CHAP 4--Sebuah mimpi

69 12 6
                                    

Hyomin bangun dengan napas yang terengah-engah, ia mencoba duduk di tepi tempat tidurnya dengan tangan yang bergetar.
Ia memejamkan matanya sebentar sambil menghembuskan napasnya kasar. Mimpi itu lagi.
Kenapa aku terus memimpikan itu? Ada apa denganku? batin Hyomin frustasi.

Ia melihat jam weker yang ada di atas nakas samping tempat tidurnya. Masih pukul 5 pagi. Ia memijit pelipisnya pelan sembari menenangkan dirinya.

DRRRT..DRRTTT..

Ia mengambil handphone yang ada disamping jam wekernya melihat ID caller lalu menggesernya.

"Yeo--"
"Hyomiii!! Kemana saja kau,hm? Dari kemarin kenapa tidak mengangkat telfonmu!? Eomma dan appa-mu cemas memikirkanmu, kau tahu!?"

Suara nyaring eomma-nya dari seberang reflek membuatnya menjauhkan benda pipih segiempat itu dari telinganya.

Ah, benar ia sangat tahu bagaimana kedua orang tuanya itu yang over protective kepadanya. Bagaimana sampai dirinya berdebat hebat dengan mereka tentang beasiswanya ke Seoul. Dan ya benar kemarin ia memang lupa men-charger handphonenya karena kelelahan akibat makan malam penyambutan itu.

"Mm..eomma maaf kemarin aku sangat kelelahan dan ternyata handphoneku mati, jadi begitulah. Tapi tenang aku sangaaat baik-baik saja. Kalian tidak perlu mengkhawatirkanku, sekarang bahkan aku sudah mendapat tetangga baik pula. Mereka sampai menyambutku dengan makan malam bersama" ujar Hyomin panjang lebar dengan cerianya ditambah suara seraknya khas bangun tidur.

"Aigoo, apa kau baru bangun tidur? Astaga maaf Hyomin, eomma jadi membangunkanmu seperti ini. Kau pasti masih lelah, bukan? Kalau begitu istirahatlah lagi. Eomma akan menelponmu nanti." suara eomma-nya yang sarat akan khawatir.

"Geundae, aku masih rindu denganmu eomma. Lagipula aku sudah bangun sebelum eomma menelponku tadi." ucap Hyomin dengan bibir mengerucut ke atas dengan suara yang ia buat manja.

Dari seberang terdengar helaan napas eomma-nya.
"Apa kau tidur dengan nyenyak semalam? Kau masih mimpi 'itu' lagi, sayang?" tanya ibunya lembut yang membuat Hyomin tersenyum simpul.
Ia mengangguk yang pasti tidak akan diketahui ibunya di seberang sana.
"Eum, iya eomma aku mimpi buruk 'itu' lagi." jawab Hyomin dengan suara pelan. Ia tahu pasti eomma-nya itu sangat mengkhawatirkan dirinya, apalagi ia sekarang berada jauh dari orang tuanya.

Merasa tak ada jawaban dari seberang, Hyomin mendadak mulai gelisah. Ia takut kalau-kalau ia akan ditarik kembali ke Busan, hanya karena alasan tidak tega terhadapnya. Hyomin mulai berpikir dan--

"Eomma, apa yang eomma yang lakukan sekarang?" tanya Hyomin penasaran, senyum jail terlukis di bibirnya.

"Eomma, tentu saja sedang memasak. Memangnya ada apa?"

"Woaaah, eomma sedang memasak? Lalu bagimana dengan appa?"

"Appa-mu tentu saja masih tidur. Kenapa menanyakan appa-mu kau ingin bicara dengannya?"

"Aduuhh eommaaa, kenapa meninggalkan appa sendirian di kamal? Halusnya eomma ada di dekat appa sekalang telus membuatkan aku seorang adik yang lucuuuuu" ucap Hyomin dengan suara seperti anak kecil yang dibuat-buat.

"Ya!!" teriak eomma-nya tertahan. "Ck anak ini, jauhkan pikiran kotormu itu dari kepalamu!? Hah, kau sama saja dengan appa-mu. Ya ampun bagaimana bisa aku mempunyai anak sepertimu,huh!?" suara eomma-nya terdengar sangat kesal.

Hyomin bisa membayangkan bagaimana raut wajah ibunya sekarang. Ia sampai menggigit bibir bawahnya menahan tawa. Ia sangat suka membuat eomma-nya itu merona- oh tidak, lebih tepatnya merah padam.

"Wuaah, eomma kau menyakiti hatiku. Bagaimana bisa bicara seperti itu pada anak satu-satunya yang paling cantik dan manis ini"ucap Hyomin dengan suara sesedih mungkin.

"Kau ini memang pintar sekali ya, dasar anak nakal" ucap eomma-nya yang diakhiri dengusan kesal.

Hyomin akhirnya tak bisa menahan tawanya mendengar dengusan ibunya. Mereka mengobrol dengan santai hingga melupakan tentang mimpi 'itu'.

**

Just One DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang