Sesaat kemudian Zaza membuka pintu mobil itu, gadis itu berjalan dengan angkuh dengan kaki yang sedikit pincang, menahan sakit di lutut sebelah kanannya.
"Kau mau kemana?!" teriak Sean mengejar gadis itu.
"Bukan urusan mu!" teriak Zaza sambil terus berjalan meninggalkan Sean, dengan cepat laki-laki itu menghadang gadis itu.
"Sekarang jadi urusan ku, aku menabrakmu tadi setidaknya kita bisa ke rumah sakit untuk mengobati cedera mu." Sean menatap lutut gadis di hadapanya.
"Aku tidak akan menuntutmu, terimakasih telah menyelamatkan ku." Jawab Zaza dengan nada angkuh sambil berlalu meninggalkan laki-laki di hadapanya.
Wanita itu sempat terdiam sesaat ia sudah tidak bisa menahan rasa sakit itu, walau ia bisa menyembunyikanya tadi, jujur Zaza butuh obat sekarang.
Zaza mulai berjongkok ia sudah tidak mampu berdiri lagi, rasanya benar-benar sakit, ia bahkan mengigit bibir bawahnya kuat-kuat sambil meringis. Menyadari itu Sean segerah menghampiri gadis itu.
"Aku akan membiarkan mu tinggal, asal kau ceritakan semuannya dan kita harus mengobati cedera mu dulu." Ucap Sean setelah berpikir sejenak.
Tidak mungkin membiarkan gadis itu berjalan sendirian di tengah malam, dalam hati ia mengupat dirinya mengapa ia tertarik dengan urusan wanita ini, hanya karena rasa bersalah setelah menabraknya tadi? tapi bukanya gadis itu marah, ia malah berterimakasih? itu yang membuat Sean penasaran.
"Baikla." Jawab Zaza dengan berbinar binar sambil tersenyum sinis.
***
Apartemen itu sangat la sederhana, saat membuka pintu langsung di sambut ruang tamu yang hanya di isi oleh sebuah sofa besar serta meja kecil, dan televisi berukuran sedang tergantung di dinding, jika melihat ke arah kanan orang yang ada di sana bisa langsung melihat dapur walau sangat kecil tapi sangat rapi semua perabotan di dapur di tata sedemikian rupa, serta dua buah pintu Zaza yakin itu kamar.
Sean mengeluarkan kotak P3K, mencari salep untuk mengobati memar di kaki gadis itu.
"Kau bisa mengoleskan ini di luka mu," Sean memberikan sebuah salep dengan cepat gadis itu mengambilnya, perlahan ia mengoleskan pada lututnya sedikit-demi sedikit.
Sean hanya menatapnya iba, beberapa kali wanita itu meringis menahan sakit tapi ia tidak menangis bahkan mati-matian menahan suarahnya.
"Aku Sean, jadi?" Sean bertanya, Zaza mengerti arah pertanyaan Sean.
"Namaku Sa-, kau cukup panggil aku Zaza." jawab sang gadis, Sean menganguk tidak ingin memaksa gadis itu.
"Aku kabur dari rumah," ucap Zaza, ia melihat raut muka Sean seakan bertanya mengapa kau kabur? "Orang tua ku menjodohkan ku dengan laki-laki yang tidak ku kenal," jelas Zaza, Sean tersenyum mendengarnya, masih ada saja perjodohan di jaman sekarang ini pikirnya.
"Dijodohkan? Memangnya berapa umurmu?" tanya Sean sambil menahan senyumnya.
"Jangan mengejek ku seperti itu!" Zaza tahu Sean menertawakannya karena hal perjodohan itu "Dua puluh tahun." tambah gadis itu.
"Oh." Masih sangat mudah pikir Sean kenapa orang tua Zaza ingin menjodohkannya?
"Apakah kau sudah memiliki pacar?" Sean bertanya, pasti ada alasan mengapa gadis itu menolak perjodohan itu.
"Belum, tapi bukan bearti aku akan menikah dengan laki-laki yang tidak aku kenal!" jawab Zaza.
Sean mengangguk ia mengerti mengapa Zaza melolak perjodohan itu.Sean beranjak pergi kekamarnya, mengambil sebuah bantal dan selimut.
"Kau boleh tidur disini," Sean meletakan bantal dan selimut di samping Zaza
KAMU SEDANG MEMBACA
ZAHARA (End)
Romance# 410 dalam Roman tgl 15/05/ 2017 "Aku Sean, jadi?" "Namaku Sa-, kau cukup panggil aku Zaza" jawab sang gadis, Sean menganguk tidak ingin memaksa gadis itu. "Aku kabur dari rumah" ucap Zaza, ia melihat raut muka Sean seakan bertanya mengapa...