My Life

21.8K 526 15
                                    

"Maling... Maling..."

Suara sayup teriakan yang saling bersahutan itu terdengar di telingaku. Awalnya aku mengira itu hanya mimpi, namun lama-kelamaan, suara itu semakin jelas terdengar. Aku segera membuka mataku, menekan tombol lampu dan menyibak selimutku. Suara teriakan itu semakin jelas.

"Pap, Pap! Bangun, Pap."

Aku membangunkan Mas Herman, suamiku, yang tertidur di sampingku. Namun seperti biasa, dia mengambil guling dan menutup telinganya. Dasar tukang tidur.

"Pap, ribut-ribut apa itu di luar?" Kutarik gulingnya dan kutepuk pantatnya dengan keras. Enak saja dia tidur. Aku takut, dan aku tak mau takut sendirian.

"AW!" Ia berteriak kesakitan. Sambil mengelus pantatnya, ia terpaksa bangun dan membuka mata.

"Maling... Maling..."

Kembali suara teriakan itu terdengar, kali ini benar-benar jelas. Sepertinya sangat dekat, lalu Mas Herman bangun tanpa pikir panjang. Melompat dari tempat tidur dan setengah berlari ke pintu depan. Aku mengikutinya dengan gemetar, dan tiba-tiba saja aku teringat Aleya.

"Mi, kenapa Mi?"

Baru saja aku memikirkan anak itu, ternyata ia sudah berdiri di pintu kamarnya sambil memeluk sebuah boneka guling kesayangannya. Aku menghampiri Aleya dan menggendongnya.

"Kenapa Mi?" tanyanya lagi ingin tau.

"Mami juga nggak tau Al. Sepertinya ada maling."

"Papap mana?"

Aku rasa biar dijelaskanpun, Aleya tidak akan mengerti. Tanpa menjawab pertanyaannya aku keluar menuju pintu dan berdiri di teras depan. Terlihat beberapa ibu-ibu juga anak-anak mereka berdiri di halaman dan teras rumah mereka masing-masing. Ada yang membawa pentungan, sapu bahkan centong nasi. Dengan sikap siaga, mereka seperti tentara yang siap tempur di garda depan. Perasaan selama ini komplek rumah kami aman-aman saja, kenapa tiba-tiba ada maling? Apa Pak Darwo, keamanan di sini tertidur? Ini baru jam berapa? Biasanya selalu jaga, tidak pernah absen.

Sambil berpikir, aku berjalan mendekati pagar pembatas rumah yang hanya setinggi pinggang dan mencoba mencari tahu ke tetangga sebelah.

"Bu, ada apa ya? Maling?" tanyaku pada tetanggaku yang terdekat.

"Itu Mi, katanya ada maling di rumah Pak Ferdy, guru yang sering bolak-balik luar kota itu loh. Kan sering ditinggal rumahnya." jawab Bu Dayat, ibu paruh baya yang sudah bertetangga denganku beberapa tahun. Di tangannya sebuah sapu besar sudah siap menghadang. Aku sempat memandangi sapunya dan memikirkan keadaanku.

Bagaimana kalau tiba-tiba malingnya kesini? Aku tidak punya senjata apapun selain Aleya yang ada di gendonganku. Mencari aman aku berjalan keluar pagar dan masuk ke halaman rumah Bu Dayat.

"Mia disini aja yah Bu, Mas Herman ikutan ngejar maling itu."

Tanpa mendapat persetujuan aku langsung duduk di kursi yang terdapat di teras rumah Bu Dayat. Aleya yang tadinya kebingungan, kini wajahnya semakin bingung. Bocah yang sebentar lagi genap 5 tahun itu memeluk leherku.

"Mi, Papap mana Mi?" tanya Aleya yang sama sekali tidak kuperdulikan. Lagipula aku juga bingung harus menjelaskan apa padanya.

"Yang mana si Bu yang namanya Pak Ferdy?"

Aku masih penasaran dengan Pak Ferdy, korban kemalingan yang diceritakan Bu Dayat. Selama 4 tahun tinggal disini, rasanya aku tidak mengenal orang itu. Pendatang barukah? Mas Herman belum pernah cerita kalau ada penghuni baru di komplek ini.

"Pak Ferdy, guru SMA yang baru pindah ke sini beberapa bulan yang lalu. Masih sering bolak-balik ke rumah mertuanya, karena istrinya belum bisa pindah katanya, pengantin baru." jawab Bu Dayat panjang lebar.

HamilovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang