4 //. Mission Imposible

2.6K 258 27
                                    

"Ambil saja kembaliannya pak," seru Ira yang langsung pergi meninggalkan taksi biru yang sudah mengantarkannya dengan selamat sampai tujuan.

Ira sendiri lebih senang berpergian dengan menggunakan sepeda motor maticnya, selain hemat bahan bakar juga hemat waktu.

Tak pernah dipungkiri terkadang jalanan ibukota yang macet, membuatnya lebih menyukai alat transportasi yang satu ini.

"Mbak Ira," sapa sebuah suara lembut, yang terdengar melewati gendang telingannya.

Ira menolehkan kepalanya dan menemukan gadis berusia dua puluhan tengah berjalan menghampirinya, senyuman mengembang di bibir Ira ketika gadis berambut lurus sebahu itu mndekat dan berdiri bersanding di sebelah Ira.

"Mbak Ira gak kerja?"

"Kebetulan hari ini aku off dek, kamu baru pulang ngampus?" Tanya Ira begitu menyadari pakaian si gadis muda.

"Iya nih mbak, capek nih mbak."

Ira tersenyum geli melihat raut muka memelas yang ditunjukan gadis ini, Irma -nama gadis itu- menuturkan bahwa dua minggu lagi adalah hari H acara Open House dari kampusnya. Sebagai salah satu anggota dia juga harus ada andil dalam mensukseskan acara tersebut, tujuan di adakannya pentas seni untuk mengumpulkan dana amal. Selain untuk memperkenalkan kampusnya ke khalayak umum.

"Mbak mau kan dateng ke kampusku?" Tanya Irma menatap Ira dengan penuh harap.

Tak kuasa menahan senyum, melihat mata Irma yang memohon membuat Ira menganggukan kepalanya singkat.

"Asyiiiik, beneran kan mbak? Soalnya aku besok mau tampil juga di atas panggung." Curhat Irma yang mengikuti langkah Ira memasuki lift.

"Jam berapa acara di mulainya Ir?"

"Jam sepuluh siang mbak, beneran datang kan mbak?"

"Iya Irma."

Ira menatap Irma dengan lembut, hatinya merasa menghangat melihat senyum ceria milik gadis ini.

Satu-satunya orang yang dekat dengan Ira saat ini, adalah mereka. Sebuah keluara kecil yang terdiri dari ayah, ibu, kakak, dan adik. Mereka tinggal bersebelahan, hanya mereka lah yang terdekat bagi Ira layaknya keluarga sendiri.

Selama tiga tahun tinggal di apartemen hanya Irma yang selalu berseliweran keluar masuk apartemennya. Tak jarang Irma kadang menginap di apartemennya Ira, seakan-akan mereka ada kakak-adik.

Tubuh Ira mematung, ketika matanya menangkap sosok Fajar berada di depan pintu apartemennya. Pria itu sedang bersandar di dinding sebelah pintu, dengan kedua tangan masuk kedalam saku celana samping, di tambah dengan kaki yang menyilang.

"Mas Fajar," panggil Ira lirih.

Seolah mendengar panggilan Ira, Fajar yang tadinya menunduk memandang lantai langsung mengangkat kepalanya.

Senyuman simpul terbit di bibir Fajar, yang langsung menabrak tubuh mungil Ira. Merengkuhnya kedalam kungkungan tubuh tegap Fajar.

Ira yang masih kaget dengan tindakan implusif dari Fajar hanya bisa terdiam tanpa membalas pelukan Fajar.

Irma yang merasakan aura berbeda, memilih diam tak bersuara dan berjalan mundur. Mencoba memberikan ruang untuk mereka berdua, dengan kembali masuk ke apartemennya. Mengurngkan niatnya untuk merusuh di apartemen Ira.

"Aku ingin sekali memelukmu seperti ini sejak aku melihatmu di kafe tadi," ucap Fajar yang tak mau melepaskan pelukannya. "Aku begitu merindukanmu, hingga gila rasanya jika tak bertemu denganmu. Cukup sekali aku memendam rasa rinduku, karena sekarang aku akan meluapkan semua kerinduanku." Fajar merenggangkan pelukannya, meraih bahu Ira dan mensejajarkan wajahnya tepat didepan Ira.

A Ruined LOVE (PROSES REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang