"Ayolah sebentar saja. Kupastikan kau tidak akan bosan. Lagipula ini untuk merayakan kepulanganmu ke Mullingar." Eve memohon kepada Niall untuk ikut dengannya serta Greg pergi kesalah satu Pub di Mullingar." Bukan, hal yang begitu disukai Niall tetapi apa yang bisa Niall lakukan selain menurut dengan permintaan kakak sepupunya yang sangat merindukannya ini?
"Baiklah-baiklah. Aku akan ganti baju sebentar. Kalian tunggu dimobil." Selepas itu mereka pun berangkat menuju salah satu Pub yang ramai di Mullingar.
Suara dentuman musik EDM dan Trap menggemparkan seluruh penujuru Pub. Mereka-mereka yang sudah berada dilantai dansa itu mulai menggerakan seluruh tubuhnya kekiri dan kekanan sesuai dengan alunan musik ini. Greg dan Eve memilih posisi duduk disofa coklat yang berada sisi kanan Bar.
"Mari bersulang untuk kepulangan Niall yang sangat kita rindukan ini." Ya, mereka pun bersulang dan meneguk tequila digelas masing-masing itu.
"Kujamin kau akan pulang dengan sangat amat mabuk Eve." ucap Niall sambil menyandarkan tubuhnya disofa.
"Ini akan menjadi PR-ku. Membopongnya sampai dirumah dan menjaga agar dia tidak muntah dijok mobilku." Greg tertawa bersama dengan Niall atas ucapannya sendiri."
"Tenang saja. Aku tidak akan mabuk kali ini. Lagipula tequila masih dasar, aku tidak akan mabuk." ucap Eve penuh percaya diri.
Niall menggelengkan kepalanya dan tertawa kecil melihat tingkah laku kakak sepupunya ini. "Aku harus pergi ketoilet." Greg dan Eve langsung saja mengiyakan Niall dan pergi berlalu menuju toilet.
Setelah melewati beberapa orang yang tengah bergoyang dilantai dansa pun Niall masuk kedalam toilet dan pergi buang air kecil dan berkaca sebentar untuk memastikan wajahnya tidak jadi memerah karena meminum alkohol. Selepas itu, pria pirang berkemeja putih ini pun berjalan keluar untuk kembali kearah sofa.
Matanya yang sebiru lautan itu mendadak menyipit melihat kearah orang yang berjalan kearahnya, tidak, bukan untuk menghampirinya namun dia berjalan kearah toilet.
Seorang wanita cantik yang rambut coklatnya terurai indah dengan balutan gaun mini berwarna hitam terlihat begitu cantik, sederhana namun elegan berjalan bersamaan dengan seorang pria disebelahnya lebih tepatnya seorang pria yang melingkarkan tangannya dipinggul sang wanita cantik ini.Wanita cantik itu pun mendadak langsung menghentikan langkahnya dijarak lima langkah kearah Niall yan masih diam mematung diposisinya.
"Niall....." Wajah wanita cantik itu menunjukan ekspresi yang tidak dapat dijelaskan. Ia ikut mematung dan membuat pria yang bersamanya itu ikut mematung.
"Apa yang kau bilang tadi sayang?" pria disampingnya itu pun merasa ada yang aneh dengan wanita yang ia baru saja panggil sayang itu.
Wanita cantik itu pun menoleh pada pria itu. "Aku akan ketoilet sendiri kau tidak perlu menjagaku. Tunggu aku dipintu keluar." pria itu mengangguk setuju dan sebelum pergi ia mencium kening wanita cantik itu dengan lembut membuat wanita cantik itu semakin terlihat tidak karuan.
"Niall, apa ini benar kau?"
Niall menarik nafas begitu dalam berusaha mencari ketenangan dalam dirinya. Niall tersenyum. "Senang bisa bertemu denganmu lagi Cassie. Ya, ini aku temanmu Niall."
Cassie, itulah dia. Wanita yang cantik bergaun mini hitam elegan itu adalah sosok yang Niall cari-cari saat baru saja ia menginjakan kakinya di Mullingar bahkan sebelum Niall berada disini pun Niall sudah memimpikannya.
Tepat dihadapannya sosok Cassie yang kini sudah lebih dewasa pun berdiri dengan ekspresi terkejut bercampur dengan rasa tidak percaya. Cassie kini terlihat sedikit berbeda dengan wajah yang tetap sama cantiknya.
"Sedang apa kau— maksudku, kapan kau sampai?" ucap Cassie kaku.
"Baru kemarin. Aku kesini hanya untuk beberapa hal, salah satunya karena aku merindukan..." Cassie berdebar mendengar ucapan Niall yang secara sengaja digantungkan itu. Niall melihat wajah Cassie dengan tatapan menerawang kemudian tersenyum padanya. "... karena aku merindukan Mullingar." Cassie tampak masih pada posisi yang sama. Cassie bagaikan patung yang tidak bernafas. Ia terlihat canggung pada seseorang yang dulu sering sekali ia buat kesal karena ocehan mautnya.
Cassie mengerjapkan kedua matanya yang berwarna biru hampir sama seperti Niall itu. "Aku senang kau kembali." ucap Cassie dengan begitu gemetar.
Niall terkekeh. "Benarkah? Aku senang mendengarnya."
Cassie nampak meremas-remas jari tangannya karena gugup. "Kapan kau akan kembali ke New York? Aku sudah melihatmu diacara-acara televisi sekarang. Aku turut bahagia atas keberhasilanmu."
Niall lagi-lagi hanya bisa tersenyum. "Terima Kasih—"
"Sayang, kenapa lama sekali?" pria yang tadi bersama Cassie itu kembali lagi. Pria itu kembali melingkarkan tangannya kepinggul Cassie dengan protektif. "Dan, siapa yang sedang berbicara denganmu ini?"
Cassie yang terlihat seribu persen canggung itu mengumpulkan nafas dan keberanian didalam dirinya. "Ini teman semasa kecilku, Niall dan Niall ini—"
Niall dan pria disamping Cassie itu sama-sama menautkan alisnya. "Aku Tyler, kekasih Cassie." Entah apa rasa yang ada didalam hati Niall sekarang namun rasanya seperti ada hal yang mengganjal didalam hatinya. Ini terasa seperti ada sebuah batu yang begitu besar yang secara sengaja dilemparkan didada Niall dan membuat dadanya terasa begitu sesak.
"Kekasih?" Cassie terdiam. "Aku sudah menduganya karena kalian terlihat begitu serasi bersama. Kalau begitu aku harus kembali keteman-temanku lagipula kurasa kalian sedang terburu-buru. Sampai jumpa, Cassie dan kau juga Tyler." Niall tersenyum dan berjalan melewati Cassie yang masih saja mematung bak patung es didalam rangkulan Tyler.
Cassie menarik nafas dalam-dalam dan wajahnya merah padam seakan menahan rasa amarah. "Seharusnya kau tidak mengatakan itu kepada sahabatku."
Tyler menautkan alisnya. "Kenapa? kau memang kekasihku dan sebentar lagi kita akan menikah bukan?."
Cassie memejamkan matanya. "Ayo kita pulang."
—
Oh, poor Niall😥
YOU ARE READING
This Town | Short🏙
Fanfic[COMPLETED] This story written inspired by Niall Horan song, This town Teringat akan masa lalu semasa di Mullingar, Irlandia berhasil membuat sosok Niall James Horan merindukan kampung halamannya tersebut. Bertahun-tahun ia menetap di London, UK...