Last Chapter : Epilog

1.3K 117 23
                                    

Suho sampai di apartemennya beberapa saat sebelum jam makan malam tiba. Ketika lelaki itu memasuki ruang tengah, tatapan matanya singgah pada dua foto berukuran nyaris setengah meter yang dipasang bersebelahan.
Entah kenapa, setiap memasuki ruang ini, dua foto berharga itu yang selalu menarik pandangannya pertama kali.

Yang sebelah kiri adalah foto pernikahannya. Iya, foto pernikahannya, dengan Sara. Beberapa bulan yang lalu mereka menikah secara sederhana dan diam-diam. Tak ada media, tak ada pesta mewah, tak ada pula liputan khusus. Hanya dia dan Sara, dan beberapa orang dekat saja.
Suho tak berniat memberitahu pada publik soal pernikahannya. Ia merasa tak punya kewajiban untuk berbagi berita bahagia itu pada masyarakat. Biarlah, itu menjadi semacam rahasia manis buat mereka. Sekarang ia menjadi begitu over-protective pada Sara. Sebisa mungkin ia akan menjaga penuh privasinya. Lagipula sekarang mereka tidak lagi menjadi selebritis. Itu artinya, kehidupan pribadi mereka bukan lagi konsumsi publik.

Ah, sayang sekali orang yang paling ia harapkan untuk hadir di pernikahannya ternyata tak datang.

Dan perhatian Suho beralih pada foto di sebelah foto pernikahannya.
Foto Lay.
Foto keluarganya.
Terlihat Lay berdiri bersebelahan dengan seorang anak perempuan berusia sekitar 10 tahun, sementara dua orang setengah baya, lelaki dan perempuan, duduk di kursi yang berada di depan mereka.

Foto itu dikirimkan Lay padanya beberapa waktu yang lalu sebagai hadiah pernikahan. Di bagian bawah foto terdapat sebaris kalimat : Kak, ini foto keluargaku. Akhirnya. Dan selamat atas pernikahanmu.

Entah mengapa, Suho selalu terharu ketika membaca kalimat itu. Ia bahagia, mengetahui bahwa akhirnya adiknya punya marga dan juga punya sebuah foto keluarga. Hal yang sudah ia maupun Lay impikan sejak lama. Hanya saja, tak ada dirinya di foto itu. Itulah kenapa ia sengaja memasang foto itu bersebelahan dengan fotonya. Sekedar pengingat bahwa mereka adalah saudara, apapun bentuknya.

Sudah setahun lebih Lay menetap di Amerika.
Ia aman dan baik-baik saja di sana.
Skandal keluarga mereka, ibu yang berselingkuh, anak haram, keluarga yang tak harmonis, semua tetap tertutup rapat. Fakta bahwa Lay adalah adik Suho dari ayah yang berbeda juga tetap tersembunyi dengan rapi dari publik. Yang masyarakat tahu selama ini adalah Suho anak tunggal, dan dari keluarga bahagia. Biarlah seperti itu.
Mereka tak perlu tahu yang sebenarnya.

"Kau merindukannya?" Sebuah pelukan hangat Suho rasakan di punggung.
Lelaki itu menatap lengan yang melingkar di pinggangnya. Ia tersenyum dan beringsut pelan lalu berbalik. Menatap seraut wajah di depannya.

Sara menyapa dengan senyumnya yang manis.
"Iya. Aku merindukannya, dan aku juga merindukanmu." Suho membungkuk, mengecup bibir istrinya ringan.
"Suatu saat kau pasti bertemu dengannya, percayalah." Ucap Sara sambil meremas lembut lengan Suho.
Lelaki itu tersenyum lagi, lalu mengangguk.

"Makan malam sudah ku siapkan,"
"Aku ganti baju dulu," Suho menepuk pipi Sara lembut lalu bergerak ke kamarnya.
Dan sekarang ganti Sara yang berdiri termangu, memandangi foto keluarga Lay.

Terkadang, Ia sempat merasa bersyukur atas insiden penembakan yang ia alami sekitar setahun lalu. Setidaknya peristiwa itu membuat Lay menunda keberangkatannya ke Amerika dan bertemu dengan Suho.
Jika saja ia tak tertembak, Lay takkan kembali dan bertemu dengan kakaknya. Mereka takkan berpamitan satu sama lain. Dan jika itu terjadi, seandainya Lay pergi begitu saja ke Amerika, entah bagaimana Suho akan menjalani kehidupannya.
Barangkali ia akan selalu dihantui rasa bersalah, seumur hidupnya.
Syukurlah, itu tak terjadi.
Well, pepatah yang mengatakan bahwa selalu ada hikmah di setiap bencana ternyata benar adanya.

"Makan malam sekarang?"
Dan tiba-tiba Suho sudah berdiri di belakangnya, merengkuh tubuhnya erat.
Sara melepaskan rengkuhan suaminya lalu berbalik dan mencubit pipi lelaki itu dengan gemas.
"Ayo, sekarang. Aku sudah kelaparan. Mulai sekarang kau harus bekerja lebih keras karena porsi makanku akan semakin bertambah. Aku perlu asupan gizi dobel," Ia menggandeng lelaki itu lalu mengajaknya ke meja makan.

Ketika perempuan itu menyeret tangannya, pandangan Suho kembali singgah pada foto Lay.

Sara benar. Suatu saat ia akan bertemu lagi dengannya, dengan adiknya, entah kapan.
Kelak, jika Lay sudah mengijinkan ia mengunjunginya, mau bertemu dengannya, maka ia takkan ragu untuk memesan penerbangan ke Amerika, saat itu juga. Pasti.

Suho baru saja ingin menyendok makanan dari piringnya ketika tiba-tiba ia teringat sesuatu.
"Kau tadi bilang apa?" Ia menatap Sara lekat.
Perempuan itu mengernyit bingung. "Memang aku bilang apa?"
Suho melotot, meletakkan sendoknya kembali ke piring lalu bangkit.
"Kau hamil?!" Ia nyaris berteriak.

Sara mengerjap.

"Kau tadi bilang bahwa kau memerlukan asupan gizi dobel? Kau juga menyuruhku bekerja keras karena porsi makanmu bertambah? Apa itu berarti ...?"

Sara tersenyum lembut. Ia melipat kedua tangannya di atas meja lalu menatap lurus ke mata suaminya.
"Selamat tuan Suho, kau akan segera jadi ayah." ucapnya.

Suho ternganga.
Ia terlonjak, merasa girang seketika. "Yess!" teriaknya.
Ia berjalan memutar, menghampiri istrinya, lalu meraih tubuhnya dan memeluknya erat.
"Terima kasih. Aku pasti bekerja keras," bisiknya.
"Dan aku akan selalu memperlakukanmu dengan baik," lanjutnya.
"Terima kasih, sayang." balas Sara.
"Ini ... benar-benar luar biasa," dan lelaki itu mengecup puncak kepalanya, berulang-ulang, dengan penuh kasih.
"Semoga saja dia perempuan, dan ia punya mata cantik seperti dirimu," ucapnya girang.

Dalam hati Suho berujar haru.
Terbersit sosok Lay di benaknya.

Lay, kau akan segera jadi paman. Mari bertemu kalau dia sudah lahir di dunia ...

***

selesai.

terima kasih sudah mengikuti FF ini. semoga terhibur...
tunggu ff ku yang lain ya...
*bow

Backstage || NC || EXO Vers.Where stories live. Discover now