"Oh, Cassie. Aku senang sekali kau bisa berkumpul bersama kami kembali sama seperti saat kalian masih kecil dulu." Maura nampak begitu senang melihat Cassie bergabung dalam acara makan malam dirumahnya.
Ini adalah malam terakhir Niall berada di Mullingar. Rasanya, satu minggu itu sangatlah singkat. Masih banyak hal yang ingin Niall lakukan dan habisakan bersama keluarganya serta bersama Cassie.
"Apa yang akan kau kerjakan saat kau kembali ke London, Niall?" tanya Paman Joe.
"Aku akan menjadi juri disalah satu ajang pencarian bakat setelah itu ada beberapa projek yang akan kukerjakan bersama beberapa musisi." jelas Niall.
Maura nampak senang mendengarkan penjelasan Niall akan pekerjaannya itu. Diam-diam, Maura menitikan air mata yang jarang sekali ia keluarkan itu. Ia menangis.
Niall yang sadar akan keadaan sang Ibu pun menegur. "Bu, kenapa Ibu—"
"Aku sangat bangga kepadamu, Niall." Maura menangis tersedu saat Niall memeluknya. Semua orang yang ada diruangan pun terhanyut dalam suasana haru tersebut.
"Bagaimana denganmu Cassie? Aku dengar, kau akan menikah dengan pria pemilik pabrik kain wol itu." tanya Eve setelah Niall menyudahi sesi berpeluk ria dengan Maura.
Cassie membeku.
"Oh, benarkah?" sambar Maura.
Cassie tidak tau apakah ini adalah satu pertanyaan atau sebuah sarkasme dan Cassie tidak yakin jika mulutnya akan sanggup untuk menjelaskan hal ini.
Niall yang duduk bersebrangan dengan Cassie hanya bisa mengintip reaksi dari Cassie melewati bulu matanya.
"Cassie, bisa kau bantu aku untuk mengambil makanan penutup?" Maura menyelamatkannya. Cassie bangkit dari kursinya dan berjalan bersamaan dengan Maura menuju dapur.
Niall dan yang lainnya pun kembali menyelesaikan hidangan makan malam mereka sebelum makanan penutup tiba. Sementara Eve, dia nampak tidak menunggu jawaban dari Cassie.
Berselang makanan penutup selesai, mereka semua berkumpul diruang tv sambil mendengarkan paman Joe yang sedang menceritakan masa mudanya. Niall beranjak naik kekamarnya, dia mulai merapihkan pakaiannya dan memasukannya kedalam kopernya.
"Boleh aku masuk?" Niall menoleh dan menemukan Cassie berdiri tepat didepan pintu kamarnya. Niall pun mengangguk seraya mempersilahkan Cassie untuk masuk kedalam kamar tidurnya.
Aneh, setelah sekian lama Niall masih saja merasakan nervous [baca:grogi] saat Cassie berada diruangan yang sama dengannya. Dia merasakan ada banyak kupu-kupu yang hidup didalam perutnya saat Cassie berada disampingnya.
Selalu begitu.
Cassie berjalan menuju dimana foto mereka berdua dipajang. "Aku terlihat aneh didalam foto ini."
Niall tertawa kecil. "Kita berdua pun terlihat aneh didalam foto itu."
Cassie tertawa menyadari bahwa gaya mereka kala itu sangatlah konyol dan norak. "Jika bisa terulang kembali, aku tidak akan bergaya seperti itu."
Cassie berjalan menuju jendela kamar Niall yang terbuka. Nampak barisan gugusan bintang yang indah gemerlap dilangit Mullingar. Tak lama, Niall pun bergabung bersama Cassie melihat indah bintang dilangit yang nan jauh disana.
"Niall."
"Aku disini." sahut Niall tanpa melirik kearah Cassie.
"Bulan depan, aku akan menjadi milik orang lain."
"Aku tau itu." sahut Niall lagi-lagi tanpa melirik kearah Cassie.
"Aku tidak bisa terus berbohong pada diriku sendiri."
"Kalau begitu, jujurlah." sahut Niall lagi dan kau tau dia tidak menoleh.
"Niall aku serius." Cassie menarik bahu Niall sehingga Niall menoleh dan mata mereka bertemu. Mereka terlibat kebungkaman dalam waktu sekian detik.
"Cassie."
"Aku disini." sahut Cassie tanpa melepaskan tatapan matanya.
"I know that's wrong that I can't moved on. But there's something 'bout you."
Cassie menunduk. "Aku tidak tau jika perasaanku ini akan kembali lagi saat aku bertemu dengamu. Aku kira Tyler sudah menghapusnya."
Niall meraih dagu Cassie kemudian mengangkat wajahnya sehingga mata biru mereka saling bertemu. "Aku tidak pernah berniat untuk menghapus rasa ini sedikit pun, bahkan aku tidak tau bahwa kau memiliki perasaan seperti ini, sama sepertiku."
"Niall, bukan maksudku untuk—"
Niall memejamkan matanya. "Aku mengerti, kau harus berusaha untuk menghapus perasaamu karena kau kira aku tidak memiliki perasaan ini."
"Niall, maafkan aku."
"Dengarkan aku, kau adalah salah satu alasan aku bisa menjadi seperti sekarang ini. Kau adalah orang yang membuatku percaya diri bahwa aku bisa menjadi seseorang yang lebih baik dari diriku yang sebelumnya. Aku ingin berterima kasih padamu."
"Seharusnya aku—"
Niall menggeleng. "Tidak. Kau sudah melakukan apa yang seharusnya kau lakukan. Aku sangat menyayangimu, Cassie. Aku berterima kasih padamu karena telah membuatku jadi seperti ini."
Cassie mulai menitikan air mata yang sama sekali tidak ia izinkan untuk keluar itu. "Aku mencintaimu, Niall."
Niall menarik Cassie kedalam pelukannya. "Aku juga, aku juga Cassie. Sekarang, aku ingin kau tetap disini dan hidup bahagia dengan pria yang telah kau pilih."
"Bagaimana denganmu?"
Niall mengelus rambut coklat Cassie dengan lembut. "London menungguku."
—
Is this their last hug? Guys, what do you think? What should Cassie do?😭
YOU ARE READING
This Town | Short🏙
Fanfic[COMPLETED] This story written inspired by Niall Horan song, This town Teringat akan masa lalu semasa di Mullingar, Irlandia berhasil membuat sosok Niall James Horan merindukan kampung halamannya tersebut. Bertahun-tahun ia menetap di London, UK...