Prolog

399 49 62
                                    

Matahari tersenyum cerah pagi ini.
Seakan mengajak makhluk bumi turut tersenyum bersamanya.
Walau apapun itu yang tengah dihadapi.
Tersenyumlah walau mungkin terasa pahit.
Dan bila dengan tersenyum, akan sedikit meringankan bebanmu.

**

Gadis itu sedang merapikan rambutnya yang sebahu dengan kelima jarinya. Rambutnya yang dicat orange itu terlihat melambai tertiup angin. Ia menjumput anak rambutnya ke belakang telinganya. Memperlihatkan tiga tindikan di telinga kanannya.

Sedang kelima jari lainnya menarik koper gambar kucing berwarna hitam itu.

Bibir merah cerahnya yang mungil itu terlihat sesekali membentuk seulas senyum yang manis.
Hatinya sedang dalam keadaan baik minggu ini. Sangat baik malah.

Dia memakai celana cardinan dengan jaket kebesarannya, serta tas hitam yang membuatnya terlihat sangat manis sekaligus tomboi disaat yang bersamaan.

Dia mengetukkan jari telunjuknya diatas pegangan kopernya, mendengarkan lagu dari earphone ditelinganya sambil terus tersenyum.

Kota Seoul memang selalu ramai, gumamnya sambil tersenyum manis. Entah sudah berapa kali dia terus tersenyum seperti itu. Bahkan didalam bus tadi, orang yang duduk di dekatnya saja sampai menggeleng kepalanya heran. Mungkin orang itu pikir gadis itu sedang dalam pemulihan. Apa maksudnya (?)

Ia merogoh saku celananya mengambil kertas berisi alamat yang sedang dicarinya.

Langkah kakinya terhenti di depan sebuah apartemen. Ia membaca sekali lagi alamat di kertas itu.
Aaahh maja, ini alamatnya. Batinnya dengan senyum lega.

Apartemen itu terlihat biasa saja dari luar. Meski kelihatannya sempit, tak apa sebab uang sewa apartemen ini termasuk yang paling murah disini. Jangan lupakan fakta kalau dengan dua tingkat itu, apartemen ini terletak didekat pusat kota Seoul, bukankah itu bagus (?)
Dan lagi jarak ke universitasnya juga tidak terlalu jauh.
Apartemen ini benar-benar sangat bagus untuknya.

Dia masih ingat benar, bagaimana ekspresi kedua orang tuanya saat dirinya mendapat beasiswa di salah satu universitas di Seoul. Mereka bahkan memeluknya dan menangis dihadapannya.

Bukan karena terharu, tapi karena khawatir bagaimana jika sesuatu terjadi pada putri mereka.

Mereka bilang bahwa kuliah di Busan sama saja dengan di Seoul. 'Tidak ada bedanya', itu yang selalu mereka katakan padanya. 'Menyebalkan', dan itu yang selalu dia katakan pada mereka.

Dan bukan tidak mungkin baginya untuk bisa masuk di salah satu universitas di Seoul sejak dulu. Tapi karena alasan itu penyebabnya, dia baru boleh kuliah di Seoul saat masuk semester keempatnya ini.
Ya tentu saja dengan cara merayu mereka. Bilang bahwa setidaknya disana ada kenalannya, dan hey dia sudah besar sekarang.

Gadis itu tersenyum miris mengingat bagaimana susahnya merayu kedua orang tuanya itu.

Dengan langkah santai, gadis itu menarik koper memasuki apartemennya dan segera mengistirahatkan badannya yang sudah sangat lelah.

Belum sempat dia masuk ke pintu apartemen didepannya itu. Sekitar seratus meter dari arah samping kanannya terdengar suara seseorang berlari. Diliriknya arah suara itu berasal, ternyata memang benar ada seorang pria tinggi berlari ke arahnya.

Gadis itu memperhatikan pria itu, mengikuti arah pandangnya yang jatuh pada benda persegi yang sedang dipegangnya. Terlihat seperti tengah mengetik sesuatu. Gadis itu mengernyit, memperhatikan pria itu dengan seksama.

Apa semua orang di kota ini begitu sibuk? Bahkan mereka mengetik sambil berlari, pikirnya.
Belum sempat dia berhenti dengan pemikirannya, pria itu dalam sekejap sudah berada dalam jangkauan lima meter darinya.

Langkah kaki pria itu terlalu lebar, sampai-sampai gadis itu membulatkan matanya saat dia hampir ditubruk oleh tubuh pria tinggi itu.
Meski hanya tersenggol sedikit, tapi bagi gadis itu lumayan keras untuk membuatnya jatuh dengan seukuran badannya yang kecil itu.

Dan lagi, gadis itu terjatuh tepat diatas keramik dengan pantat yang jatuh pertama. Sontak dia mengaduh kesakitan, meringis kala mengusap pantatnya yang terasa keram.

Pria yang menubruknya tadi sempat berhenti saat dirasanya mendengar suara dibelakangnya. Tapi, belum sempat ia berbalik melihat ke belakang ia segera berlari lagi kedalam sambil menepuk jidatnya.

Melihat pria itu melarikan diri, gadis itu melotot kearah larinya pria itu.

"Yya!! Dasar pria gila!! Aissh!! Apa dia tidak punya sopan santun, hah!!" geramnya sambil berusaha berdiri.

"Aduh, sakiiiit!!" ringisnya saat dirasa pantatnya keram bukan main. Dia mengambil kopernya yang tergeletak didekat kakinya.

Gadis itu mendongak kala suara ramah nan halus itu menyapa kedua telinganya. Seseorang yang tengah berdiri di depannya.
"Apa Anda baik-baik saja nona?"

T.B.C


Maaf ya kalau masih banyak typo-nya^^
Karna saya juga masih banyak belajar, jadi tolong bantu kasih kritik dan sarannya buat kelanjutan cerita saya ya,, terimakasih😊😊

Just One DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang