Epilog

248 14 17
                                    

________________________________________________________________________________

#A letter

Kau tahu apa yang sudah kulakukan untukmu ? Banyak sekali, aku melakukan banyak hal hanya untukmu, park hyeo jin. Bahkan aku merencanakan hal yang sangat tidak masuk akal hanya untukmu.

Aku salah? Ya, aku memang selalu salah. Bahkan aku telah salah mengambil jalan untuk bisa bersamamu, yeojin-ah.

Bahkan aku telah salah memaksamu untuk mencintaiku bukan sebagai kakakmu.

Perasaan yang telah membutakan seluruh hidupku, aku terlalu bodoh untuk menganggap itu cinta.

Tapi nyatanya itu bukan cinta,

Aku terlalu takut karena kau selalu dikelilingi oleh sesuatu yang seharusnya tidak sepadan denganmu.

Dengan manusia, seperti kita.

Aku terlalu menghawatirkanmu, dan kuakui segala yang kulakukan untukmu itu semuanya adalah hal terbodoh dan tergila yang sudah kulakukan.

Ayah dan ibu tiada karena kebodohanku, dan bahkan kau pun pergi karenaku, adikku.

Mungkin shin ji hwan adalah sosok yang tepat yang seharusnya lahir dikeluarga ini dibanding aku.

Maafkan aku

________________________________________________________________________________

KRRSKKK........Krskkk.............krsk........

Ji hwan mengeratkan genggaman tangan bersama secarik kertas yang barusan dibacanya, secarik kertas yang berisikan pesan terakhir dari mendiang nam joon yang semenit lalu membunuh dirinya sendiri dengan terjun bebas dari lantai tiga atap rumahnya.

Ji hwan yang juga seperti orang gila menenteng tubuh gadis yang sudah tak bernyawa itu diatas ranjang tempat tidurnya berlumuran darah karenanya, baskom darah berceceran dengan lap handuk yang terus diperasnya. Wajah dingin yang juga bersimbah darah dari sudut mata, telinga , juga hidung maupun sudut bibirnya.

Semua belum terlambat, belum. Batin ji hwan dalam benaknya. Bibirnya yang dipenuhi darah dari taringnya terus menggigit leher yeojin yang tersisa. Dan beberapa jam telah berlalu, lingkungan luas itu sepi dan bau darah ada dimana mana. Dalam keputus asaanya ia kembali meneteskan air matanya. Memeluk erat mayat yang telah dingin. Menangis sejadinya. Tidak adalagi harapannya untuk melanjutkan kehidupan. Tubuh yang dipeluknya erat itu perlahan berkapur, dan memuai, berubah menjadi debu dan menghilang terbawa angin. Membuatnya terjatuh dalam baringan ranjang dan melelapkan kedua matanya.

--------------------------------------------------------------------------------

"oppa..''

Suara seorang wanita yang memanggilnya dengan sebutan kakak itu membuatnya menoleh mencari sekeliling. Berlarian kesana kemari namun nihil.

"aku disini'' ucap yeojin, yang tiba tiba sudah berada dibelakang dan memeluk punggungnya.

"kajima...'' lirih ji hwan. Karena hanya itulah yang terbesit dalam fikirannya.

''tempat tinggal kita bukan disini kak''

Ucapannya barusan berhasil membuatnya hening beberapa saat. Membuatnya membalikkan tubuhnya dan memeluk erat yang sebenarnya. Tubuh wanita yang dihadapannya itu tampak mengenakan gaun putih yang cantik dengan kabut yang juga mengelilinginya.

''apa maksudmu? Kita tidak akan berpisah kan?''

Yeojin menggeleng, mengangkat tangan kanannya dan menunjuk kearah satelit besar yang tampak terlihat lebih besar. Sementara itu ia mengaitkan tangan yang lain dan menempelkannya ke dada kemudian tersenyum dan ambyar menghilang dengan jejak kabut putih yang ditinggalkannya.

"ANDWAEEEE!'' ji hwan terbangun dari tidurnya. Suasana telah berubah gelap, yang tadinya siang telah berubah menjadi malam dan bulan telah bersinar dibali kaca jendela yang terletak disebelah kamarnya. Cahaya biru yang terus bersinar dari sebuah kotak penyimpanan tempatnya meletakkan kristal membuat ia kembali memikirkan mimpinya.

''aku mengeri, yeojin-ah'' ucapnya yang lalu melangkah mendekat menuju kotak yang disimpannya itu. Meraihnya dan berjalan keluar.

Benar, kabut putih itu turun seperti memberikan jalan untuk ji hwan yang telah berubah menjadi sosok yang berlensa meraih tanpa bisa kembali merubahnya. Wajah yang pucat dan dingin itu mengikuti alur dan akhirnya tiba disebuah tempat dalam dimensi yang lain.

"oppa.."

Kedatangannya disambut dengan pelukan hangat yang terlempar dari sosok wanita anggun dengan dres putih yang bersinar dan menjuntai panjang yang dikenainya, dengan tatanan rambut bak jiwa yang murni namun dengan lensa mata yang berwarna kemerahan. Dia telah berubah menjadi vampir sepertinya dan menjalani kehidupan yang seharusnya seperti takdir yang telah tergaris dalam kehidupannya.

_TAMAT_


____________________________________________________________________

note : end, kelar ya utang guw. bye on my next story~ annyeong!

ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang