15 //. Improptu Date (1)

2.2K 159 6
                                    

Tok... tok... tok...

Ira melirik jam dindingnya yang menunjukan pukul delapan malam, bertanya-tanya siapa gerangan yang bertamu di rumahnya.

Sedikit berat hati ia membukakan pintu. Ira membulatkan matanya tak percaya. Bocah tengil ini ngapain ada disini? Dia berpakaian santai, hanya celana pendek motif garis-garis berwarna abu-abu tua dipadu dengan kaos oblong berwarna hitam dan sepatu gunung.

Ira mengangkat salah satu alisnya, melihat penampilan tak biasa Ray. "Kamu ngapain kesini malem-malem?"

Tanpa permisi Ray langsung nyelonong masuk dan duduk dia atas sofa panjangnya. "Cepatlah berkemas, aku pengen ngajakin kamu pergi."

"Enggak selama kamu gak bilang kita mau kemana?"

"Serius nih? Berkemas sekarang ato aku yang bakalan nyeret kamu!" Tegas Ray yang sudah beranjak dari sofa yang berjalan menuju kamar Ira.

"Hei!!" Teriak Ira mengejar Ray yang sudah masuk kedalam kamarnya.

Ray celingukan, memindai seluruh isi kamar Ira yang masih terbuka lebar sedari tadi. Tak ada perabotan khusus cewek yang cenderung suka warna merah muda, malah cendrung warna biru.

Hanya ada dua lemari besar di sebelah kamar mandi, kasur king size yang berada ditengah-tengah dan meja rias yang simple berada di sudut ruangan dekat jendela. Tak ada aksen khusus juga dari perabotannya, semuanya terkesan minimalis.

Melihat tak ransel mengantung di tempat para tas lainnya berkumpul, Ray meraih tas tersebut.

"HEI! Apa sih maumu?" Pekik Ira menarik ranselnya, menaruhnya di atas kasurnya.

Seakan tak memperduliakan gerutuan Ira, Ray beralih menuju kearah lemari pakaian Ira. Dengan santainya dia membuka kedua daun pintu lemari hingga menampilkan deretan baju-baju milik Ira.

Lemari satunya hanya di peruntukan untuk dress berada di dalam gantungan, dan sisanya adalah pakaian yang di lipat rapi.

Betul kata orang-orang, kalo wanita itu soal urusan kerapian emang rapi banget dengan tingkat penilaian sepuluh dari sepuluh.

Sempurna.

Ray mengambil celana kargo warna hijau navy, dan kaos berlengan panjang berbahan wool. Tak lupa Ray mengambil jaket tebal, syal dan sarunhpg tangan.

Ira melotot tak percaya dengan apa yang dilakukan Ray, "Hei! Kamu ngapain sih?"

Ray memanggul tas ransel milik Ira, dan menarik tangan Ira yang berusaha meronta. "Hei! Bisa ngaak sih lepasin tanganku, aku bisa jalan sendiri."

Ray melepaskan tangan Ira, beralih meraih wajah Ira dengan menagkupkan kedua tangannya. "Aku pengen ngajak kamu pergi kesuatu tempat, jadi. Ayo! Kita pergi."

Sejenak Ira memandang kearah bola mata Ray, yang menyiratkan kebenaran. "Untuk sejenak aja, kita lupakan hal-hal yang menjenuhkan disini."

Tak ada jawaban dari Ira, ketika dia dengan sadar diri berjalan mundur mengambil kunci apartemennya dan berjalan keluar rumah.

Ray sedikit kaget mendapat reaksi cepat dari Ira. "Kamu bener, aku butuh suasana baru." Jeda sebentar, "jadi kapan kita berangkat?"

"Oh... tentu, ayo kita berangkat." Jawab Ray yang berjalan keluar apartemen Ira.
.
.
.
.
"Kemana kamu bawa aku pergi?" Tanya Ira yang memecah keheningan di dalam mobil.

"Suatu tempat dimana kamu bakalan ngelupain segalanya tentang Surabaya."

Ira mengangkat sebelah alisnya, jujur saja dia sendiri tak tahu kemana tujuan Ray akan membawanya pergi. Karena yang dia tahu bahwa dia memang membutuhkan suasana baru, suasana yang akan melupakan semua tentang Fajar.

Ray sendiri lebih memilih menatap lurus ke jalan raya yang sekarang mulai minim penerangan, karena sekarang yang mereka lewati adalah area persawahan di kanan-kiri jalan.

Ira melirik sekilas ke arah Ray, ia tak menyangka bahwa sekarang tengah duduk disebelah Ray dalam satu mobil. Dia tak menyangka sebelumnya perkenalannya yang bisa dibilang tak lazim menggiringnya kesebuah hubungan pertemanan yang ajaib.

Ray yang tiba-tiba muncul dihidupnya sama sekali diluar prediksinya, walaupun umur mereka terpaut empat tahun namun Ira sendiri merasa nyaman berada di dekat 'bocah' ini. Tak dipungkiri memang kalo Ray mempunyai sisi lain yang tak diketahuinya selain kemesumannya yang setara level dewa.

"Kenapa melihatku?" Tanya Ray yang membuat Ira terhenyak seketika. Akui saja bahwa Ira memang merasa wajahnya memerah malu, karena ketauan melihat Ray secara terang-terangan seperti barusan.

Ira menaikan kedua kakinya dan duduk bersila, "kenapa?" Tanya balik Ira menopang dagunya diatas tangan yang bertumpu pada pahanya.

"Kan aku yang tanya sama kamu, kenapa jadi balik tanya?" Decak Ray menoleh cepat kearah Ira lalu kembali menatap jalanan.

"Kenapa kamu tiba-tiba muncul dihidupku?"

Ray memgangkat sebelah alisnya dan menoleh cepat ke arah Ira. "Kalo aku bilang ini karena takdir! Kamu percaya?"

Kini gantian Ira yang mengangkat sebelah alisnya, "kenapa jadi takdir?"

"Karena sepertinya, takdirku jalan kekamu."

"Ish, gombal." Decak Ira yang meninju lengan Ray.

"Beneran Ra, entah kenapa kalo ada kamu di radius lima meterpun aku selalu yakin kalo itu kamu." Tambah Ray dengan ber-cengengesan ria.

"Udah gombalnya?"

"Suer deh Ra, aku gak gombal. Itu beneran."

"Cowok mah, sekali ngegombal bakalan ngegombal mulu."

Ray mengelus rambut keriting Ira yang dibiarkan tergerai bebas, "kamu percaya kalo aku jatuh cinta sama kamu pada pandangan pertama?"

Ira yang mendapatkan perlakuan manis seperti itu hanya memandang diam Ray yang kembali menyetir mobilnya. "Kok bisa?"

"Aku ketemu kamu di lift, sikap cuekmu itu yang bikin aku tertarik padamu."

"Ciih, receh banget tau gak?"

"Biar lah aku di kata receh, tapi yang pasti. Hatiku gak bisa bohong kalo aku jatuh cinta sama kamu, seribu kali menyangkal pun hasilnya tetap sama. Aku cinta sama kamu."

Ira sedikit tertegun dengan ucapan receh bocah tengil disebelahnya ini. "Dih, kamu tuh. Sekolah dulu yang bener, baru mikirin cinta-cintaan." Ledek Ira yang mencoba tersenyum walaupun sedikit kikuk.

Memilih melihat keluar jendela, untuk menghindari tatapan mata Ray yang entah mengapa malah membuatbjantung Ira berdegup kencang. Samar-samar Ray melihat Ira meraba dadanya.

Senyum tersungging di bibir merah Ray, tanpa Ira ketahui jantung Ray juga berdetak kencang. Demi mengecoh suara degup jantungnya Ray mencoba menyalakan radio mobil.

Suara lembut Rizky Fabian mengalun di segala penjuru mobil Mini Cooper merah maroon, menyertai perjalanan malam yang mereka lalui bersama.

Berdua bersamamu mengajarkanku apa artinya kenyamanan, kesempurnaan cinta.

Membuat mereka sama-sama tenggelam di dalam pikiran masing-masing yang tanpa mereka sadari membuat keadaan sekitarnya menjadi intim dengan caranya masing-masing.


***********
Maap kan Authornya yanh bener2 mager buat update cerita ini, padahal tengak waktunya dua hari lagi.

Etdah.... nyerah akunya. Melambaikan tangan ke ka,era aja dah.

Komen yang pedas ya klo bisa, makasih untuk komennya.
Tak lupa banyak typo bertebaran, mohon kesadaran untuk mengkoreksinya.

Tengkyu very kamsha....

Happy reading
-dean akhmad-


A Ruined LOVE (PROSES REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang