part 6

10.7K 474 15
                                    

James menatap wajah Naina yang tengah terlelap efek dari obat bius. Dia menyentuh kening Naina, lalu mengelusnya dan menatap wajah manisnya. Lalu beralih meraih tangannya dan menggenggamnya erat.

James POV

Ya Tuhan, kasihan sekali gadis ini. Aku telah memanfaatkan ketidakberdayaannya. Jahat, aku sangat jahat. Hhhhh, maafkan aku, Naina. Bukalah matamu, aku tidak sabar melihat matamu yang indah itu. Aku harap anak kita kelak memiliki mata indahmu.

Shit! Bajingan sekali aku! Anak kita? Ya, tapi kenyataannya bahwa baru saja aku menghamilimu dengan cara yang tak lazim. Cara lazim saja berengsek, apalagi tak lazim seperti ini. Aku benar-benar ... aarrrhhh....

"Tuan." Aku tersentak saat Naina sadar dan aku masih menggenggam tangannya bahkan menaruhnya di bibirku.

"Ya, aku senang kau sudah sadar." Terpaksa aku melepaskan tangannya dengan perlahan, kutaruh kembali di tempat tidur. Ya Tuhan, dia masih tersenyum dengan sangat manis padaku. Andai kau tahu hey, Gadis, pria ini tak layak kau senyumi.

"Anda kenapa? Dari tadi menatapku aneh. semua baik-baik saja, kan?" tanyanya lirih. Aku hanya bisa mengangguk. Sungguh, aku seperti mati kutu melihat wajah dan mendengar suara malaikat ini.

"Kau sudah siuman cantik?" Smith, sepupuku datang dan menyapa Naina. Tampak Naina mengangguk.

"Kau akan di sini selama dua minggu untuk dipantau dan mempermudah observasi kami akan ... janin yang baru saja kami tanam," ujar Smith seperti hampir salah bicara soal janin. Lalu dia melirik padaku.

Si polos nan manis itu hanya mengangguk dengan ramah dan senang. Dia memandangi perutnya, oh Tuhaaan, membuatku semakin bersalah.

"Aku akan selalu menjagamu. Jangan takut, ya," kataku seolah sebagai malaikat penguat, padahal tak lebih dari iblis yang memanfaatkan kepolosannya.

"Aku tidak takut. Aku malah tidak sabar, seperti apa rasanya ada manusia di dalam perutku." Dia malah tertawa sambil setengah bercanda. Aku mengangguk dan ikut tertawa dengan akting seapik mungkin. Agar rasa bersalahku ini tertutupi dengan baik.

"Kau boleh cerita apa pun padaku nanti. Aku akan selalu menemanimu di sini jika pulang kerja. Dan Nitasha akan menamanimu di siang hari. Jadi kau tidak akan bosan," kataku mencoba mengalihkan situasi.

"Iya, aku juga bisa nonton serial-serial favoritku di televisi, kan? Jadi pasti tidak akan kesepian," katanya polos. Ah, pecinta serial. Semoga anakku tidak dibawa mellow-drama nantinya.

***

Kulihat Nitasha sedang mengobrol dengan Naina yang masih terbaring di tempat tidur. Entah mengobrol apa, kurasa Nitasha harus lebih akrab dengan gadis itu. Karena kelak dia yang akan merawat anak kami.

Aku berbicara dengan Dokter William dan Dokter Anand, mereka bilang perkembangan janinnya bagus. Apa yang mereka lakukan sukses dan janin berkembang. Aku ingin melompat kegirangan mendengarnya. Bahkan saat melihat titik kantung di rahim Naina, hampir saja aku teriak, "Ini Ayah, Nak."

Benar-benar konyol, bukan? Aku berusaha menenangkan diri beberapa saat di ruang dokter, dan tidak menemui Naina. Kadang, emosiku tidak stabil saat di depan Naina. Terlalu merasa bersalah, dan itu bisa ditangkap oleh sepupuku William. Dia memintaku tenang dan jangan sampai semua ini bocor.

Setelah yakin tenang, aku menemui Naina dan Nitasha di ruang perawatan.

"Selamat, Sayang, anak kita sudah tumbuh dan sekarang berusia dua mingguan," kataku pada Nitasha. Nitasha melonjak kegirangan. Dia langsung bangkit dan memelukku dengan erat. Sedang mataku tertuju pada Naina yang memamerkan senyum manisnya pada kami.

A Lovely Surrogate Mother (International Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang