Prolog

252 8 3
                                    

.
.
.

Canggu- Bali, 28 Mei 2012

Malam yang penuh dengan rasa sakit...

Tut... tut...tut...

"The number you're calling is busy please–" untuk kesekian kalinya Sherry menekan tuts di ponselnya untuk menghubungi Axel. Namun semua panggilannya tak sekalipun diangkat olehnya, hanya suara operator yang terus terngiang di telinganya.

Sherry termangu menatap dua sejoli yang tengah mengumbar mesra di hadapannya saat ini, air mata membanjiri wajahnya. Ini kali pertamanya ia menangis setelah kematian keluarganya beberapa waktu lalu. Bahkan Sherry tak menangisi jasad kakak, adik serta kedua orangtuanya saat dimakamkan. Bukan berarti ia tak mencintai keluarganya, tapi karena hatinya yang telah mati.

Sherry membuang muka enggan menatap mereka lebih lama lagi, itu membuat hatinya semakin sakit. Dihapusnya dengan kasar airmata yang membanjiri pipinya. Dengan langkah berat, ia mendekati sosok Pria yang berhasil memiliki hatinya saat ini, tangannya yang bergetar meraih bahu lebar Pria itu.

"Axel, kau sedang apa disini?" tanyanya dengan suara yang sedikit parau. Sherry mencoba untuk tetap tersenyum, karena ia tak ingin terlihat menyedihkan dihadapan Pria yang sangat berarti dihidupnya. Sherry tahu jika Axel terkejut dengan kehadirannya disini, dapat dilihatnya tubuh Pria itu menegang, Axel menoleh kearah sumber suara itu, matanya membulat menatap dirinya. Dengan cepat pria itu melepaskan genggaman tangannya pada sosok disampingnya. "Sh-sherry?"

"Kenapa tidak menjawab telfon dariku? Aku mencarimu kemana-mana Axel," ucap Sherry yang mengabaikan keterkejutan Axel. Sebisa mungkin ia mencoba bersikap tenang, namun tak dapat dipungkiri jika hatinya tak bisa berbohong, rasa sakit yang dirasakannya saat ini tak bisa ditutupinya.

"Aku bisa jelaskan semua ini Sher," ujar pria itu sembari melangkah mendekati Sherry.

Sherry menepis tangan Axel yang mencoba untuk menyentuhnya. "Ah~, Aku cukup puas bisa membuktikan dengan kedua mataku sendiri," ucapannya berubah menjadi sinis. Sherry menyunggingkan senyum miris, matanya menatap tajam Axel dan gadis yang terdiam di belakang sana sejak tadi. "Selamat atas hubungan kalian, ku harap hubungan kalian berjalan baik, selamanya," katanya memberikan penekanan kata pada kata 'selamanya'. Mata itu menatap kedua sosok manusia yang berbeda gender itu datar lalu membalikkan tubuh, berjalan meninggalkan mereka.

Sherry melangkah menjauh tanpa menoleh sekalipun, mengabaikan teriakan Axel yang terus memanggil namanya. Tangannya menekan dada kuat-kuat. Sesak. Cinta yang dianggapnya sebagai sesuatu yang murni telah menghianatinya. Dia kecewa, Pria yang membuatnya melupakan masa kelamnya justru berhasil menambahkan luka baru dihatinya. Sejak saat itu Sherry percaya jika tak ada cinta yang tulus untuknya.

Baginya, sebuah hubungan antara Pria dan wanita hanyalah bentuk simbiosis mutualisme. Memberi dan membalas.

-♪♪♫♪♪-

Indonesia, 12 Juni 2014

Bandar Udara Internasional Ngurah Rai-Denpasar,Bali.

Sherry menatap arlojinya sembari menunggu pesawat menuju Korea Take off pukul 10.00 nanti. Beberapa saat yang lalu ia sempat menunggu di café bandara untuk mengisi perutnya, Sherry tak sempat sarapan dirumah karena jadwal pemberangkatannya itu. Sesekali gadis berkebangsaan Indonesia-Korea tersebut mengetikkan sesuatu di ponselnya, membalas pesan kepada seseorang yang menantikannya di Korea sana.

Mata Sherry menelusuri setiap sisi bandara, pandangannya menerawang jauh menatap sepasang kekasih yang tengah melepas rindu beberapa meter dari tempatnya duduk. Tiba-tiba memorinya kembali berputar ke dua tahun silam. Setiap kenangan indah yang pernah ia dan Axel lalui bersama berputar diotaknya, seperti sebuah film yang berputar cepat. Hingga sebuah bayangan, di mana Axel berjanji untuk selalu bersamanya, menjaganya dan menjadi keluarga baru baginya. Namun, janjinya hanyalah omong kosong belaka, dia yang berjanji dan dialah yang mengingkari.

"Diberitahukan bahwa pesawat menuju Seoul-Korea akan segera lepas landas, di mohon kepada seluruh penumpang untuk segera memasuki pesawat karena...,"

Sherry mengambil backpack-nya dan menaruhnya di sisi kiri pundaknya, kemudian beranjak dari kursi tunggu para penumpang. Tangan kanannya menarik koper besar berwarna silver, sedangkan tangan kirinya memegang passport dan tiket. Dia kembali menatap sekeliling bandara, sebentar lagi gadis yang baru menginjak umur 17 tahun itu akan meninggalkan Negara ini, Negara dimana ia telah dilahirkan. Sherry menarik nafas dalam, keputusannya telah bulat. Meninggalkan Indonesia adalah jalan terbaik untuk saat ini, ia harus bisa melupakan masa lalu dan kembali membuka lembaran baru. Tangannya memasang kembali sunglasses-nya, kemudian melanjutkan langkahnya yang tertunda.

To Be Continue...

UNTOUCHABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang