[7]

27.3K 2.8K 116
                                    

Keano sibuk mendribble bola basket di tangannya, sebelum akhirnya berhenti karena suara peluit yang ditiup Pak Reza, pelatih basket SMA Pelita bangsa, menggema di udara. Cowok itu berlari ke pinggir lapangan, lantas meraih botol minum yang Sacha berikan untuknya siang tadi dan menenggak air didalamnya.

Pandangannya nggak sengaja beralih ke Dylan di pinggir lapangan yang meraih sebotol aqua dari tangan Kara. Keano menatap semburat merah dan senyum gugup yang gadis itu tunjukkan pada Dylan dengan sedikit senyum. Sudah lama sekali sejak terakhir kali Kara terlihat seperti itu di muka umum. Keano tidak sadar betapa rindunya ia pada senyum itu sampai dia melihatnya hari ini. Bahkan, senyum yang waktu itu Kara tunjukkan di kantin pun berbeda dengan yang hari ini ia tunjukkan.

"Dylan beneran sama Kara, Ke?" tanya Jongga yang ikut meraih botol minumnya.

"Heem." Cowok itu menaruh kembali botolnya.

"Loh, perasaan, kemaren gue ngeliat dia sama Abelle, deh." Ujarnya. Keano meliriknya dengan tatapan tidak percaya.

"Masa?"

"Sumpah, gue nggak bohong. Tanya Alvin, deh. Kemaren dia juga liat kok. Makanya gue heran."

Keano tidak menggubris. Tatapan tajamnya tertuju pada Dylan yang tengah mengacak-acak rambut Kara.

Keano pikir, Dylan yang  akan membawa Kara jadi ceria kembali. Keano pikir, sudah saatnya Kara bisa se ceria dulu.

And he better did. Karena kalo nggak, siapa yang berani jamin Dylan nggak berakhir dengan luka robek dan tulang patah, atau berakhir kejang-kejang dan wasalam di kedai kopi setelah minum sama Keano?

"Ya tapi gue nggak tau sih, Ke. Mungkin mereka cuma ngobrol biasa atau si Abelle demen sama Dylan, gue nggak tau. Tapi gue saranin, mending jangan deh. Gue udah temenan sama dia dari SD. Gue tau banget, Ke, Kara itu tipe-tipe mainannya. Dia tuh, kepolosan."

"Hm."

"Yodah, main lagi yok." Cowok itu menepuk-nepuk bahu Kean, yang hanya disambut anggukan olehnya. Keano nggak bergerak dan hanya menatap Dylan dan Kara selama beberapa saat, sebelum akhirnya berbalik dan menghampiri team nya.

Dalam hati, cowok itu merutuk. Harusnya ia mengawasi Dylan sejak awal. Kalo gini kan, susah. Karanya udah baper. Mau diapain coba, kalo ternyata –amit amit jabang bayi– Dylan beneran cuma main-main?

Ah, goblok.

****

"Bye!" Kara melambaikan tangannya pada mobil Dylan yang mulai berjalan menjauh. Kara nggak tau harus apa. Dylan baru aja ngajak dia ngedate. Yah, ini emang udah ke-3 kalinya mereka ngedate secara resmi –bukan jalan jalan ngalor ngidul sepulang sekolah –tapi tetep aja Kara masih deg-degan. Senyum nggak pernah hilang dari wajahnya.

Dylan selalu tau cara memperlakukan dia dengan manis. Tau nggak sih, tipe-tipe manis yang bisa bikin lo diabetes. Unyu gitu.

Kara membuka pintu rumahnya, dan nyaris terperanjat ketika melihat Keano sudah duduk di kursi ruang tamunya.

"Abis dari mana lo?" tanyanya.

Kara mendelik. Moodnya jatuh seketika. Keano lagi-lagi ninggalin dia tanpa bilang apa-apa. Untung Dylan belum pulang dan bisa nganterin Kara. Kalo nggak, ya paling Kara masih di angkot sampe jam segini.

"Lo yang abis dari mana?"

"Gue– astaga gue lupa, Ra."

"Nggak apa-apa. Untung ada Dylan." jawabnya judes. "Kalo nggak, mungkin gue baru nyampe sini setengah jam lagi."

Keano nggak menjawab. Dia datang ke rumah Kara untuk hal lain, dan hal lain itu adalah perasaan Kara terhadap Dylan.

"Gue mau nanya sesuatu sama lo."

"Hm." dengan  cuek dia berjalan ke tangga dan menaikinya, membiarkan Keano menyusul.

"Serius, Ra."

"Ya tinggal nanya ajasi."               

"Lo suka sama Dylan apa nggak?"

Keano bodoh. Emang bodoh. Nggak perlu nanya pun dia tau apa jawabannya. Tapi tetep, dia butuh kepastian. Dia butuh mendengar kalimat itu dari Kara langsung.

"Basi pertanyaan lo." katanya. "Eneg gue denger kayak gitu."

"Ra lo lagi PMS ya? Marah-marah terus." ujar Keano. Kara nggak menggubris, sibuk mengomel dalam hati.

SIAPA JUGA YANG NGGAK KESEL DITINGGALIN, TERUS TIBA-TIBA MUNCUL DI RUMAH DAN NANYAIN PERTANYAAN NGGAK PENTING KAYAK GITU, HAH?!

"Iya kali."

"Hm," Keano menggumam. "Jadi suka apa nggak?"

"Ya nurut ngana?"

"Gue serius, Ra."

"Ya gue juga serius nyet."

"Ya udah sih tinggal jawab aja suka apa nggak? Ribet banget." Keano ikut-ikutan judes.

"Emang kalo gue suka sama Dylan terus urusannya apa sama lo, hah?"

Keano terdiam sesaat. Sudah ia duga. Kara memang menyukai Dylan. Tamat lah sudah.

"Gue mau lo jauhin Dylan." katanya pada akhirnya.

Kara yang semula membelakangi Keano mendadak berbalik dan memperlihatkan senyum sarkastiknya yang sangat menyebalkan di mata Keano. "Apa?" tanyanya tak percaya.

"Jauhin Dylan."

"Lo nggak masuk akal."

"Gue nggak suka lo deket-deket Dylan."

"Apa sih, Keano?" tanyanya frustasi. "Lo tuh nggak jelas. Kemarin mau nyomblangin apa segala, sekarang nyuruh gue ngejauh. Mau lo apa?!"

"Mau gue lo ngejauh dari Dylan."

"Kasih gue satu alasan kenapa gue harus ngejauh dari Dylan." gadis itu berkacak pinggang.

"Dia nggak sebaik yang lo kira." katanya.

Kara mendengus. "Lo tuh, halu, ya?" tanyanya. "Lo sendiri yang bilang dia niat usaha sama gue. Pake beli-beliin cupcake segala. Lo sendiri yang bilang."

"Tapi Ra, dia tuh –"

"Apaansih lo tuh nggak jelas banget tau nggak. Ninggalin gue, terus tiba-tiba dateng dan ngajak ribut kayak gini. Lo kenapa sih?"

"Ra, gue kasih tau sama lo ya. Dylan tuh –"

"Lo apaan sih? Nggak usah deh ya jadi ngejelek-jelekin di depan gue. Nggak akan ngerubah cara pandang gue juga."

"Ra lo tuh bebal banget tau nggak sih?!" Keano akhirnya ikut-ikutan frustasi.

"Emang."

"Ya lo bisa nggak sih kalo dikasih tau sama orang tuh deng –"

"Udah deh ya gue lagi nggak mood mau ribut sama lo. Gue capek."

"Ra –"

"Keluar dari kamar gue sekarang."

Dan dengan satu kalimat itu, Keano keluar dari kamar Kara dengan wajah masam. Dia salah. Harusnya Keano nyari bukti dulu sebelum ngadu sama Kara.

Di kamarnya, Kara cuma bisa bengong.

Keano nih, kesurupan setan apa lagi sih?

****
Ya halaw. Sorry for the short part. Ku mau membiarkan Kara sama Keano musuhan til next week jd kupotong disini.

Anyway, happy monday. Gue kenyang ngapalin perlawanan abad 19 dan kolonialisme tapi ulangannya diundur. Y. Gpp.

Tertanda,

Istri mas Joongki yang shalehah.

TinkerbellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang