KODOMO

102 4 3
                                    

Hawa dingin itu membawa air di ujung mata Nata. Itu tadi bukan mimpi tapi itu seberkas hidup yang sudah dipajang dalam otak dan perasaan Nata sejak bertahun-tahun yang lalu.

Ia mengeser jendela kaca tua yang decitnya tenggelam dalam percikan air hujan yang jatuh ke tanah. Ia mengingat air mata ibunya semalam.

Air pun menetes deras dari kolornya yang berwarna hijau. Kehujanan dengan celana dalam yang lain di luar sana.

"Sial banget dah, sekarang mau pake celana dalam siapa coba..?"

Tugas rumah sehari-hari itu tak pernah lepas. Koran itu sudah selesai di masukan dalam plastik agar pelangan koran tidak mendapati koran mereka dalam keadaan basah atau sudah hancur. Sepeda sudah di pompa ban nya hingga gajah yang duduk pun tidak akan membuatnya kempes tapi langsung hancur di buatnya.

Langkah kecilnya berlalu keruang tengah yang tidak berubah barang sedikitpun dari sejak pertama ia dilahirkan. Ia mengambil beberapa pil dari botol kecil disamping piano peninggalan ibundanya dengan tatapan penuh arti. Ia meminum semua pil itu dihadapan foto ibunya bersama seorang bocah yang dirangkulnya erat.

"Sudah, Mama sudah bisa tersenyum sekarang. Karna aku meminum secara rajin obat-obatku" ucap Nata seraya membayangkan photo itu nyata ibunya di depan mata sedang tersenyum bahagia.

Pikirannya terlampau jauh melampaui ruang dan waktu. Ada yang ingin dia katakan tapi sulit untuk diungkapkan. Wajah nya memerah ketika ia membayangkan seseorang dengan rambut dan mata cokelat yang indah. Persis seperti ibunya yang sebenarnya asli indo tapi bak bule yang tersasar di pedalaman papua. Ada banyak alasan kenapa ibunya itu terlihat cantik dan lembut, walaupun diantara itu terdapat diri yang tak seharusnya di ketahui oleh orang banyak.

"Ma, aku melihat pelangi sejak setahun yang lalu Dimata seseorang" Nata berbicara pelan "Namanya embun. Seperti namanya ia adalah orang yang menenangkan. Ia cantik, kadang dia tidak sadar kalau dirinya cantik, aku ingat suatu saat ia memakan ice cream dikelas seperti anak kecil ice cream itu belepotan di pakaian dan bibirnya. Sungguh saat itu dia sangat imut dan apa adanya. Rambutnya juga harum strawberry, aku mencuri kesempatan untuk mencium hawa segar itu secara tidak sengaja Ma. Anakmu tidak mesum kok" wajah Nata memancarkan garis merah nan hangat

"Maafkan aku Ma, aku suka padanya. Aku mencintainya. Yaa.. Walaupun Nata tahu itu ngga akan jadi nyata. Tapi seengaknya Nata bisa memandangnya dari jauh dan membayangkan ia memang ada di samping Nata, mendampingi"

Nada ponsel beradu dengan kesunyian

"Nih si Onta ngapain telepon pagi-pagi..?"

"Haloo"

"Elu dimana tong..?" tanya seseorang diseberang sana

"Masih dirumah bentar lagi mau anter koran. Kenapa nta.?"
"Jadwal kuis pak jojon di majuin jadi jam 8, minum obat lo. Udah anter koran langsung otw kesini Dekan juga panggil kita ke kantor kayaknya dia mau bahas soal Biyan.."

Nata berpikir keras. Entah kenapa ia sudah memikirkan kemungkinan yang akan terjadi dengan teman baiknya itu.

"Gue on time kok" jawab Nata

"Ya udah, jangan lupa dengan obat lu"

"Iye onta mesir"

"Hehehe, assalamualaikum"

"Walaikumsalam"

Biyan adera mahendra...

Nama pasaran benak Nata

Ia mengayuh jauh ditengah hujan yang perlahan berganti rintik gerimis dengan kebekuan lebih mengigit tulang. kelaparan dan haus, hampir dapat ia rasakan setiap waktu. namun warung langganan ada di ujung kompleks. Butuh beberapa menit sampai ia menyelesaikan semua ini dan memulai mengisi perut.

Jalanan perumahan yang tak pernah sepi di pagi hari berubah menjadi kota hantu. Tidak ada yang bisa meninggalkan rumah untuk merasakan sejuknya hujan pagi bercampur kabut tipis. Seakan sebuah teka-teki ia mencoba menyembunyilan gambaran di depan sana. Aku harus berhati-hati kalau-kalau zombie muncul dari kabut.

Pikiran seorang gamers, si Onta..

Tapi yang benar saja, di sepanjang jalan yang tanpa tanda-tanda kehidupan. Ia benar-benar menyembunyikan empat mobil mewah yang berbaris di depan sebuah panti asuhan yang penuh tawa canda para bocah sepagi ini.

Kayuhan itu mendarat sejenak, memandang indahnya senyum pemilik masa depan tak pasti tanpa orang tua. Mereka tampak bahagia dengan kotak yang berhias berbagai jenis kertas kado berwarna dengan pita merah muda senada semuanya.

Gerimis tak membuat luntur senyuman mereka. Namun geraian rambut seseorang yang bersembunyi dari wajah sang gadis kecil, merenggut sedikit napas Nata. Ia tahu benar siapa yang sedang ia tatap.

"Embun.."

Only HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang