Dumb and Dumber: Hyungie
.
.
.
Jeon Jungkook sudah siap di depan cermin. Mengenakan kemeja armani berwarna putih dan jeans levis hitam panjang serta sepatu timberland-nya. Ia tersenyum saat menatap refleksinya. Berbalik mematut sekali lagi di depan cermin sebelum beranjak keluar kamar setelah meraih tas ranselnya.
Ibunya sempat berteriak untuk sarapan saat ia hendak membuka pintu depan. Jungkook terdiam sebentar, menimang berapa waktu yang diperlukan untuk sarapan sedang ia harus buru-buru untuk mengejar jam praktikumnya yang dimulai tigapuluh menit lagi. Karena itu ia berbalik untuk mengambil dua helai roti selai cokelat dan mengamitnya di mulut lalu berteriak untuk berpamitan.
Jungkook mengunyah rotinya cepat sambil membuka pagar rumahnya tergesa. Tersentak kaget saat mendapati seorang bocah yang berdiri tepat di depan pintu pagar tengah menatapnya. Kedua mata bocah itu ikut mengerjap kaget, sebelum kemudian sudut bibirnya terangkat naik mengulas senyum kotak andalannya. "Annyeong hyungie~"
Jungkook mengusap alisnya canggung. "Oh, annyeong Tae-ah,"
Senyum itu masih terlukis begitu menawan. Bocah bernama Kim Taehyung itu mengangkat kantung plastik yang sejak tadi dibawanya. "Apa Jeon-ahjumma di rumah? Mama menyuruhku mengantar ini."
"Eomma di dalam kalau kau mencarinya." Jungkook menatap rolex yang melingkar di pergelangan tangannya. Semakin gusar saat jarum jam itu terus bergerak ke kanan. "Dan maaf aku tidak bisa mengantarmu, kau bisa mencari eomma sendiri kan? Aku harus ke kampus."
Kedua mata Taehyung tiba-tiba berkilat penasaran. Tetangga sebelah rumahnya itu maju beberapa langkah mendekati Jungkook dengan sedikit kesusahan karena coat kuningnya yang panjang hampir menyentuh tanah. "Apa hyungie akan sekolah?"
"Begitulah?" Jawab Jungkook separuh kaget saat bocah itu mengamit kemejanya dan menginjak sepatunya dengan sandal rumahnya yang lembut.
"Tae juga ingin pergi ke sekolah!" Taehyung berseru nyaris berteriak. Wajah bocah itu tiba-tiba merengut sedih. "Tapi Mama bilang Tae harus berusia...enngg..." Ia mengangkat jari-jarinya yang mungil ke atas menunjukkan angka tujuh. "Usia tujuh untuk pergi ke sekolah, apa benar begitu?"
Jungkook mengangguk.
Taehyung menggeleng tidak terima. "Tapi Tae sudah bisa memakai sepatu sendiri dan melipat baju!"
Jungkook sebenarnya benar-benar tidak ada waktu untuk menanggapi keluhan bocah ini. Tapi melihat wajah merengut yang menggemaskan di balik tudung coat pikachu-nya itu membuat Jungkook mau tak mau ikut berjongkok. Menjajarkan tinggi badannya dengan bocah itu lalu mengusap pundaknya lembut.
"Berapa usia Tae sekarang?"
Taehyung menatap kesepuluh jarinya. Menurunkan satu per satu jarinya hingga berjumlah lima dan mengangkatnya di depan wajah Jungkook. "Lima!"
"Kau harus berusia minimal tujuh tahun untuk pergi ke sekolah karena jika usiamu lebih muda dari itu, eomma-mu akan khawatir Tae kesulitan belajar di sekolah. Tae juga harus bisa membaca dan menulis untuk bisa bersekolah dengan baik."
"Tapi Tae tidak bisa menulis dengan benar." Taehyung menggerung sedih, memilin kancing coat-nya dengan wajah tertunduk.
Jungkook menghela napas. Tiba-tiba merasa iba menatap wajah Taehyung yang merengut sedih. "Kau bisa datang ke rumahku sore nanti, oke? Hyung akan mengajarimu menulis."
Wajah Taehyung perlahan terangkat. Senyumnya yang pudar terulas perlahan. Bocah itu bertepuk tangan bahagia, menatap Jungkook dengan kedua mata cokelatnya yang berbinar bahagia. "Benarkaaah?"
Jungkook mengangguk. Mengusap surai cokelat milik bocah itu dengan lembut. "Jangan terlambat, oke?"
Taehyung mengangguk senang. "Oke!"
.
.
Sekarang sudah pukul tujuh malam saat ia membuka pintu rumahnya dan mendapati sepasang sandal rumahan dengan aksen pikachu yang ia tahu milik bocah yang ia janjikan sesuatu tadi pagi; Jungkook sebenarnya tidak menyangka kalau bocah itu sungguh-sungguh ingin belajar dan percaya dengannya. Ia bahkan memilih untuk mengabiskan sorenya di perpustakaan sekalipun teringat dengan janjinya tadi pagi.
Ia membuka pintu kamarnya, mendapati bocah itu sedang berbaring tengkurap di ranjangnya dengan satu lengan yang menyanggah kepalanya yang tidak berhenti bergerak menahan kantuk. Ibunya tadi berkata jika Taehyung sudah menunggunya sejak pukul empat sore dan itu membuatnya benar-benar merasa bersalah.
Jungkook berjalan mendekat. Meletakkan tas ranselnya di samping ranjang dan mendudukkan tubuhnya perlahan di sana. Berat tubuhnya yang membuat sisi ranjang sedikit tertekan turun membuat bocah itu menyadari kedatangannya; mengangkat wajahnya perlahan dan menatap Jungkook dengan mata mengatuknya. Jungkook berpikir bocah itu akan marah atau minimal merajuk mengingat waktu keterlambatannya yang bisa dibilang kelewatan itu.
Tapi Taehyung hanya beranjak duduk. Mengusap kedua mata mengantuknya dengan lengannya. Lalu menatap Jungkook dengan senyum yang terkembang. "Hyungie? Kau sudah pulang?" Ujarnya bahagia.
Jungkook yakin ia masih sehat; ia pria tulen yang memiliki sederet teman kencan yang rela mengantri untuknya. Atau beberapa wanita murahan di luar sana yang pernah mengajaknya one night stand sebagai pelepas nafsu tanpa menuntut apapun. Jungkook juga yakin seratus persen jika ini salah. Jantungnya yang berdegup kencang, perasaannya yang membuncah dan menghangat saat menatap senyum bocah itu; semuanya salah.
"Hyungieeeeee?"
Jungkook tersentak kaget. Pemuda itu mengerjap kebingungan, "Ya?"
"Kita bisa memulai belajarnya sekarang?"
"Oh, o-oke."
Taehyung meraih tas pikachu-nya. Mengeluarkan beberapa lembar kertas kosong dari sana dan sepasang pensilnya yang sudah diraut lancip. "Eunggg...apa aku melupakan sesuatu?" Gumamnya bingung dan meneliti kembali alat tulisnya. Bola mata bocah itu kemudian membulat saat menyadari sesuatu. "H-hyung...? H-hiks..."
Jungkook tidak mengerti kenapa ia begitu merasa tidak senang saat senyum itu memudar. Bola mata yang biasanya bersinar saat menatapnya itu sudah musnah digantikan dengan pandangan berkaca-kaca; Taehyung menatapnya dengan bibir yang bergetar menahan tangis. "A-ada apa? Hei, Tae-ah kenapa menangis?"
Taehyung menunjuk alat tulisnya yang berjejer di atas kertas. "A-aku lupa membawa penghapus. Bagaimana ini? Huwaaaaaaaa...."
Tangis bocah itu meledak. Dan Jungkook tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia tidak pernah berinteraksi dengan anak kecil sebelumnya. Pemuda itu maju mendekat dengan panik, membawa tubuh mungil Taehyung ke dalam pelukannya.
"Ssssttt....hyung punya banyak penghapus. Kau bisa memilikinya satu. Jangan menangis, oke?"
Napas Taehyung masih putus-putus diselingi dengan isak tangis yang perlahan mereda. "Benarkah?"
"Yeah. Karena itu berhenti menangis ya?"
Taehyung mengangguk. Tangisnya sudah benar-benar mereda tapi bocah itu menolak melepaskan pelukannya. Ia malah semakin mengeratkan pelukannya di leher Jungkook.
"Pelukan hyungie hangat sekali, Tae suka~"
Jungkook terkekeh. Tangannya terangkat naik untuk mengusap punggung mungil itu. "Dasar bocah."
.
Peluk aku sepuasmu karena aku juga menyukainya, bocah sial.
.
.
End~
.
.
Jangan lupa injak comment dan votenya kalau kalian suka yaa! 😄😄
KAMU SEDANG MEMBACA
Dumb and Dumber 》 jjk+kth
Fanfiction[BAHASA] All about KookV daily life (Jungkook as seme and Taehyung as uke), with different tittle and story. [I warn you before, It's BxB love stories.]