Mysha's POV
Aku terbangun dan langsung mengambil ponsel yang ternyata terselip di samping punggungku. Sudah jam tujuh lewat. Semalam aku sampai di hotel pukul sebelas malam dan langsung tidur. Aku memejamkan mata, banyak hal berputar di kepalaku sekarang, termasuk rencanaku membangun kafe dengan usahaku sendiri. Tapi kemudian aku mulai merasakan keraguan dengan keputusanku ini.
Haruskah aku kembali saja ke Minesotta?
Tidak, sampai matipun aku tidak akan pulang ke rumah Papa.
Atau aku pindah lagi ke daerah lain? Bali misalnya?
Tidak! Masa aku terus-terusan melakukan sesuatu setengah-setengah.
Aku menarik selimut sampai menutupi hidungku, masih ingin tidur sedikit lebih lama. Lebih baik aku tidur lagi dan memikirkan semuanya lagi nanti.
Tapi aku teringat, waktu sarapan yang disediakan pihak hotel akan selesai.
Tapi aku merasa malas untuk beranjak dari kasur yang empuk dan nyaman ini.
Tapi aku yakin perutku sebentar lagi akan berontak minta diberi asupan.
Tapi aku memutuskan untuk tidur tiga puluh menit lagi.
Tiga jam kemudian...
Dering ponselku berbunyi, membuatku terkejut dan langsung membuka mata. dengan susah payah Tanpa melihat siapa yang menghubungi, aku langsung menjawab panggilan.
"Halo..." aku membuka panggilan dengan suara serak.
"Lula, masih tidur?"
"Hah? Iyah..." dengan mata yang terasa berat, aku ingin cepat-cepat menyudahi panggilan telepon ini dan kembali tidur.
"Ini udah jam sebelas, loh."
"Uh-uh... terus kenapa?"
"Kita janjian ketemu jam sepuluh. Aku udah nungguin kamu sejam nih."
"Oh gitu ya." Aku mengedip-ngedipkan mata, mengusir rasa kantuk yang kian terasa. "APAAA?"
Seketika aku bangun dan membelalakkan mata. Sial, sial. Astaga kenapa aku bisa seceroboh ini?
Terdengar ledakan tawa di seberang sana dan membuat kesadaranku sepenuhnya muncul. Dengan tangan kananku, aku mengucek-ngucek mata, lalu memeriksa jam di ponsel untuk memastikan.
Benar, sudah jam sebelas.
"I'm so sowwwryyyy Arven, aku ketiduran padahal tadi pagi 'dah bangun." Aku meringis. Arven di seberang sana masih belum bisa menghentikan tawanya. Sebel deh. Dia pasti mengganggu orang-orang di sekitarnya dengan tawa hebohnya itu.
Aku memijit kening yang terasa sedikit pening. Tiba-tiba bangun begini selalu membuat kepalaku pusing. Aku berpikir, dari sini ke Sudirman butuh waktu berapa yah? Jalanan Jakarta nggak pernah bisa diprediksi. Dan aku juga belum mandi dan bersiap-siap. Sarapan juga belum. Ah, aku ketinggalan jam sarapan hotel.
"Ya udah kamu mandi dulu sana. Aku nungguin kamu di kedai kopi nggak jauh dari hotel kamu, kok. Aku daritadi chat LINE kamu nggak dibales-bales."
Astaga! Baik sekali Arven.
"Hehehe... okee aku siap-siap dulu. Tiga puluh menit! 'Kay?"
"Okay."
Lima puluh menit kemudian...
"Venaaaa!" aku berlari menuju meja tempat Arven sedang sibuk berkutat dengan laptopnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAFELATTE
RomanceDua perempuan dan satu orang laki-laki dengan latar belakang dan problema masing-masing tinggal di satu atap! Mereka yang sama-sama sedang krisis harapan kemudian menemukan perspektif baru mengenai dunia yang belum pernah mereka ketahui sebelumnya. ...