Ospek lagi. Lagi-lagi ospek. Oke. Siapa takut? Hehehe... Ganbatte! Semangat! Hamasah!
Syafa tersenyum di cermin. Dia sudah membayangkan apa yang akan terjadi pada hari pertamanya. Dia siap. Syafa gitu, lho....
Bismillahitawakalltu 'alallah laa hawla walaa quwwata illa billah.
"Sya... Cepetan! Kalo lama, kutinggal!" Teriakan Keyra merusak ketentraman pagi itu.
"Bentarr...," jawab Syafa tidak kalah kencang.
Syafa muncul di muka pintu kamarnya dengan senyum lebar.
"Maaf, Key."
"Sya... hari pertama disuruh pakai baju putih-putih, kopiah hitam, sabuk hitam, sama sepatu hitam, kan?"
Pakaian yang diminta panitia sama persis dengan seragam anggota paskibra.
"Lha, ini?" Syafa memutar tubuhnya di depan teman sekamarnya.
"Itu gamis, Sya," tegur Keyra.
"Memang." Syafa nyengir. Santai. Tanpa beban.
"Jilbabnya nggak bisa dipendekkin dikit?" Keyra bertanya penuh khawatir.
Kerudung Syafa panjang hingga menutupi bagian punggung dan perutnya.
"Adanya cuma ini, Key. Kerudung ini satu set dengan jilbabnya. Seragam panitia nikahan. Hihihi...."
"Syaa-faa...?" Keyra kehabisan kata. Dia menggeleng tidak percaya, "Aku paham kalau gamis sama jilbab itu harga mati buat kamu. Kamu nggak usaha pinjem gitu?"
"Ralat, Key! Bajuku ini namanya jil-bab. Yang di kepalaku namanya ke-ru-dung. Karena berkerudung, aku nggak perlu pakai kopiah. Oke?"
Keyra bengong. Mau jawab paham, nyatanya tidak. Mau menjawab tidak, pernyataan sahabat antiknya sangat jelas. Duh!
Dia baru tahu kalau jilbab itu nama pakaian yang menutupi tubuh muslimah seperti Syafa. Berarti dia salah selama ini. Kesalahan berjamaah.
"Tentang pinjam-meminjam, aku nggak sempat, Keyra Syantiik...," Syafa menggamit lengan temannya, "semalam Syifa sama mami menahan kepulanganku ke sini. Mereka maunya aku berangkat Ospek dari MH. Mana bisa begitu?"
Hening sesaat.
"Huft!" Syafa meniup kelopak mata Keyra yang tidak berkedip.
"Syafa!" protes Keyra, "Memangnya aku kelilipan? Hah?" Keyra pura-pura marah.
Syafa tertawa. Disusul Keyra, "Makanya jangan bolak-balik bengong."
"Hehehe, iya, iya."
Kedua gadis dengan penampilan bagai langit dan bumi itu berjalan beriringan. Langkah Syafa mampu menyamai Keyra yang memakai rok pendek selutut.
"Innalillah, Sya!" Kaki mereka serentak berhenti, "Kamu liat di sana, gang ini ditutup. Hwuaa..."
"Nggak usah lebay! Sok-sok nangis gitu, Key, buruan aja kita muter. Ayo!"
Seratus meter dari tempat mereka berdiri terdapat kerumunan. Sebuah bendera putih menjadi penanda bahwa ada salah satu penghuni rumah itu yang meninggal. Kerumunan itu adalah kumpulan petakziah.
"Aku nggak tau jalan, Sya. Kita muter ke mana?" Keyra panik, "GPS, GPS, Sya! Eh, gang kecil apa terpetakan, ya?" Keyra ragu dengan usulnya sendiri.
"Keyra, kita ikuti aja anak di depan itu. Dia pakai putih-putih juga, kan?"
"Mana? Mana?" Keyra celingukan.
"Lho, dia nyusup ke mana? Cepet banget?" Syafa mengedikkan bahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenyah Rasa
SpiritualSebagian naskah dihapus ### "Ga," panggil Al ketika Rangga mulai melangkah meninggalkan halaman rumah Syafa. "Ya, Kak?" "Subuh di Jogja itu jam setengah lima." Al berkata sambil tersenyum simpul. ### Ini kisah, Seorang pemuda tampan, rupawan, hingga...