Part 3 : It isn't a Dream

152 20 6
                                    

Apa itu benar?

Aku harus memastikannya.
Pas sekali! Kue buatan ibu ini bisa menjadi alasan kedatanganku.

"Tidak masalah kan, jika eomma meminta bantuanmu? Eomma akan bersiap-siap untuk pergi bekerja."
"Ya, eomma tenang saja aku akan mengantar bingkisan ini."

Aku segera keluar dari rumah setelah berpamitan dengan ibu.

Netraku menangkap sepasang manusia yang sedang duduk di teras rumahku. Park bersaudara. Aku hampir lupa kalau mereka disini.

Jimin menyadari kehadiranku lebih dulu, tatapannya tertuju pada bingkisan yang ada di tanganku.
"Ada apa?" Tanya Jimin setelah tatapannya teralih padaku.

Aku sedikit ragu untuk memberitahu mereka.

"Hm ... tadi ibuku membuat kue dan ingin memberikannya pada tetangga sebrang, tapi karena harus pergi bekerja jadi ibu menyuruhku untuk mengantarkan kue ini. "

"Rumah tetangga baru kita?" Tanya Chorong eonni yang hanya kubalas dengan anggukan.

Tiba-tiba perkataan Jimin di halaman belakang rumahnya kemarin melintas di pikiranku. Haruskah aku mengajaknya?

"Jimin-ie ..., kau mau ikut? Kau bisa bertemu dengan teman lamamu, kan?"

Jimin sempat berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk.
"Baiklah, aku ikut."

Aku tersenyum tipis lalu mengalihkan tatapanku pada Chorong eonni.
"Eonni mau ikut juga?"

Chorong eonni tidak langsung menjawab, dia memperhatikan jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
"Aku akan pulang, ada janji dengan temanku." Sahutnya sebelum bangkit berdiri.

Aku hanya mengangguk, lagi.

Jimin ikut berdiri dan langsung menyambar bingkisan di tanganku.
"Ayo kita pergi sekarang."

"Ayo," ucapku sebelum berjalan menyusul langkahnya.

Aku dan Jimin berjalan menuju rumah tetangga baru itu bersamaan dengan Chorong eonni yang mengendarai sepedanya pulang ke rumah.

Jantungku mulai berdetak cepat saat kami memasuki pekarangan rumah ini. Halaman rumahnya terlihat rapi dengan berbagai tanaman hias, menandakan bahwa rumah ini berpenghuni.

Kemudian, tanpa disuruh jantungku berdetak semakin cepat, tepatnya saat aku dan Jimin sudah menginjakkan kaki di depan pintu utama rumah ini.

Terbesit satu pertanyaan dalam benakku. Apa benar Yoongi sunbae tinggal di rumah ini?

Aku merasa sangat gugup bahkan tanpa sadar tanganku terkepal kuat. Kulirik Jimin di sampingku yang dengan santai menggerakkan jarinya untuk menekan bel rumah ini.

Beberapa detik berlalu, muncul suara dari dalam kemudian beberapa detik selanjutnya, pintu terbuka. Aku terkejut dan langsung menundukkan kepalaku.

Hening sesaat, lalu aku mendengar suara seorang wanita.
"Kau ... Park Jimin, kan?"

"Wah! Bibi masih mengingatku. Lama tidak bertemu, bi." Aku yakin itu suara Jimin. Kulihat dari ujung mataku Jimin membungkukkan badannya—memberi salam.

"Ah, ternyata benar! Ayo silakan masuk."

Aku masih berdiam diri menatap sepatuku hingga kurasakan Jimin menarik tanganku perlahan, dia membawaku masuk.

Netraku sempat menelusuri setiap sudut ruangan sebelum aku dan Jimin duduk di salah satu sofa ruang tamu.

Tidak ada satupun bingkai foto yang dipajang, mungkin mereka belum sempat memajangnya. Padahal aku bisa saja langsung mengetahui kebenarannya tanpa harus berlama-lama disini.

The Future [Sequel of The Past]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang