1. Perkenalan

978 23 0
                                    

Yang pertama gue pikir ketika keluar dari kelas ini adalah pergi ke cafe coffee yang ada disamping kampus.Tapi yang terjadi adalah gue harus melewati beberapa rintangan, seperti gue harus ditahan oleh teman teman kampus  gue atau semacamnya.

Gue memang gak terlalu menonjol dikampus, tetapi gue akan berbuat baik kepada semuaorang. Apa mereka sadar? Dibalik senyuman gue terlukis kepedihan yang amat dalam. Hanya satu yang membuat gue tenang kopi dan  kue.

Walaupun gue memakan itu setiap hari, badan gue tetap oke oke saja, bukan bermaksud sombong tapi gue ingin kalian gak membayangkan  gue sangat gendut. Setiap hari gue bakal ke kafe ni karena kopi mereka yang sangat menggiurkan bagi gue.

Banyak pendapat yang bilang jika kopi gak terlalu baik bagi kesehatan badan, tapi apa daya gue maniak kopi. Gue kesana untuk menyelesaikan tugas tugas gue dan menenangkan pikiran. Tempat disini sangat nyaman, gue menyukai aroma kopi yang berlalu lintas dihidung gue.

Oh iya jika kalian tanya gue sekarang dimana, gue sekarang berada dipojokkan kafe ini karena gue bisa melihat dari dalam orang yang berlalu lintas. Karena terlalu serius melihat keluar, gue gak tau jika teman teman gue sudah duduk disini, apa mereka benar teman gue?

"Fika, lo sering banget minum kopi. Gak takut hitam?" canda Alya.

Alya Allisa dia mahasiswi yang -mungkin- terkenal. Karena gue tau kalau dia sering menggonta ganti pacar, dan mood dia buruk ketika pagi hari. Dia berprawakan pendek, dan jika kalian tau dia sering banget menggandeng tangan gue, dan itu membuat gue risih.

"Apa ada pendapat seperti itu Allisa?" tanya gue kepadanya dan menekankan nama belakangnya.

Entah kenapa dia  kurang suka dengan nama belakangnya, dan mood dia bakal berubah. Lihat,  muka dia langsung ditekuk, ketika dia kesal atau marah gue merasa takut karena  mukanya agak menyeramkan ketika marah, melebih sadako hantu yang keluar dari tv.

"Sudahlah Alya, Fika selalu usil memanggil nama lo. Bukannya nama Allisa itu bagus?" kata Nisa menyemangati Alya.

Khairunnisa Talita Ulfa mahasiswi yang sangat alim bagi gue. Setiap saat dia gak pernah lupa shalat dan selalu menyeret gue untuk shalat. Wajahnya selalu berseri dan kata teman seangkatan  gue dia terlalu pelit, tapi bersamgue dia gak pelit. Dan dia adalah orang yang berpikiran jauh. Ketika gue gak mau shalat dan gue selalu beralasan shalat dirumah dia pasti menjawab 'Iya kalau lo masih hidup, kalau ditengah jalan meninggal gimana?'

Dia benar benar mendoakan gue sepertinya.

"Gue cuman bercanda Allisa, jangan dimasukkan kehati" kata gue dan menyeringai.

Gue Kafika Amelia seperti yang kalian lihat gue sering membuat semua orang kesal. Gue usil dan itu sangat membuat gue senang. Tapi gue gak sealim Nisa dan gak sepopuler Alya. Tiba-tiba disebelah gue ada seseorang lagi, dan yang ini yang sangat gue segani.

"Fika, jangan membuat orang kesal" ucapnya.

Namanya Diana Balqis dia sama seperti Nisa alim. Tapi dia sangat tomboy dan entah kenapa dia bercita cita menjadi ustadza.  mukanya sangat mirip bule dan gue sering bilang keteman teman bahwa Diana adalah keturunan bule. Tapi dia memang sangat mirip bule, matanya yang cokelat, rambut pirang,  guelit yang sangat mirip orang bule, dan gak lupa hidungnya yang mancung. Gue gak pernah mendengar dia memiliki pacar, karena dia sangat rapat menutupi hal pribadinya

"Maaf" cuman kata itu yang terlontar. Gue sangat menyegani Diana, karena dari SMA dia sudah seperti kakak bagi gue, setiap gue gak bawa uang dia mengasih gue 5.000 walaupun gue gak tau apa yang harus dibeli dengan uang 5.000 itu dan dia selalu mengasih contekkan kepada gue. Apalagi dia sangat pintar dalam bidang agama.

"Hey Fika, apa lo gak bosan minum kopi terus?" tanya Alya yang sudah ditenangkan oleh Nisa.

"Gak, karena kopi itu berbagai rasa. Tapi gue memilih yang manis" jawab gue.

"Kenapa?" tanya Nisa. Nisa sangat sangat polos.

Gue hanya membalas pertanyaan Nisa dengan senyuman. Jika saja yang disebelah gue gak menatap gue dengan tatapan tajam, gue bakal senyum yang manis, tetapi gue senyum dipaksa.

"Lo kenapa?kebelet?" tanya Nisa.

"Mana  mungkin dia kebelet. Dia itu ketakutan sama Diana, Fika apa apa selalu Diana, makanya dia segan" jawab Alya.

"Hehehe" jawab gue dan gue mengingat jika Alya pacaran lagi dengan cowok lain, udah 2 hari dia putus dengan pacarnya yang baru dan akhirnya dia jadian lagi, memang lgue."Pajak jadian  lo mana Alya?"

"Enak aja pajak jadian. Gak ada pokoknya!" ujarnya.

"Apa? Alya punya pacar baru lagi? Cepat banget" kata Nisa dengan raut  muka kaget.

"Bukannya udah biasa kalau Alya seperti itu?" jawab Diana dengan pose yang sangat bossy.

"Kalian selalu saja memojokkan gue!" kata Alya mengambek.

"Ehm, gue mau curhat ni" kata Nisa tiba tiba.

"Apa? Curhat tentang gebetan lo?" tanya Diana dan Nisa langsung mengangguk. Hebat banget dia langsung tau.

Dan lo tau bagaiman ekspresi Alya yang tadi ngambek menjadi  muka penasaran, dia memang tau cowok cowok yang ada disekolah. Tapi jika ada temannya yang suka dengan cowok tersebut,  mungkin Alya akan membantu temannya jadian dengan cowok tersebut.

"Gue suka dosen kita yang agama. Bapak itu sangat baik" ujar Nisa dan Diana yang lagi minum langsung terbatuk batuk. Jangan bilang Diana juga menyukai dosen itu?!

"Nisa, selera lo gak pernah berubah. suka banget yang umurnya beda jauh dari kita, ingat ketika lo smp? Suka banget sama guru magang yang ada disekolah kita, dasar penyuka om om" ujar gue.

"Gue cuman mengagumi mereka! Gak suka mereka! Suka sama mengagumi itu beda Fika" ujarnya membela diri.

"Bohong. Lo sempat line'an dengan bapak itu, kalau gak salah nama bapak itu Pak Siqit guru magang agama" ujar  gue dan wajah dia langsung merah padam.

"Hh" desahnya."Gue mengaku, itu memang benar"

Gue menang!

"Kenapa dia suka dengan dosen agama itu?" bisik Diana pada gue dan gue langsung mengidikkan bahu gue.

"Uh Nisa jika dosen itu gue gak bisa membantu lo" ujar Alya yang mempunyai informasi tentang cowok cowok kampus.

"Kenapa?" tanya Nisa

"Karena dia dosen. Bagaimana jika dia sudah punya tunangan atau istri?" tanya Alya dan  muka Nisa berubah.

"Gak  mungkin gue gak melihat cincin melingkar ditangannya" jawab Nisa.

"Laki laki kan gak boleh pakai cincin emas, Nisa" jawab ibu uztadza atau Diana.

"Hayoloh, gimana tu?" kata  gue menguet ngueti.

"Kalian bukannya semangati gue, malah bikin gue jadi pesimis." ujarnya."Gue mau nanya sama Diana, lo jarang cerita tentang cowok, jangan jangan lo merahasiakan pada kami?"

"Gak gak!" jawab Diana gelagapan.

"Bohong! Diana bohong" kata Alya yang ikut ikut.

"Gak! Gak! Kenapa kalian malah menanyai gue? Kenapa gak ada yang menanyai Fika?" katanya dan dia menjadikan  gue korban selanjutnya.

"Karena kami udah tau tipe cowok yang Fika incar!" jawab Nisa.

Emang tipe cowok seperti apa?

Gue hanya mengerutkan dahi ketika Nisa menjawab itu, karena dia tau apa yang terjadi di  lokgue, dia langsung tersenyum miring. Ini bertanda gawat!

"Fika itu suka cowok yang bad boy dan sixpack!" ujar Nisa dan Alya menyodorkan foto cowok sixpack.

Melihat itu gue langsung mimisan. Oh jika ada cowok yang sixpack 8 gue gak masalah jika gue terombang ambing kehidupan, dan kepala  gue puyeng tujuh keliling. Gue bisa mendengar teriakkan oleh mereka. Akhirnya mata gue tertutup.

Morning CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang