Mulai minggu ini KAFELATTE di-up tiap hari Jumat sama Sabtu (kalo gak ada halangan yah ^^). Jangan lupa, please komen. Komentar / kritik / saran / ide cerita / apa aja bakalan bikin Author bahagia dan makin semangat buat nulis.
selamat membaca ^^
Mysha's POV
Aku terkejut melihat Arven di depan rumahku. Aku memukul lengan Arion, meminta penjelasan namun dia hanya mengangkat bahu. Aku nggak pernah kasih alamatku ke Arven, nggak mungkin kan ujug-ujug dia muncul di sini tanpa ada yang kasih tau alamatnya? Ini pasti kerjaan si Arion! Liat aja dia nanti!
Sekarang aku tidak tahu harus bilang apa ke Arven. Salahku sih karena menghindarinya terus-terusan, aku jadi ngerasa canggung gini. Di kepalaku muncul skenario pembicaraan aku dan Arven, tapi nggak ada satupun yang bagus. Ngeliat dari sifatnya Arven yang temperamental tapi gampang berubah-ubah, aku nggak tau apa yang akan terjadi nanti.
Dengan malas aku keluar dari dalam mobil dan berjalan kea rah Arven yang sedang berdiri bersandar di mobilnya, dengan kedua tangan terlipat di dada. Di jidatnya sudah tertulis jelas 'udah nunggu lama pake banget'.
"Lo bisa tinggalin kita bentar nggak?" pinta Arven begitu Arion keluar dari dalam mobil. Aku hampir tertawa karenanya melihat Arion yang melongo karena baru keluar dari mobil tapi udah diusir.
"Ehem..." aku sengaja berdeham, supaya Arven menyadari di sini aku yang bisa memutuskan sesuatu, bukan dia. "Arion nggak perlu pergi dari sini. Kamu mau ngomong apa? Omongin aja di sini, sekarang juga, dan nggak pake lama. Aku sama Arion masih banyak kerjaan." Aku memasang tampang defensive, pura-pura berani padahal sebenernya enggak. Ngeri juga kalo cuma berdua doang sama Arven yang tampangnya nggak bersahabat banget itu. Aku pernah denger dulu, dari siapa gitu lupa, Arven kalo udah marah katanya syerem banget. Buat jaga-jaga aja aku nggak bolehin Arion kemana-mana. Lagian dia mau ngomong apaan sih?
Arven menarik lenganku dengan kasar sampai aku refleks memekik kesakitan.
"Ven, jangan kasar gitu." Arion menarik lenganku dari genggaman Arven. Aku langsung melepas tanganku dari genggaman Arion.
"Aku nggak percaya kamu langsung pergi ke pelukan cowok lain, terutama cowok itu Arion, saudara kembar aku sendiri. Persis kayak enam tahun yang lalu!"
"Whaaaat?" Aku terkejut. Ada apa tiba-tiba bahas enam tahun yang lalu? Dan seinget aku juga nggak ada adegan tarik-tarikan kayak gini, enam tahun yang lalu.
"Please, deh, Ven, kamu udah tua, jangan kayak anak-anak begini!"
"Bro, kita udah pernah bahas ini. Dari awal gue udah bilang sama lo kita main adil aja. Kita bisa merebut hati Lula dengan cara kita sendiri. Kenapa lo jadi terkesan kayak nyalahin gue atas sikap semena-mena lo ke Lula? Lo sendiri yang ninggalin dia. Dan waktu itu lo nyalahin gue, sekarang lo mau nyalahin gue juga?"
Aku bisa merasakan ketegangan diantara Arven dan Arion, namun yang jadi permasalahan di sini adalah aku. Aku menyadarinya sekarang, merenggangnya hubungan mereka enam tahun yang lalu adalah karena diriku. Ini juga aku denger-denger dari temen-temen komunitas yang aku dan mereka bedua ini ikutin, kalo Arion sama Arven saling diem-dieman kayak nggak kenal. Mereka juga bukannya nggak ada hubungan darah, mereka saudara kembar. Masa iya cuma gara-gara cewek doang mereka jadi kayak gini? Dan cewek itu aku! Bukannya kepedean atau gimana, tapi, astaga! Seorang aku doang? Tapi jujur saja, alih-alih merasa senang aku malah terbebani dan sama sekali nggak suka.
"Sebelum kamu ngomong, aku duluan yang mau ngomong sesuatu. Buat kalian berdua." Aku menelan ludah susah payah saat keduanya menatapku dengan tatapan seperti akan menelanku bulat-bulat. Apa salah hamba ya Tuhan, mengapa hamba harus mengalami hal seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
KAFELATTE
RomansaDua perempuan dan satu orang laki-laki dengan latar belakang dan problema masing-masing tinggal di satu atap! Mereka yang sama-sama sedang krisis harapan kemudian menemukan perspektif baru mengenai dunia yang belum pernah mereka ketahui sebelumnya. ...