Laut POV
"Tidak, tidak, aku ng..gak, aku... tolong.."
Aku yang kaget mendengar rintihannya langsung lompat dari sofa yang terletak di depan tempat tidurku. Aku berjalan mendekat ke arahnya dan duduk di samping wanita yang kini sedang berbaring di atas ranjangku.
Ya, aku memutuskan untuk membawanya ke apartemenku. Keputusan tersebut aku ambil dengan alasan ingin tahu kenapa dia 'melibatkanku' dalam situasinya dan ingin tahu seperti apa karyawan papa yang satu ini, toh nanti dia juga jadi karyawanku. Memang itu hanya alasan. Aku tidak tahu kenapa tapi aku hanya melakukan apa yang aku pikirkan.
Wanita ini bekerja di perusahaan cabang pusat milik papa yang sebenarnya telah aku kelola. Hanya saja aku malas untuk berbasa-basi dengan para karyawan di kantor papa. Jadi aku lebih memilih diam-diam memperhatikan kinerja mereka untuk mempelajarinya tanpa memperkenalkan diriku. Aku hanya bertindak sebagai pengawas sekarang dan belum diperkenalkan secara resmi oleh papa.
Selama aku bekerja kurang lebih enam bulan setelah kepulanganku ke Indonesia, aku tak pernah melihat wanita ini sebelumnya atau memang aku tidak memperhatikannya. Entahlah, aku tidak ingin pusing memikirkannya, yang sekarang aku tahu, aku harus memperoleh penjelasan ketika dia sadar.
Kini aku perlahan mencoba menyentuhnya dengan meletakkan telapak tangan kananku di atas dahinya. Dia berkeringat dan terus mengigau. Aku mencoba mengguncangkan kembali tubuhnya.
"Hey, lo aman di sini. Jangan takut," racauku tidak jelas. Aku juga bingung mau berkata apa. Baru sekali aku gugup dan tak tahu apa yang harus dilakukan terhadap wanita ini. Aku tidak kenal dia, begitu pula dirinya yang tentu tidak mengenalku. Tapi aku sudah berani meletakkannya di atas ranjangku.
Duh, apa sih yang aku pikirkan tadi. Kalau dia tadi aku bawa ke rumah sakit kan nggak jadi begini...
Masih dalam pikiran yang berkecamuk tiba-tiba aku disadarkan oleh gerakannya. Wanita yang ku ketahui bernama Mentari ini menggerakkan tangannya perlahan lalu membuka mata. Dia tampak mengerjap matanya beberapakali hingga bisa melihatku dengan jelas. Raut wajahnya tampak tegang dan menggeser tubuhnya menjauh dariku. Aku mematung bingung dengan sikapnya.
Jangan-jangan dia mengira aku berbuat macam-macam...
"Oke, gua di sini nggak maksud macam-macam sama lo. Lo masih ingat gua kan? Gua tadi pria yang lo tabrak DUA KALI di mal, lo peluk-peluk sembarangan, dan berakhir dengan lo pingsan setelah kita ngomong berdua di basement," jelasku dengan sedikit tekanan di frase 'dua kali' untuk menyadarkannya kalau di sini aku bukan penjahat tapi justru korban. Korban siapa? Ya bisa disebut 'korbannya'. Entah kenapa egoku mulai meningkat.
Mendengar penjelasanku, raut wajahnya yang tadi tegang menjadi lebih rileks. Kemudian dia menghela nafas dan tanpa berbicara segera bangkit dari tempat tidur seolah ingin kabur menjauh dari diriku.
Baru melangkahkan kaki turun dari tempat tidur, tubuhnya limbung dan kembali terduduk di samping ranjang. Dia memegang kepalanya sambil memejamkan mata. Aku yang melihat pemandangan itu segera berdiri dan menghampirinya. Dia membuatku bingung dengan sikapnya.
Tanpa berkata-kata, aku mencoba menuntunnya untuk berdiri dan berjalan ke arah sofa. Dia tidak berontak dan mengikuti gerakanku hingga terduduk di sofa. Masih memegang kepalanya, ia tetap menunduk. Rambutnya tampak sedikit berantakan tapi aku tidak berani membenarkannya takut dikira lancang.
Aku berdiri mengambilkan segelas air putih agar dia lebih tenang. Aku pun menarik kursi kecil dan meletakkannya tepat di depan wanita itu.
Mungkin lebih baik aku tidak duduk di sampingnya takut dia merasa risih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Simpanan
RomanceLaut merupakan pria yang tampan dan kaya. Ia bertemu dengan Mentari, wanita sederhana yang mampu membuatnya tergila-gila. Namun Mentari rupanya wanita simpanan pria beristri. Saat kenyataan tersebut diketahui Laut, ia pun masih tetap mencintainya. H...