EPISODE 00 - Keputusan Dadakan Atau Memang Sudah Takdirnya?

43 3 2
                                    



Mysha's POV

Aku terbangun karena suara berisik dari luar kamarku. Dengan kesal aku meraih ponsel yang kuletakkan di rak built-in di atas kepalaku. Ketemu! Cahaya ponsel seketika menyilaukan mataku ketika aku menekan tombolnya.

Gila, ini baru jam setengah lima!

Tunggu...

Sial, sial!

Dengan cepat aku berjalan menuju kamar mandi. Tidak keburu jika aku mandi. Alhasil aku hanya menyikat gigi, mencuci muka dan membasuh kedua ketiakku lalu memakai baju yang untungnya sudah kusiapkan semalam. Ini bukan pertama kalinya aku mandi kilat, jadi aku tidak masalah. Hanya saja... aku jadi tidak punya waktu banyak untuk berjalan-jalan di sekitar kost untuk yang terakhir kalinya.

Sepuluh menit kemudian supir taksi yang kupesan menelponku dan mengatakan bahwa ia sudah sampai di depan kost.

Aku menghela napas, menyesali keputusanku yang memesan tiket pesawat pagi. Padahal aku belum sempat sarapan di nasi soto langgananku. Ah, aku pasti akan merindukan nasi soto itu. Lupakan soto ayam yang membuatku mulai merasa lapar.

Supir taksi menutup bagasi belakang saat aku baru duduk di kursi penumpang. Aku memandangi kost yang sudah empat tahun aku tinggali dari balik jendela mobil. Entah mengapa aku merasa sedih karena akan meninggalkan tempat ini. Namun di balik itu, sebenarnya ada yang jauh lebih menggangguku.


Empat belas hari yang lalu...

Aku membuka pintu lalu keluar dari dalam ruangan. Koridor sedang sepi, lalu aku memutuskan untuk duduk di salah satu kursi di lorong.

Barusan aku habis bertemu dengan bagian administrasi untuk mengurus pengunduran diriku. Sebagai mahasiswi tingkat akhir jurusan Sastra Indonesia di perguruan tinggi swasta.

Aku sendiri tidak tahu alasannya kenapa aku keluar di semester delapan ini, padahal nilaiku selama ini baik-baik saja, bahkan bisa dibilang bagus. Tidak mudah mendapatkan persetujuan untuk mengundurkan diri, aku bahkan harus mendengarkan ceramahan dari bagian bimbingan konseling kampus.

Tapi bukankah aku yang bertanggung jawab atas keputusan yang aku ambil sendiri? Aku bisa melakukan apa saja yang aku inginkan. Bukankah begitu?

Sekarang setelah aku benar-benar sudah berhenti menjadi mahasiswi, aku merasa lega sekaligus cemas. Pada awalnya aku memang sangat yakin dengan keputusan ini, tapi kenapa sekarang aku merasa ada yang salah?

Benarkah keputusan yang ku ambil ini?


end of flashback...


Aku sudah duduk di ruang tunggu bandara dengan segelas besar es kopi di tangan dan novel di pangkuanku. Barusan ada pengumuman kalau pesawat yang akan membawaku ke Jakarta mengalami delay satu jam. Mood membacaku hilang begitu saja, jadi aku memutuskan untuk memasukkan kembali novel, yang sudah kubeli dari sebulan yang lalu, ke dalam tas dan mengambil iPod sebagai gantinya.

Aku memasangkan earphone di kedua telinga dan tak lama suara Demi Lovato mulai mengalun lembut di telinga. Mencoba untuk mengubah mood yang mulai buruk agar tidak semakin memburuk...

- K A F E L A T T E -

Banyak sekali perubahan yang terjadi selama empat tahun aku meninggalkan Jakarta. Tapi kemacetannya sama sekali tidak berubah, malah menjadi-jadi. Mobil taksi yang membawaku dri bandara mulai memasuki daerah Bintaro. Aku mengecek sekali lagi alamat yang tertulis di kertas post-it yang sedari tadi tidak lepas dari genggamanku.

KAFELATTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang