part 4

12.5K 503 14
                                    

Sudah tiga hari Rayan tidak mengunjungi kafe Naina karena menuruti keinginan orang tuanya untuk pulang tepat waktu. Ada rasa rindu di hatinya pada wanita yang ramah itu, yang selama ini selalu memberikan nasihat padanya. Memberikan kenyamanan, dan sudah seperti ibunya sendiri.

Dan sudah beberapa kali juga dia mencoba menghubungi Naina, tapi nomornya tidak aktif. Dia jadi heran, kenapa Naina seperti menjauhinya? Tepat ketika orang tuanya berubah drastis dan peduli padanya. akhirnya dia berniat menemui Naina esok.

Mobil Rayan terparkir di parkiran taman kota, lalu dia berlari menuju kafe Naina. Senyumannya mengembang saat melihat Naina tengah bicara dengan pelanggannya, dengan senyuman yang selalu mengembang di bibirnya.

"Hai," sapa Rayan sambil tersenyum. Seolah ingin Naina merindukannya.

"Hai," balas Naina sambil sibuk bicara dengan Runa juga pembeli langganannya.

Senyum Rayan hilang, ada rasa sedih dan kecewa ketika Naina cuek padanya. Padahal, harapannya adalah Naina menyapanya, menanyakan ke mana dia selam tiga hari ini.

"Sepertinya tidak ada yang merindukanku, ya?" Rayan duduk di kursi yang masih kosong.

"Aku merindukanmu, Rayan. Ke mana saja?" tanya seorang penjual minuman di sana. Namanya paman Dholakia.

"Aku sibuk dengan tugas sekolah, Paman," jawabnya sambil mata tetap melihat ke arah Naina yang sibuk mencatat sesuatu, atau bahkan tengah mencoba mengabaikan Rayan.

"Kau tidak tanya aku ke mana, Naina?" tanya Rayan. Dia tak menyebut lagi aunty rupanya.

"Hmh? Kau bertanya padaku? Ah, iya aku lupa. Kau ke mana saja Rayan?" ujar Naina tampak terpaksa. Rayan terdiam lalu meminta dua samosa dan satu minuman dingin dari Paman Dholakia.

"Naina kenapa, Paman? Tidak biasanya dia seperti itu padaku?" tanya Rayan ketika Paman Dholakia memberikan cola dingin padanya.

Paman Dholakia setengah berpikir. Dia mencari jawaban baik karena sama seperti Runa, dia dilarang menceritakan kedatangan ayah Rayan.

"Mungkin putus cinta," jawabnya enteng.

"Sejak kapan dia punya pacar?"

"Hey, Bocah, kau bukan kekasihnya. Jadi tak harus dia beri tahu siapa kekasihnya padamu." Paman Dholakia tampk memelintir kumisnya.

"Benar juga. Tapi dia bilang dia single." Rayan masih penasaran.

"Ah kau ini, jangan sampai kau menyukai gadis yang jauh lebih tua darimu, Rayan. Naina tidak cocok untukmu, dia lebih pantas jadi kakakmu, bahkan jadi ibumu juga masih mungkin," celoteh paman Dholakia.

"Ya, andai aku bisa tukar tambah ibu."

"Hush! Kau ini." Paman Dholakia terkekeh sambil mencubit pipi Rayan.

"Tapi, Naina dan ayahmu memang serasi saat berbicara berdua. Sudah gitu, keduanya tampak gugup sekali. Seperti pacar yang bertemu mantannya, hahaha. Ups." Paman Dholakia menutup mulutnya.

Rayan menatap Paman Dholakia dengan tajam. Dia jadi paham sekarang. Dia berdiri dan menghampiri Naina.

"Apa yang Ayah katakan padamu?" tanyanya serius.

"Ayah?" Naina heran, lalu melihat ke arah Paman Dholakia yang mengatupkan tangannya sambil menggoyangkan kepalanya tanda merasa bersalah. "Oh, dia bilang jangan pacaran denganmu," ujar Naina santai.

"Jadi karena itu kau jadi cuek padaku?" tanya Rayan lagi.

"Tidak juga, aku kesal saja orang mengira kita pacaran. Ya Tuhaaan, memangnya aku pedofil?" Naina mencoba sesantai mungkin.

A Lovely Surrogate Mother (International Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang