Bab XIII : Solitary Confinement

75 7 0
                                    

Bzzzz....Bzzzz...

Sekarang jam setengah 11 malem, dan suara telfon gua agak ngalihin perhatian dari paper gua yang nyaris selesai.

"Nexus, tolong paper gua di-paraphrase ya. Gua jawab telfon sebentar."

"Siap, Ris."

Gua pun jalan ke dapur dan masak air anget buat kopi.

"Halo?"

"Aris? Kamu udah sampe rumah? Gimana minggu lalu trip-nya?" kata suara di seberang telfon begitu gua pencet tombol jawab.

"Udah bun, tapi dari arsip kegiatan Orsis kemaren ada paper yang belom selesai jadi Aris selesain dulu bun, nanggung."

"Ooh, okay. Bunda juga baru balik dari Kyoto gara-gara ada urusan kantor. Ini baruuu aja nyampe rumah. Oh, iya. Dira mana? Udah tidur?"

"Udah, kayaknya. Dari kamar nggak ada suara." kata gua. Bunda abis dari Jepang? Kok nggak ngomong apa-apa dah.

"Hahahaha, kamu tidur di sofa terus dong jadinya?" tanya Bunda.

"Iya, mau gimana lagi."

Lalu Bunda mulai ngomong tentang ini-itu dan keinget pas doi masih SMA. Di sela cerita Bunda, gua ngeliat pintu kamar kebuka, dan Dira jalan lemes ke arah kamar mandi.

"Oi. Sini. Ada yang mau ngomong."

"Hmm?" gua langsung ngasih hapenya ke Dira dan nuang kopi ke gelas. Dira langsung maksain diri buat nggak kedengeran ngantuk, dengan alasan lagi maskeran makanya nggak bersuara.

"Ah, oke Tante. Iya, iya. Iya, nanti Dira sampein deh. Oke. Sama-samaaa."

"Ris, besok pagi kita disuruh ke rumah Dago. Disuruh dateng aja gitu pokoknya." katanya sebelum masuk kamar mandi, keluar dan masuk kamar lagi. Setelah nyelesain beberapa hal, gua pun langsung tidur di sofa.

Tapi kayaknya tidur gua nggak terlalu lama. Gua kebangun aja gitu. Nggak tau kenapa, rasanya disini panas, lebih panas dari biasa. Mungkin karena gua abis dari tempat yang dingin. Ah, gua pengen ngadem. Gua kira malahan gua tadi ngelindur.

Gua ngebuka pintu kamar dan ngedorong Dira.

"Minggir, aku mau ngadem." kata gua sambil narik bantal. Dira ganti nyenderin kepalanya di dada gua dan meluk gua lembut.

"Kita udah lama loh nggak tidur kayak gini."

"Kirain udah tidur."

"Tadinya udah. Gara-gara kamu jadi ilang ngantuknya."

"Sori deh." Gua naro tangan kiri gua di kepalanya dan ngelus pelan rambutnya yang baru dipotong sebahu.

"Ris..." katanya sambil meluk gua lebih erat. "You know i like you. And i know you like me. Apa nggak seharusnya kita lanjutin ke fase yang lebih serius?"

"Katanya kamu nggak suka yang serius."

"Ini serius, Ris."

"Tenang, aku juga serius. Kayak gini!" kata gua sambil muter balik posisi jadi diatas dan ngelitikin Dira.

"Kyahahahahah!!! Adududuh!!! Ahahahahahah!!! Geli, ih!" teriak Dira. Dia nggak bisa bertahan lawan jurus kelitikan gua yang gua pelajarin di Himalaya. Nggak, bercanda.

Sehabis itu, ada keheningan yang melegakan. Terus gua ngeliat mukanya. Dira cuman make kaos singlet doang, jadi selain itu gua bisa ngeliat, you know, banyak hal. Dan dia tau mata gua jalan kemana-mana.

"Like what you see?" tanya Dira bercanda.

"Jelas." jawab gua. Dira ketawa lebar, ngeliatin gigi putih rapih yang menawan. Thanks to two, no, three whole years of behel, of course. Lalu lehernya yang keliatan alluring, dan hal-hal kecil lainnya yang bikin orang nelen ludah.

The Jomblo Detective (break)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang