CHAP 5 - Sebuah Mimpi (2)

22 2 0
                                    

Hyomin mengelus telinga kanannya yang terasa panas. Setelah mengobrol dengan eomma-nya tadi, Hyomin kini sudah sangat tenang dari sebelumnya. Ia menghembuskan napas panjang, lalu mengibaskan tangannya di udara.

Ia melihat jam wekernya dan tersenyum miris. Sudah pukul tujuh lewat. Yang artinya ia mengobrol dengan ibunya sekitar dua jam lebih. Pantas saja telinganya sangat panas.

Ia beranjak dari tempat tidurnya dan segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Hari ini akan menjadi hari tersibuknya pertama di kota Seoul.

Setengah jam kemudian ia sudah selesai dengan kaos putih lengan panjang yang dibalut celana training, yang membuatnya semakin terlihat manis pada pagi ini.

Tak ingin membuang waktu, ia segera membereskan kamarnya. Kamarnya ini memang tidak seluas dari kamarnya di rumah. Tapi cukup muat untuk menyimpan barangnya, dan hei ini bahkan agak luas untuk ukuran sebuah kamar apartemen yang berbiaya murah.

Ia menyibak gorden yang berwarna biru laut itu. Ia berpikir pasti kamar ini juga baru dibersihkan. Lihat saja semuanya masih tertata rapi dan bersih. Yah hanya saja atapnya ada beberapa yang berlubang dan saklarnya agak macet, jadi harus ekstra tenaga untuk menyalakan lampunya.

Ia melihat pemandangan sungai Han di bawah sana dengan senyum yang mengembang. Ia menggerakkan kedua tangannya keatas sambil berjinjit. Ia tak henti-hentinya tersenyum. Hingga terdengar suara ketukan dari arah pintu.

Ia berjalan menuju pintu dan sempat mengira siapa yang mengetuk pintu sepagi ini. Ia mengira kalau itu nenek Jang atau kakek Jang. Tapi setelah dibuka ternyata bukan mereka.

Orang itu tersenyum kepadanya menunjukkan deretan giginya yang rapi dan bersih.

**

Hyomin' POV

"Hai", dia menyapaku dengan ramah. Dan jangan lupa orang itu tersenyum padaku hingga memperlihatkan lesung pipinya.
"Hai Kim Namjoon-ssi, selamat pagi." sapaku tak kalah ramah.

"Pagi Hyomin-ssi. Apa kau sudah sarapan?" ia bertanya padaku dengan masih tersenyum. Dia sepertinya benar-benar orang yang ramah.

"Eum, belum. Rencananya aku akan membeli di luar. Memangnya ada apa?" tanyaku sambil mendongak. Orang ini kenapa tinggi sekali sih.

"Kebetulan sekali, nenek Jang memanggil kita semua untuk sarapan di bawah."
"Jigeum?" ya ampun kupastikan leherku pasti tak bisa digerakkan setelah ini.

Ia mengangguk, senyumnya tak lepas dari bibirnya.
"Baiklah jamkanman", aku masuk kedalam kamarku lalu dengan cepat aku memakai sepatuku. "Kita turun sekarang?" tanyaku yang sudah keluar dan mengunci kamarku.
"Ayo"

Kami berdua turun kebawah. Hening beberapa saat, hingga tetangga baru-ku ini angkat bicara. "Jadi, bagaimana kau punya rencana hari ini, kan?" tanyanya padaku dengan menunduk melihatku.

Setelah ku kira-kira ternyata aku hanya sebatas pundaknya saja. Ya ampun, kenapa dia bisa setinggi itu?

Oh, aku baru ingat semalam dia yang memaksa untuk menemaniku membeli bahan makanan. Katanya agar aku tak tersesat, begitu(?)

Aku meliriknya sesaat lalu berdeham. "Iya, seperti yang sudah kau tahu semalam. Dan mungkin aku juga akan mengurus berkas-berkas kuliahku nanti."

"Baiklah setelah ini, kau mau langsung membeli bahan makanan?" tanyanya dengan nada yang ramah dan antusias(?)

"Begitulah."

"Eum-" ucapannya terpotong ketika Jung Hani memanggil kami dari arah pintu masuk apartemen.
"Selamat pagi Hyomin," sapanya sambil mengangkat tangan dan mengibaskannya, "dan selamat pagi Namjoon-ah". Aku melihat Jung Hani melirik sekilas ke arah Kim Namjoon.

"Selamat pagi eonni" sapaku dengan senyum yang mengembang.
"Pagi juga noona" kali ini Kim Namjoon menjawab dengan kedua tangan dimasukkan kedalam celana panjangnya. Dan jangan lupakan lesung pipinya itu. Ya ampun dia benar-benar tetangga yang baik rupanya.

Aku melihat eonni mengangkat sebelah alisnya saat melihat Kim Namjoon. Dan saat kulihat namja disebelahku ini sedang menautkan kedua alisnya. Apa yang sedang mereka lakukan? Apa mereka sedang-

"Bagaimana tidurmu semalam? Kau nyenyak Hyomin?" eonni bertanya padaku yang membuat lamunanku buyar.

Aku mengangguk sambil tersenyum padanya "Begitulah sangat nyenyak eonni,"
hingga aku bisa mimpi 'itu' lagi, Lanjutku dalam hati.

Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dari arah kamar nenek Jang, membuat kami menengok bersamaan.

"Apa yang sedang kalian lakukan disini? Ayo cepat masuk, makanan sudah siap," ucap kakek Jang yang masih memegang kenop pintu, "Hani, dimana adikmu? Kau belum membangunkannya?"

"Aku sudah mem-" ucapan eonni terpotong saat pintu kamar dari arah berlawanan terbuka yang memperlihatkan Hoseok dari dalam.

"Itu dia si kuda." ucapan eonni membuatku tak habis pikir dengan kedua kakak beradik ini. Apa seperti itu jika memiliki saudara?

T.B.C

Just One DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang