3. Dinner

151 21 12
                                    

Pagi ini berbeda dengan pagi-pagi sebelumnya. Entah apa yang terjadi, orang tua Viola sedang sarapan sambil tertawa. Tanpa sadar bibir mungil Viola terangkat sedikit, membuat senyum tipis yang indah. Senyum yang membuat lelaki manapun bertekuk lutut padanya.

Untuk pertama kalinya Viola percaya dengan pasangan hujan dan pelangi. Seperti kata pepatah "akan selalu ada pelangi setelah hujan deras yang turun" sama halnya dengan "akan ada kebahagiaan setelah kesedihan".

Dengan perasaan yang sangat bahagia, Viola turun menuju meja makan sambil berdoa semoga pagi-pagi selanjutnya akan sama dengan pagi ini.

"Selamat pagi Bapak David dan Ibu Shanty." sapa Viola dengan nada ceria.

"Selamat pagi anakku." jawab kedua orangtua Viola bersamaan.

"Viola mau makan apa?" tanya Shanty sambil mengoleskan selai cokelat di rotinya.

"Viola sebenernya pengen banget sarapan bareng mama sama papa, tapi Viola udah telat. Gimana kalau nanti kita makan malem bareng aja? Viola janji bakal gabung terus kita makan bareng-bareng deh." jawabnya dengan nada anak kecil.

"Oke! Mama bakal masak semua makanan kesukaan Viola. Mama bakal pulang sore. Kita makan malem jam setengah 7 ya!" seru Shanty semangat.

"Ya sudah, nanti papa usahain malem pulang sore." kata David diikuti senyuman tipis.

Viola tersenyum senang mendengar ucapan kedua orangtuanya, "Viola berangkat sekarang deh. I love you ma, pa. Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam sayang,"

*

Senyuman Viola mengembang sepanjang perjalanan. Ia mulai membayangkan bagaimana makan malam nanti. Apa yang akan mamah masak dan apa yang akan mereka bicarakan. Viola berencana memberikan kejutan untuk kedua orangtuanya, tetapi ia ragu akan berhasil jika melakukannya seorang diri.

"Non, sudah sampai." seru Pak Dodi membuat lamunan Viola buyar.

"Maaf pak, gak fokus." jawabnya sambil cengar-cengir.

Viola keluar dari mobilnya dan berjalan menuju sekolah sambil memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk membuat kejutan nanti. Karena tidak fokus, Viola tidak sengaja menabrak perempuan bertubuh tinggi. Perempuan itu membalikan badannya dan menunjukkan raut muka kesal. Ia sudah membalikan tubuhnya 180 derajat dan berhadapan dengan Viola yang terlihat lebih pendek jika dibandingkan dengannya. Dengan polosnya, Viola menteliti nama dan kelas perempuan itu. Dewi Fortuna sepertinya sedang tidak berpihak kepadanya. Sosok itu adalah Jessica Mayasari Elbert dari kelas IPA 11.

"Punya mata gak lo?!" tanya Jessica dengan nada tinggi.

"Ma-maaf ka-kak ta-tadi sa--"

Belum selesai Viola menjawab, Jessica sudah memotongnya.

"Gagu ya lo?!" kali ini gadis itu bertanya dengan nada yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Viola tidak menjawab pertanyaan Jessica. Ia malah memperhatikan sekelilingnya yang mulai ramai. Mereka semua memperhatikan pertengkarannya dengan Jessica.

"Ternyata lo budeg juga ya? Sepaket banget. Sayangnya lo ngga cocok sekolah di sini! SLB aja sana!" caci Jessica tanpa ampun.

Emosi Viola mulai naik, tapi ia tahu diri dengan fakta bahwa ia adalah anak baru di sekolah ini. Viola memilih diam dan mengepalkan tangannya di belakang tas ransel agar tidak ada yang bisa melihat kemarahannya.

"Maaf kak, tadi saya melamun. Saya minta maaf." kata Viola sambil menundukkan kepalanya.

"Kalian semua ngapain pada di sini?! Tidak dengar apa bel sudah berbunyi?!" tegur Pak Satpam dari arah posnya.

MistakeWhere stories live. Discover now