"Tumben nelepon, Jun."
"Nggak boleh, ya?" Suara berat yang membalas dari seberang sambungan telepon itu membuat Bela tersenyum.
"Nggak."
"Jahat."
"Kok, baru tahu?" Guraunya. "Lebih jahat kamu, kali."
Sang lelaki tertawa. "Iya, aku emang jahat, ya," ujarnya, "Dua tahun pacaran, baru dua kali aku nelepon kamu."
"Iya, parah banget."
"Aku lebih senang ngobrol langsung, sih," kata Arjuna, "Kalau lewat telepon, nggak seru. Nggak bisa lihat mata kamu."
Untungnya, percakapan lewat telepon juga membuat Arjuna tidak dapat melihat wajah Bela yang tersipu. "Kan ada video call. Jangan kayak orang susah gitu deh, Jun."
"Tetap aja beda, Bey. Emang aku bisa meluk kamu lewat video call?"
"Ih!"
Mereka berdua tertawa; Arjuna memang payah dalam urusan menggombal.
"Kamu lagi di mana, Jun?" Tanya Bela.
"Bandara," jawab lelaki itu, "Baru sampai. Bentar lagi aku otw ke Bandung."
"Kira-kira sampai di Bandung jam berapa?"
"Nggak tahu, mungkin jam 2 atau 3 pagi," Arjuna kemudian bertanya iseng, "Kenapa? Kangen ya?"
"Idih," Bela mengelak, "Kamu, kali."
"Iya, lah. Ini nelepon juga kan, karena kangen."
Bahkan dengan dengusan kecil yang dikeluarkannya, Bela tahu kalau Arjuna tahu bagaimana perasaan gadis itu sebenarnya.
"Bey, tahu nggak?" Kata Arjuna, terdengar bersemangat. "Waktu aku naik taksi di Medan, aku ngobrol sama supirnya. Dia bilang, dia tahu tentang kampusku."
"Iya lah, Jun. Kampusmu kan emang kampus teknik idaman."
"Iya, tapi bukan itu yang mau aku ceritain. Pak supirnya bilang, dia tahu kalau lagi ada aksi di kampusku. Ada di koran nasional, katanya."
"Oh ya? Terus?"
Dan kisah Arjuna mengenai percakapannya dengan sang supir taksi di Medan pun berlanjut hingga satu jam kemudian. Mendengarkan cerita Arjuna tidak pernah menjadi hal yang membosankan, maka Bela agak kaget ketika melihat durasi yang telah mereka habiskan untuk berbincang di telepon.
"Jun, udah hampir dua jam kita ngobrol."
"Wah, yang bener?" Arjuna juga terkejut. "Berarti ini rekor ngobrol via telepon kita yang terlama, ya."
"Emang terakhir berapa lama?"
"Nggak tahu. Sekitar setengah jam?" Arjuna mengubah topik pembicaraan. "Btw, kamu lagi apa?"
Tanpa sadar Bela menguap. "Lagi tiduran."
"Tidur, sana."
"Ih, aku belum sempat cerita apa-apa, juga," Bela mengerucutkan bibirnya.
"Nanti aja," kata Arjuna, "Aku nggak mau dengar cerita kamu lewat telepon. Aku maunya dengar langsung pas kita ketemu."
"Emang bakal ketemu?"
"Datang aja ke kosanku besok," tanggap Arjuna; Bela bisa mendengar nada jahil dari kata-kata yang diucapkannya, "Pasti ketemu."
"Modus, ya?"
"Bukan, lah. Modus itu sembunyi-sembunyi," kini Arjuna terkekeh, "Aku sih, terang-terangan aja."
"Dasar brengsek," Bela tertawa.
"Tapi kamu suka."
"Nggak, tuh," jawab si gadis, "Udah, ah. Pokoknya cepat pulang biar aku bisa mukulin kamu."
"Melukin, kali."
"Arjuna!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah: Kumpulan Cerita Pendek
Short StoryRumah adalah tempat kita kembali pulang. Maka ialah rumah: selalu di sini, sering disinggahi, kadang ditinggali, senantiasa jadi tempat untuk kembali.