Bab 3 : Kurasa

918 85 10
                                    

warning : semua gambar yang tersedia pada setiap cerita ini memiliki kepilikan yang sah. dan semua gambar itu bukan milik saya. saya tidak mengambil keuntungan pada gambar-gambar tersebut. dan setiap cerita merupakan hasil pemikiran pribadi jika ada kesamaan dalam bentuk apapun merupakan suatu tindakan yang tidak di sengaja.  

...

HONEY TRAP THE REAL !

...

"Kau sudah aku anggap sahabatku, Jo. Kenapa kau menakutiku ?"

...

"JANGAN BERCANDA ! AKU SUDAH MENCINTAIMU LAMA SEKALI. BEGITU BERHATI-HATI MEMPERLAKUKANMU. KAU ! TIDAK BOLEH DI MILIKI SIAPAPUN KECUALI AKU !"

"Jo. Kau menakutiku." Air mata Teta turun menderas.

"AKU SEDANG MENYURUHMU MENCINTAIKU BUKAN TAKUT PADAKU."

"..." Teta sesenggukan.

"JANGAN MENANGIS." Johan membentak, namun sedetik kemudian wajahnya berubah ketakutan. "Ka-kalau kau menangis, aku akan sedih. Jangan menangis Ta." Tangannya ingin menggapai Teta yang makin membuat Teta makin ketakutan.Lagi-lagi Teta melangkah mundur kebelakang membuat wajah Johan kembali marah.

"BAIKLAH ! JIKA KAU MEMANG TIDAK BISA AKU MILIKI, MAKA SIAPAPUN TIDAK BOLEH MEMILIKIMU !" menggunakan kekuatan penuhnya, Teta tidak bisa menahan tubuhnya hingga ia tak bisa merasakan pelindung di sekitar tubuhnya.

Teta pasrah. "Maafkan aku Jo. Tapi aku menyayangimu sebagai teman terbaik yang aku miliki."

Gaya gravitasi bumi langsung menarik tubunya. Baru memikirkan dirinya kan mengahantam air yang dingin pencairan musim dingin, tangannya di tarik oleh Johan.

Tubuhnya melayang-layang di tepi jurang. "Billy." Seru Teta begitu bahagia, bukan Johan. Dia melirik Johan terkapar pingsan. Tangan Teta balas menggenggam tangan Billy. Ekspresi bahagia sekaligus lega tak bisa di tahan Teta. "Berikan tangan kirimu, Ta!" kata Bily. Teta mencoba mengayun tubuhnya saat memberikan tangan yang satu.

Billy tersenyum saat menerima tangan Teta. "Bagus, sekarang akan lebih mudah untukku."

"Mudah untukku membunuhmu." Teta membelalak. Bisa ia rasakan genggaman tangan Billy pada tangga melemah. Teta menggeleng. "Kumohon. Jangan. Aku tak tahu apa salahku. Tapi kumohon jangan."

"Tak tau apa salahmu ? kalau begitu biar ku jelaskan semuanya padamu." Seringai di bibir Billy mengembang.

"Salahmu yang pertama begitu cantik, dan mempesona setiap pria di muka bumi dengan tingkahmu yang begitu di idamkan setiap pria. Dan itulah yang menyebabkan kesalahan kedua muncul, kau memepesona setiap pria karena itulah, My princess tak bisa melihat kecantikan di dalam dirinya yang telah mempesonaku. Orang yang aku cintai mencintai sepupumu Bayu yang begitu buta akan perhatian yang di berikan padanya dan itu manjadi kesalahan ketigamu kau adalah sepupu orang yang ku benci dan aku bisa membalas Bayu dengan membunuh sepupunya yang begitu di sayanginya."

Air mata Teta menetes tak bisa berhenti. "OH jangan menangis dulu Latetia. Aku belum selesai." Billy terkekeh jahat.

"Karena itu aku membuat perjalan ini tak lain tak bukan untu membunuhmu. Asal kau tau orang yang membuat Johan bertindak gila dalah aku, dan aku juga ikut membisikan dendam pada Anes. Jadi sekarang matilah Teta." Satu persatu jari tangan Billy mencoba melepas. Sekuat tenaga yang ada Teta mempertahankan satu-satunya penyagga hidupnya.

"Billy. Aku menyukaimu, kenapa kau lakukan ini.." Suara Teta serak dan begitu lirih. Teta menyerah dan melepas tangan Billy yang tiba-tiba kaku. Meski tubuhya di tarik gravitasi wajah Teta yang penuh air mata tetap menatap pria yang di sukainya itu. Billy membulat matanya saat Teta menghilang dalam air.

Bunyi air yang terhantam keras sebagai bukti, Teta jatuh kedalamnya dan tak terlihat tubuhnya menggapai ke atas permukaan air. Penyesalan selalu datang terlambat, bukan ?

***

Teta terseret arus sungai yang ternyata cukup deres baginya yang tak bisa bereneng. Dia bisa merasakan beberapa kali tubuhnya terhantam batu dan dinding sungai. Begitu pasrah terobang-ambing derasnya air dingin bercampur es. Keajaiaban muncul, Tubuh teta tersangkut batang pohon yang tumbang ke dalam sungai. Kepalanya ia dongak ke atas, mencoba bernafas. Tangannya menggapai kayu yang di tumbuhi banyak lumut. Menyeret tubuhnya ke atasnya dia mencoba beralih pada batu besar yang menjegal pohon dan cukup tidak membuatnya berada dalam air.

Teta bisa tersenyum lega saat berada di atas batu, hanya sebentar karena setelahnya dia menangis sesenggukan saat terlintas ucapan demi ucapan tiga orang yang membuatnya berada dalam posisi ini.

Teta berdiri tertatih seraya tangannya berpangku pada batu besar. Dia mengedarkan pandangnya pada sekeliling. Pohon besar menjulang tinggi, semak-semak yang terlihat dapat membuat gatal kulit tumbuh rimbun. Gelap, dingin dan bunyi bunyi binatang malam menggema di antara ruang-ruang gelap hutan. Rasanya ia ingin menangis, tapi dia sudah melakukan sejam lalu dan dia lelah mengeluarkan air mata dengan sia-sia. Dia tak pernah menyangka semua ini bisa menimpanya.

Matanya mengedar mencari jalan keluar dari sungai besar nan deras yang kini mengelilingi batu yang ia jadikan pijakan. Meski tak bisa melihat kakinya sendiri, dia tahu kalau kaki kirinya terkilir dan mungkin sudah membiru. Tubuhnya yang basah mulai menggigil kedinginan, membuatnya berpikir untuk cepat keluar dari air. Pelan dia meloncat dari batu ke batu, sedikit licin tapi akhirnya bisa melewati sungai.

Teta memeluk tubuhnya sendiri, sebuah keberuntungan tasnya tersangkut pada batang pohon di pinggir sungai tadi, jadi dia masih bisa menjangkaunya. Hutan ini benar-benar gelap, cahaya bulan saja hanya bisa mengintip dari sela- sela dedaunan dan dahan. Dia hanya melengkah maju kedepan tanpa peduli dirinya makin tersesat atau ke arah yang benar. Nalurinya yang membuatnya kekeh maju ke depan.

~¤>∞<¤~
To be continued..

SeeUu

HONEY TRAP : The Real !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang