5. Dia yang Dikagumi
Universitas Khayalan Kami memiliki banyak event yang dihelat pada bulan November.
Salah satu yang menarik minat Wanda adalah Hidden Day. Di tanggal-tanggal tertentu, panitia dari event Hidden Day bersedia mengirimkan surat rahasia dari penggemar kepada mahasiswa sekampus yang dituju. Intinya sih ajang buat nembak orang atau menyatakan perasaan lewat surat. Dan sudah bisa ditebak, bahwa Wanda akan mengirimkan suratnya untuk Taufan. Wanda sudah beli kertas berwarna pink yang ada harum-harumnya itu juga lho.
Tidak, ini bukan surat cinta. Hanya surat tentang betapa ia mengagumi Taufan. Dan tentu saja tidak ia tulis siapa pengirimnya. Malu. Bisa-bisa Taufan malah tidak nyaman dan menganggap dirinya terlalu agresif. Sebab walau sudah ada emansipasi wanita, tetap saja ada sebagian lelaki yang merasa tidak nyaman jika perempuan yang menyatakan perasaan lebih dulu. Apalagi jika dilihat dari perawakan Taufan, bisa-bisa harga diri lelaki itu melorot kalau Wanda menggantikan tugasnya sebagai 'yang harusnya mendekati wanita'. Kalau itu terjadi, Taufan baper, maka cerita ini bisa tamat sampai di sini.
Wanda mengelus suratnya, sudah memastikan bahwa tulisan dalam surat tersebut sudah rapi, sesuai ejaan, tidak ada typo, serta tidak ada noda-noda yang membuat suratnya jelek. Ia pun melipat rapi surat tersebut, lantas memasukannya ke dalam amplop yang telah ia beri parfum wangi jeruk. Wangi kertas dicampur wangi jeruk mengisyaratkan betapa pusingnya Wanda sewaktu memilih kata-kata, sama seperti bau yang tercampur tiba-tiba. Wanda hanya bisa berdoa, agar Taufan tak mengalami hal yang serupa. Bahkan mungkin, pingsan sebelum membuka amplopnya. Kalau itu terjadi, Wanda sudah menyiapkan diri memberikan pertolongan pertama.
Diam-diam, tanpa mau aktivitasnya ini ketahuan oleh Inge dan Key, Wanda berjalan ke arah stan event Hidden Day dengan penuh kehati-hatian. Ia lalu memberikan surat untuk Hidden Day dan mengisi formulir. Begitu selesai, Wanda pun berjalan menuju gedung fakultasnya. Ia baru dua langkah menginjak ruang kelasnya ketika namanya dipanggil oleh suara yang familier.
Menoleh ke asal suara, Wanda pun menemukan Inge berjalan ke arahnya. Temannya itu segera mengulurkan tangan yang menggenggam sebuah buku.
Mata Wanda melebar melihat buku berkover putih itu. "Eh, ini kan—"
"Ketinggalan. Kak Taufan nitip ini ke aku." Inge menormalkan deru napasnya yang terengah karena habis berlari, lalu melambaikan tangan. "Aku duluan, ya, Nda. Ada kelas nih jam delapan."
Wanda menerima bukunya itu, lalu mengangguk. Ia memerhatikan tubuh Inge yang berlari dari ruang kuliahnya hingga menghilang ketika telah berbelok.
Berusaha untuk tidak terlihat kentara gugup karena buku yang dikembalikan Taufan, Wanda akhirnya memilih duduk di kursi belakang. Ia buru-buru membuka bukunya begitu sudah duduk. Dadanya berdebar karena baru teringat bahwa puisinya sempat ia sisipkan dalam buku memoar Murakami-nya itu. Semoga nggak hilang, ya Tuhan, batin Wanda.
Wanda mendesah lega usai menemukan lipatan kertas berisi puisinya di sisipan halaman pertama buku. Ia juga merasa lega karena sepertinya Taufan tidak mengutak-atik bukunya.
Sampai akhirnya, ia menemukan tulisan selain tulisannya di dalam kertas itu.
Puisinya bagus, Nda.
- Taufan.
Hati Wanda seketika kelojotan. Wanda bahkan mengulurkan tangan untuk menangkap kembali hati yang melompat dari tempatnya karena kegirangan. Untung hati Wanda bisa balik dan dijejalkan ke dalam rongganya. Karena kalau tidak, judul cerita ini menjadi Hati yang Meninggalkan Diri, layaknya judul sinetron bersambung di bulan Ramadhan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Beda Sembilan Tahun Itu Seksi | END
Teen FictionTemuilah Wanda, gadis 18 tahun yang masuk Fisip di salah satu universitas ternama karena sedikit paksaan orang tua. Selama ini, adalah sastra yang merupakan minat utama gadis itu. Ilmu Politik jelas bukan hal yang ia suka karena Wanda cenderung meng...