PART 11

229 32 1
                                    

Dinda berdiri mambantu menghadap cermin besar didepannya... menatap bayangannya dengan tatapan kosong. Pikirannya terasa buntu. Ia tidak bisa memikirkan alasan kenapa dan bagaimana ini semua terjadi padanya. Perasaan kemarin semuanya baik baik saja... ia masih lengket dengan Billy, dan masih berteman baik dengan Rizky. Catat ya... berteman baik. Itu artinya hanya teman. Tak lebih. Tapi sekarang....

Untuk kesekian kalinya Dinda menghela nafas panjang, mencuci mukanya, lalu balik  menghadap cermin besar didepannya. Ia memang sedang berada di toilet sekarang. Beralasan butuh ke kamar mandi akhirnya ia bisa pergi juga dari Rizky.

Rizky.. 

Huuffhhh...
Enggak tau kenapa rasanya ada yang aneh setiap kali Dinda mengingat nama itu, terlebih setelah tadi Rizky melambaikan tangan menyapa dan mendekat padanya... lalu bicara dan bercerita sambil tertawa tawa, serta membuat lelucon yang membuat Dinda mudah terbawa suasana.
Tak pernah ia merasakan kedekatan seperti itu dengan Rizky sebelumnya. Dan itu membuatnya takut.

'Ngapain takut, kak... nikmatin dan jalanin aja dulu. Kali aja kak Dinda sebenernya cocok sama kak Rizky... '

Dinda mengerjap kaget... tunggu!! Apa bayangannya di cermin itu baru saja bicara padanya??!

Reflect Dinda menengok ke kanan dan kekiri. Nggak ada siapa siapa. Cuma Dinda sendirian dikamar mandi saat ini. Semua orang lagi sibuk buat persiapan syuting iklan sepuluh menit lagi.
Kalo gitu apa mungkin tadi... Dinda sedang berhalusinasi ya??!

'Enggak kok... kakak nggak halusinasi. Ini aku...!! '

Mata Dinda membulat... baru saja ia menyaksikan bayangannya dicermin berubah menjadi sosok seorang gadis berseragam SMA berkuncir dua yang tengah tersenyum lebar padanya. Kalau gini sih..  udah fix kalo ini....

"Ha... ha... hannntuuuuu!!!! "

Dinda berteriak tergagap dan reflect mundur menjauhi cermin didepannya. Ingin rasanya ia berlari keluar dari toilet itu... tapi rasanya kakinya seperti tertanam. Tak bisa digerakkan. Ditambah mendadak kepalanya kembali terasa berdenyut sakit... dan yang terjadi selanjutnya adalah. Semua berubah gelap.

•﹏••﹏•

[FLASH BACK 'AKU' ]

Malam tanggal 18 Agustus...

Dan akhirnya Billy ngajak ketemuan juga buat nyampaiin keputusannya.
Di cafe yang romantis plus makanan yang kalo kata Farah Queen sih... this is eat...
Aku sama billy duduk berhadapan setelah kemarin dia setelah sekian lama SMS aku ngajak ketemuan. 
Kalo tempatnya gini sih... firasat kak Billy bakalan lebih milih kak Dinda dari pada cita citanya nih. Ohh... so sweet!! Beruntungnya kak Dinda dapet cowok macam ini. Walau aku lebih srek ngeliat Dinda sama Rizky... tapi kalo Dindanya lebih bahagia sama Billy... yaudahlah ya. Emang siapa aku bisa ngelarang ngelarang dia. Sebagai fans aku sih cuma bisa mendoakan saja semoga Dinda selalu bahagia dengan siapapun pasangannya. Ya gak.

"Aku akan berangkat ke Amerika minggu depan!! "

Hee!! Apa??! Aku nggak salah dengerkan nih?! Billy tadi bilang apa??!

"Terimakasih kamu udah nyadarin aku. Aku cuma ngerasa nggak enak kalau sampai ninggalin kamu buat kuliah... tapi setelah yang kamu bilang waktu itu, aku jadi banyak berpikir lagi. Mungkin memang sebaiknya aku ngambil beasiswa itu. Toh itu emang cita cita ku dari dulu... apa lagi keluargaku juga mendukungku soal itu, jadi... "

"Kita putus?!! "

Aku tak bisa mencegah mulutku untuk tidak menyela omongannya. Entah karna aku terlalu terbawa peran sebagai Dinda... atau karna tubuh dan hati ini milik Dinda, makanya terasa sakit disini-nunjuk dada - saat berpikir billy mau putus sama Dinda. Duhh... rasanya nggak enak banget.

Billy mengangguk dan tersenyum tipis lalu membawa tanganku dalam genggamannya.
"Terimakasih selama ini sudah menjadi pacar yang pengertian untukku. Kuharap kita tetap bisa jadi teman baik. Aku akan sering sering ngabarin kamu kalo ada waktu... dan... kalo kita memang berjodoh... kuharap aku bisa ketemu kamu lagi setelah kuliah ku selesai!! "

Berakhir?!! Apa ini artinya hubungan Dinda dan Billy sudah berakhir??!
Hwaaaaa.... bukan ini yang kumau. Ehh, sebenernya emang ini sih yang kumau... tapi yang pasti bukan ini yang Dinda mau. Aku nggak bisa ngebayangin gimana reaksi Dinda nanti pas tau gara gara omonganku pacarnya minta putus.

Selanjutnya acara makan itu berjalan dalam keheningan. Billy nggak ngomong apa apa lagi setelah mengungkapkan semua yang ingin dia katakan... dan aku juga nggak punya bahan apapun buat dibicarakan. Lagian dari pada bicara... aku lebih fokus mikirin gimana perasaan Dinda kalo dia sudah kembali menguasai tubuh ini lagi. Dia pasti akan kebingungan nanti.

Selesai makan billy pamitan pergi dulu buat ngurus paspor dan minta maaf karna nggak bisa nganterin aku pulang. Jadilah aku harus nyetop taxi buat pulang... tapi disaat begini taxi kok nggak ada yang lewat ya??!
Kebiasaan nih. Giliran dibutuin aja pada ngilang semua... tapi waktu nggak lagi butuh, malah seliweran dimana mana.

Dua puluh menit menunggu nggak ada kejelasan, akupun memilih berjalan menyusuri jalanan sambil berdoa semoga ketemu taxi atau ojek juga nggak apa apa buat pulang. Duh... gini banget ya nasipku... tau gini tadi aku nggak bakal nolak deh pas mamanya Dinda nyuruh make mobilnya plus supir pribadinya. Salah aku juga sih yang terlalu kepedean mikir bakal dianterin pulang  sama Billy. Jadinya kan sekarang aku sendiri yang susah. Mana jalanannya semakin lama semakin sepi lagi... kan aku jadi ngeri sendiri.

Berjalan cepat aku berharap segera bertemu taxi atau ojek nyasar disini. Tapi bukannya ketemu ojek... aku malah bertemu tiga sosok yang nampak cekcok didepan sana.

Hee...?!
Kok pas banget gini ya kebetulannya.

Aku hanya berdiri tak berniat mendekat ke tiga orang yang tengah cekcok itu. Dari tempatku sih... nggak begitu kedengeran mereka ngeributin apaan. Tapi ngeliat Rizky sama Billy yang mendadak tonjok tonjokan dan Audy yang lebih ngebela Billy sudah bisa ketebak apa yang mereka ributin. Yah... tiga orang itu memang Rizky, Audy, dan Rangga.

Aku baru berani mendekat saat Rangga dan Audy sudah pergi dengan mobilnya... meninggalkan Rizky yang terduduk diaspal disamping mobilnya dengan luka lebam di wajahnya.

"Rizky... " panggilku pelan. Kulihat Rizky terkejut dan reflek menengok sebentar kearahku, sebelum akhirnya ia kembali menunduk mengembunyikan lebamnya dari pandanganku.

Aku yang  tak ingin membuatnya risih dengan kedatanganku, memilih untuk duduk disampingnya. Menemaninya dalam kediaman di jalanan yang sepi ini.

"Dia bilang aku bukan pacar yang pengertian. Aku tak punya waktu yang lebih untuknya, aku egois, emosional ... dan dia merasa sudah tidak cocok denganku. Apa aku memang seburuk itu?! "

Sedikit terkejut namun aku tak berani mengomentari ucapan Rizky barusan. Aku tau dia sedang meluapkan perasaannya. Aku sendiri tidak menyangka kalau firasatku tentang Audy dan Rangga ternyata benar. Yang kupikirkan saat ini... dihari yang sama... Billy mutusin Dinda, dan Rizky juga ditinggal sama Audy. Apa ini yang disebut takdir?!

Pikiranku buyar saat kudengar suara isak tangis disampingku. Rizky menangis??! Duh... jadi bingung sendiri nih aku harus ngapain ini... nggak pengalaman sih nanganin cowok yang lagi patah hati.
Sampai kurasakan Rizky tiba tiba  menyandarkan kepalanya dipundakku... membuatku tanpa sadar mengusap punggungnya untuk menenangkannya. Mungkin memang ini yang sebaiknya kulakukan.

Malam itu... aku menemani Rizky sampai tangisannya mereda. Dia tidak bicara apapun selain ucapannya yang tadi... dan aku juga tak berniat mengorek luka hatinya.
Sebagai gantinya Rizky yang mengantarku pulang setelah kesedihannya sudah mereda.

Hhmmm... aku tidak tau apa pendapat Dinda... tapi bagiku. Ini malam terbaik yang pernah ada.

[FLASH BACK 'AKU' END ]

BERSAMBUNG

#AntaraAku Dinda&RizkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang