penjuru, katanya dengan menghela napas, "Melihat gelagatnya, mereka seperti menuju ke barat."

Sim Long berkerut kening, katanya, "Kalau mereka menuju ke tempat yang ramai tentu akan menarik perhatian orang, tapi ke arah barat adalah Thay-hang-san, jalan yang jelas sangat sepi."

"Dengan orang sebanyak itu, tentu tak bisa berjalan cepat. Bila kita percepat mungkin dapat menyusul mereka."

Tapi meski mereka mengejar hingga mentari sudah doyong ke barat tetap tidak menemukan kereta yang patut dicurigai, bila ketemu orang lewat, Kim Bu-bong lantas menyingkir dan Sim Long cari keterangan, soalnya tampang Kim Bu-bong yang aneh dan jelek itu mungkin menakutkan orang dan pasti tak mau memberi keterangan.

Namun sepanjang jalan usaha Sim Long juga selalu nihil, ada yang menjawab tidak melihat apa-apa, ada yang bilang pernah melihat kereta, ditegaskan kereta macam apa dan ada berapa? Bagaimana pula tampang kusir keretanya? Orang-orang itu hanya melongo saja dan tidak mampu memberi keterangan lagi.

Menjelang magrib hujan salju turun pula, terpaksa mereka mampir di sebuah pondokan di luar Lokyang, pengaruh bius di tubuh Cu Jit-jit sudah lenyap, maka dia rewel lagi kepada Sim Long, setelah Sim Long memberi keterangan betapa ruwet persoalannya, Jit-jit jadi melongo dan ngeri.

Penginapan di dusun kecil ini amat sederhana, setelah Kim Bu-bong menyodorkan sekeping uang perak, pemilik rumah baru mau memberikan dipan batu yang di bawahnya diberi perapian setiap orang menghabiskan beberapa mangkuk bubur daging sapi, Sim Long berbaring terus tidur, A To juga meringkuk di pojokan, tapi Jit-jit duduk di atas dipan yang keras itu, mengawasi selimut kapas yang kasar dan apak, terbayang yang dibakar di bawah dipan adalah tumpukan tahi kuda, nona cantik bertubuh montok dari keluarga hartawan ini mana dapat memejamkan mata.

Tapi kalau dia tidak tidur, tampang Kim Bu-bong sejelek setan itu selalu terbayang di depan matanya.

Melihat Sim Long dapat tidur nyenyak dan mendengkur, sungguh dongkol sekali Jit-jit, diam-diam dia membatin, "Orang yang tidak punya perasaan, masa tidur sendiri seperti ini?"

Saking dongkol dia buang selimut terus turun dan mendorong pintu, ia berjalan keluar, meski badan terasa dingin sampai menggigil, tapi melihat taburan bunga salju di udara sungguh pemandangan yang memesona.

Di kejauhan terdengar kentungan peronda, waktu sudah lewat tengah malam. Mendadak terdengar suara ringkik kuda dan kereta sayup-sayup terbawa angin dari kejauhan.

Terbangkit semangat Jit-jit, batinnya, "Mungkinkah mereka telah tiba, biar aku membangunkan Sim Long."

Tapi belum lenyap pikirannya, mendadak sesosok bayangan orang sudah melayang keluar lewat sampingnya, siapa lagi kalau bukan Sim Long.

Orang yang tidur paling nyenyak ternyata keluar paling cepat, entah senang atau gemas, Jit-jit mengomel di dalam hati, "Bagus, ternyata kau pura-pura tidur ...."

Baru saja dia hendak memanggil, bayangan seorang berkelebat pula di sampingnya, siapa lagi kalau bukan Kim Bu-bong.

Betapa pesat gerakan kedua orang ini, hanya sekejap sudah lenyap di balik tembok sana, sama sekali tidak bicara kepada Cu Jit-jit.

Dongkol sekali hati Jit-jit, pikirnya, "Baik, kalian tidak mengajak diriku, biar kukejar sendiri."

Padahal suara roda kereta dan lari kuda kini tidak terdengar lagi, Cu Jit-jit tidak jelas dari arah mana datangnya suara kereta tadi. Keruan ia gelisah. Mendadak dia ambil tusuk kundai dan dilemparkan ke tanah, ujung tusuk kundai mengarah ke timur, segera dia kembangkan Ginkang dan berlari ke timur.

Pendekar Baja / A Fanciful Tale of the Fighting World  (Wu Lin Wai Shi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang