Aku dapat melihat di sekelilingku semuanya berwarna hitam. Baju hitam, celana hitam, topi hitam, kacamata hitam, payung hitam, dan yang lainnya sama hitamnya. Semua orang terlihat sedih, murung, ada juga yang menangis, tetapi aku tahu hanya sedikit dari mereka yang benar-benar merasa kehilangan. Bahkan keluarganya sendiri mungkin banyak yang tidak merasa kehilangan. Mungkin mereka senang karena dia telah tidak ada.
Aku sendiri rasanya ingin ikut menghilang dari dunia ini ketika tahu bahwa dia telah tiada. Aku, cucu satu-satunya. Anggota keluarganya yang lebih dekat dibanding dengan anaknya sendiri. Aku selalu diajaknya pergi kemana pun. Kali ini, dia tidak mengajakku pergi, aku pun tidak bisa ikut bersamanya. Rasanya sungguh aneh ketika aku hanya dapat berdiri di sini melihat kepergiannya. Mengejar dia dan memohon untuk ikut pergi bersamanya adalah hal yang bodoh. Jadi aku hanya dapat berdiri tegak di tempat dan tidak melakukan apapun.
Setelah acara selesai, satu per satu orang mulai meninggalkan tempat ini. Waktu mereka untuk menangis dan bersedih sudah selesai. Aku sendiri tidak tahu sampai kapan aku harus bersedih, mungkin tidak akan pernah berakhir. Dia adalah satu-satunya anggota keluargaku yang aku kenal. Sekarang dia sudah pergi.
Aku tak pernah merasa memiliki orang tua, meski mereka selalu berada di sekitarku. Hanya dia satu-satunya orang yang aku anggap sebagai keluarga. Aku yakin dia pun merasakan hal yang sama. Sampai-sampai segala yang dimilikinya diserahkannya kepadaku. Aku hanya bisa tertawa dalam hati saat melihat raut wajah ayahku yang begitu pucat ketika mengetahui hal itu. Tapi itulah kenyataannya.
***
Setelah dia pergi, aku tidak ingin tinggal di rumah. Aku memutuskan untuk tinggal di asrama sekolah. Lagipula, sekarang sekolah itu sudah milikku. Jadi, asrama itupun bisa aku anggap seperti rumahku sendiri. Aku memilih kamar sendiri, yang jauh dari kamar yang lainnya.
Sejak awal, aku tak pernah suka dengan anak-anak di sini. Licik, serakah, sombong, tak tahu etika. Akibatnya, aku tak pernah punya satu teman pun di sekolah. Untuk apa berteman dengan mereka yang tidak jelas itu, membuang waktu saja. Mereka hanya dapat membicarakan hal-hal yang tidak penting.
"Hai, kau anak kepala sekolah, kudengar kau sekarang pindah ke asrama sekolah. Untuk apa? Bukankah lebih nyaman tinggal di rumah yang mewah itu?" tanya salah satu anak perempuan di kelasku. Tentu aku tidak mengacuhkannya, aku hanya diam saja dan membaca. Setelah itu, dia tidak pernah lagi mengajakku berbicara.
Kebetulan kamar asramaku adalah kamar bernomor 1 di asrama perempuan, sehingga letaknya berdekatan dengan asrama laki-laki yang juga satu gedung. Harusnya kamar yang letaknya dekat dengan jalan menuju gedung sekolah bisa menjadi keuntungan bagiku. Akan tetapi, kamar yang letaknya juga berdekatan dengan asrama laki-laki ternyata sebuah mimpi buruk. Seringkali mereka tidak bisa menjaga sikap. Beberapa kumpulan anak disana juga sering di-bully. Ya, seperti biasa mereka yang ditindas adalah anak-anak yang dianggap 'lemah' dan tidak bisa melawan. Tentu saja, mereka yang menindas akan merasa aman-aman saja.
Tidak hanya anak-anak 'cupu' dalam asrama laki-laki yang ditindas, beberapa anak perempuan juga sering dijahili oleh kumpulan anak-anak yang sama, terutama aku. Awalnya aku berusaha tidak peduli dan diam saja. Tapi, lama kelamaan perbuatan mereka semakin menjadi-jadi. Mereka pernah mengambil kasurku dan disembunyikan di dalam asrama laki-laki. Memang perbuatan yang sangat konyol, tapi itulah yang mereka lakukan. Aku sampai harus tidur di lantai dan hanya beralaskan selimut. Sampai suatu ketika, mereka melakukan hal yang menurutku sudah sangat keterlaluan. Jack, salah satu dari kumpulan mereka itu, memukuli salah satu anak di asrama laki-laki. Anehnya, dia tidak memukuli bagian kepala anak itu, tapi dia memukuli badannya dengan keras. Sampai-sampai anak itu jatuh dan Jack tetap menendang anak tersebut. Aku melihatnya dan tanpa berpikir panjang aku menghampiri mereka dan berusaha untuk menghentikan Jack. Sungguh tindakan yang bodoh. Aku hanya seorang anak perempuan, yang kutu buku, culun, dan bahkan untuk melindungi diriku sendiri aku tidak bisa. Dan sekarang aku dengan bodohnya menghampiri Jack dan mendorongnya untuk menghentikannya. Aku melihat wajahnya, matanya. Ada sesuatu yang aneh. Matanya menunjukkan rasa sedih bukan rasa benci maupun kesal. Akhirnya Jack berhenti dan langsung berbalik badan dan pergi meninggalkan kami. Aku mengangkat Finn, anak yang dipukuli Jack itu dan setelah dia sudah dapat berdiri aku pun meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Universum
Short StoryCarilah sepucuk surat yang berada di Ruang Yang Tidak Pernah Ada, maka engkau akan memperoleh kesempatan untuk menguasai Universum. Malam ini, pukul 10. Lintasi batas. Cari apa yang engkau inginkan. Bersatulah, karena kita tidak akan terpisah.