07 Pancawarna : Banyak Warna, Bermacam-Macam Warna

26.3K 1.8K 17
                                    

Bab 7 - Pancawarna

Setelah Alden membuat tontonan drama yang memalukan dia mengajak Bening untuk duduk di sebuah cafe yang letaknya tidak terlalu jauh dari gedung perkantoran, lebih tepatnya lagi bersebelahan dengan TPA tempat Kevyn dititipkan. Alden tidaklah sendirian, dia bersama Andin duduk menghadap Bening yang terlihat gelisah.

Kegelisahan Bening timbul karena hari yang sudah sore dan dia belum juga menjemput Kevyn. Dia sebelumnya tidak pernah terlambat menjemput buah hatinya itu, anaknya dengan laki-laki yang kini duduk di hadapannya dan keponakan perempuan yang sedari tadi menatapnya intens.

"Kemana saja kamu lima tahun ini?" tanya Alden yang tidak tahu harus memulai dengan mengatakan apa.

"Aku tidak kemana-mana lagi pula kenapa kamu menanyakan keberadaanku?" balas Bening sedikit ketus, lebih tepatnya pura-pura ketus.

Alden hanya menghela napasnya pelan mendengar jawaban dan nada suara Bening. Melihat adiknya tidak tahu harus berbicara apa Andin ambil bagian dengan bertanya, "Kenapa kamu memintacerai dengan Alden dulu?"

Bening diam, dia tidak tahu harus menjawab pertanyaan Andin seperti apa. Tidak mungkin dia mengatakan hal yang sebenarnya dan dia memilih untuk berbohong. "Karena aku tidak bahagia hidup dengan Alden," ucap Bening yang sebenarnya merasakan sakit luar biasa pada hatinya.

Terlalu terkejut untuk mendengar perkataan Bening, Alden hanya dapat terpaku di tempat duduknya. Perasaannya terluka mendengar pengakuan Bening itu, hingga dia tidak sadar telah mengatakan, "Apa yang membuatmu tidak bahagia?"

Di dalam hatinya Bening berusaha menguatkan hati dan perasaannya. Dia tidak ingin benteng yang telah dia bangun sekokoh Tembok China itu hancur begitu saja karena tidak kuat harus terus berbohong. "Kamu tidak perlu tau alasannya. Jika tidak ada lagi yang ingin dibicarakan aku pamit," ujar Bening terburu-buru.

"Apa kamu sudah menikah lagi?" pertanyaan Alden itu menghentikan langkah Bening.

"Aku tidak berniat untuk menikah lagi," jawaban Bening lebih terdengar seperti gumaman. Namun jelas diterdengar di telinga Alden dan Andin.

Alden tidak berusaha untuk mengejar Bening, dia membiarkan Bening melangkah keluar dari cafe tersebut. Andin juga tidak berkomentar apa-apa, dia tahu adiknya itu sedang mengalami patah hati untuk kesekian kalinya terhadap orang yang sama. Jadi Andin lebih memilih menemani adiknya itu melamun di dalam cafe selama hampir satu jam lamanya.

Sepanjang perjalanan menuju pulang ke rumah Bening hanya diam saja, diam-diam air mata membanjiri pipinya. Kevyn yang duduk di sebelah Bening heran melihat Ibunya tiba-tiba menangis. Bahkan saat ini mereka masih berada di dalam taksi yang akan mengantarkan mereka pulang.

"Ibu napa nangis?" tanya Kevyn yang terlihat ikut bersedih.
Bening tidak menjawab pertanyaan Kevyn, dia justru membawa Kevyn ke dalam pelukkannya. Air mata Bening masih terus berjatuhan, semakin membuat Kevyn bingung. Tetapi, Kevyn tetap membiarkan Ibunya memeluknya, menyalurkan kehangatan kepada sang Ibu yang sedang menangis.

"Ibu tenang ya. Kan ada Kevyn di sini," hibur Kevyn. Hal itu justru membuat air mata Bening terus mengalir semakin deras.

∞∞∞

Pagi-pagi sekali Bening sudah duduk di ruangan divisi keuangan, mata Bening terlihat sembab, akibat dirinya menangis semalaman. Ruangan masih belum ada orang yang datang karena memang Bening yang datang terlalu pagi. Dia sengaja melakukannya untuk menghindari tatapan aneh orang-orang terhadap dirinya.

Drama yang dibuat Alden dan dirinya kemarin menjadi tontonan banyak orang di gedung itu. Adegan dimana Bening berlari dan dikejar oleh Alden, hingga Alden yang berteriak dengan lancangnya dan membuat langkah Bening terhenti. So crazy, begitulah yang Bening bayangkan pagi tadi saat dalam perjalanan menuju kantor.

Turn Back (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang