AURORA
Disclaimer of masashi kishimoto
Don't Copy my story
Baca dan nikmati
Madara x Hinata
Cerita ini saya persembahkan untuk yuliyantinurmawanti
.
.
.
Madara memandang ke bawah pegunungan, melihat lembah yang begitu lebat dan hijau. kereta kudanya bergoyang-goyang, rodanya berderit ketika melewati jalanan berbatu.
Kuda-kuda yang berada di depan dengan tentara Sang Tenon sebagai penunggangnya, kini tengah menuruni pegunungan. Kuda dari kereta yang di naiki Madara, mulai meringkik lalu melangkah ketika Madara melecut kekangnya pada punggung kuda itu, memberikan perintah pada kudanya untuk mengikuti arah para prajurit Tenon.
"Pelan saja" kata Hashirama yang duduk di sebelahnya.
"Aku hanya ingin cepat sampai"
"Kau penasaran wajahnya, bukan?" tebak temannya dengan mengangkat satu alisnya.
Hashirama memiliki mata hitam bagai elang, Sangat tajam. Karena itu juga dia di anugrahi jabatan jendral oleh Sang Tenon. Meski begitu, Madara sering penasaran, bagaimana Hashirama bisa membuat segala macam ekspresi di wajahnya?
Madara memandang Sang teman hanya untuk mendengus. lalu kembali melecut kekangnya, mencondongkan tubuhnya kedepan lalu menumpukan siku ke pahanya.
Rambut Madara yang panjang dan liar terayun ketika kereta meluncur menuruni pegunungan, perlu waktu sedikit lebih lama agar kereta melewati jalan setapak dengan pohon pinus di kedua sisinya, meninggalkan pemandangan jurang yang curam di sisi kiri pegunungan.
"Pilihan Tou-sama itu selalu buruk!" kata Madara setelah memecah keheningan.
"Bagiku, selera ayahmu itu Sangat tinggi"
"Bagiku tidak"
"Sarkastik sekali, pangeran"
"Aku tak suka berbasa-basi"
"Pangeran...."
"Berhenti memanggilku seperti itu" potong Madara.
Hashirama tertawa ringan, lalu menepuk pundak sahabatnya perlahan.
"Kenyataannya seperti itu" katanya membuat jeda "Suatu hari nanti, jika di mana waktu membawamu untuk menjadi seorang Tenon. walau aku adalah sahabatmu, aku tak akan lagi mau memanggil namamu"
Madara mencibir "Berhenti membuat panggung opera bersedih karena kehilangan aktornya yang profesional! jadi Tenon memang keinginanku, karena aku muak melihat Tou-sama menikahi wanita desa hanya untuk kesenangannya"
Madara tumbuh dewasa dengan keadaan di mana Sang ibu telah tiada. bagaimana ia harus belajar tentang aturan di istana dalam, bagaimana ia di paksa untuk tahu jika Sang ayah tak mencintai Sang ibu karena telah menikahi lima wanita, dan bagaimana tidak ada satupun yang memberinya kasih sayang seorang ibu, padahal dia memiliki lima ibu tiri dan puluhan pelayan wanita di istana.
Madara tak percaya dengan adanya cinta.
Baginya, itu adalah omong kosong yang menjadi beban ketika kau merasakannya. Madara hanya tahu satu hal, lelaki perlu wanita hanya untuk memberikan mereka keturunan.
"Ah.. kita hampir sampai" seru Hashirama.
Empat kuda di depan Madara kini memasuki jalan kecil, dengan gundukan tanah yang aus karena termakan roda-roda kereta dengan beban berat. Madara memandang sungai yang meliuk-liuk di samping kirinya, angin dingin menyapa kulitnya dengan tidak ramah, menyebabkan dia menggigil.