Bab. 4 : Memburu Kawanan Hek Bin Mo

1.7K 32 0
                                    

Tak lama kemudian, Tan Hong dan Siok Lan melayang turun ke dalam kamar itu. Tanpa memandang kepada kedua korban itu, Tan Hong lalu mengeluarkan dua buah kantong kuningnya dari saku baju dan mengisi kantong itu penuh-penuh dengan uang perak dan emas yang bertumpuk di atas meja, bahkan ditambahnya pula dengan uang perak yang tersimpan di dalam lemari. Ketika ia telah selesai dengan pekerjaannya dan menoleh kepada Siok Lan, ia melihat betapa gadis ini berdiri bagaikan patung memandang kepada dua orang itu. 

Wajah gadis itu memperlihatkan perasaan iba kepada mereka. Tan Hong memandang kepada mereka dan melihat bahwa kedua orang suami isteri itu mempunyai wajah yang baik dan sabar, mempunyai watak yang baik dan tidak kikir. Akan tetapi ia tidak memperdulikan semua ini dan segera memegang tangan sumoinya untuk diajak pergi dari situ. Siok Lan tidak berkata apa-apa, akan tetapi segera ikut melompat keluar dari kamar itu dengan wajah masih menyatakan tidak tega dan tidak senang. Ketika mereka tiba di luar, ia berkata kepada Tan Hong, "Tan-suheng! Betapapun juga aku tidak suka melihat pekerjaanmu ini."

"Mengapa, sumoi?" tanya Tan Hong dengan tenang. "Kuanggap terlalu kejam!"

"Mengapa kejam? Bukankah kau sendiri yang mengusulkan tindakan itu dan totokan kita itu tidak berbahaya, dan paling lama satu jam lagi mereka akan sadar kembali tanpa menderita sakit?"

"Bukan itu maksudku. Tapi ketika aku melihat wajah kedua orang itu, aku merasa pasti bahwa mereka adalah orang-orang yang baik hati. Kini uangnya kau curi, bukankah mereka akan merasa kecewa dan sedih? Suheng ... ! Kau begitu tega membuat orang lain menderita sedih?"

Tan Hong tersenyum. "Sabarlah, sumoi, dan jangan kau berlaku kepalang tanggung. Marilah ikut aku dan saksikanlah sendiri pekerjaanku yang kauanggap kejam dan hina ini sampai selesai. Kalau sudah selesai, barulah kau boleh memberi komentar dan kritik."

Biarpun masih merengut, namun Siok Lan menganggap bahwa ucapan ini benar juga, maka ia terus mengikuti pemuda itu menuju ke dusun-dusun. Alangkah bedanya keadaan di kota dan di dusun. Pada saat itu, bulan telah muncul setengah dan dari atas genteng Siok Lan dapat melihat jelas perbedaan ini. Baru genteng-gentengnya saja sudah jauh berbeda. Kalau rumah-rumah di kota tinggi-tinggi dan mempunyai wuwungan serta genteng yang kokoh kuat dan berwarna merah, adalah rumah di dusun-dusun jarang yang mempunyai genteng dari tanah. Kebanyakan hanya dipasangi daun-daun kering sebagai atap dan rumah-rumahnya rendah lagi kecil pula. Jika dibuat perbandingan, agaknya kandang kuda para hartawan di kota jauh lebih besar dan bagus daripada rumah orang-orang kampung ini.

Apalagi ketika itu kemiskinan sedang merajalela akibat bencana alam yang mengamuk dan yang paling merasakan akibatnya adalah orang-orang miskin ini.

Biasanya, apabila melakukan pekerjaan membagi-bagi hasil curiannya, Tan Hong tidak banyak memilih dan melemparkan potongan perak begitu saja dari atas atap ke atas pembaringan orang, akan tetapi kini ia sengaja membuka atap dan minta supaya Siok Lan menengok ke dalam. Tergetar juga hati Siok Lan melihat tubuh orang-orang yang kurus kering dengan pakaian tambal-tambalan serta dalam keadaan rumah yang benar-benar kosong dan miskin menyedihkan, tidur meringkuk kedinginan oleh karena mereka tidak mempunyai selimut untuk melindungi diri dari serangan angin yang dapat masuk melalui celah-celah bilik mereka yang bobrok.

Tan Hong sengaja melemparkan uang perak ke atas pembaringan dengan mengerahkan tenaga hingga uang itu menimpa papan pembaringan mengeluarkan suara keras.

Biasanya ia melempar dengan perlahan hingga tidak mengagetkan tuan rumah dan kebanyakan, mereka yang mendapat bagian ini pada keesokan harinya baru akan dapat melihat potongan uang di atas pembaringannya.

Karena suara nyaring yang ditimbulkan oleh bantingan uang di atas pembaringan itu, orang-orang yang tidur di dalam kamar menjadi terkejut dan terbangun. Alangkah kaget mereka ketika melihat tiga potong perak yang bercahaya di dalam gelap. Mereka segera menyalakan lampu minyak dan ketika melihat bahwa barang berkilau itu benar-benar uang perak, semua orang lalu merubung dan dengan mata terbelalak memandang.

Maling Budiman Berpedang Perak (Gin Kiam Gi To) - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang