Jika awalnya indah, mengapa di hari ini hal itu begitu menyedihkan dan sulit untuk pergi bahkan ketika kuusir sekalipun?
-Abdul C.***
Kringgggggggg
Bel istirahat terdengar, membuat semua murid bersorak gembira terkecuali Viola. Dia hanya diam tak bergeming dengan pikiran yang kosong.
"Vi, kantin yuk gue laper nih." ucap Helena sambil menepuk bahu Viola pelan.
Helena memandang Viola bingung karena tidak mendapatkan respon, "Viola! Lo denger gue ngomong gak sih?!" ucap Helena kesal sambil mengguncang-guncangkan tubuh Viola, membuat gadis itu tersadar dari lamunannya.
Viola memandang Helena kesal, "Gak usah teriak kali Hel!"
"Ya abis lo daritadi gue ajak ngomong malah diem aja." gerutu Helena sambil mengerucutkan bibirnya.
"Ya tapi kan gak usah teriak-teriak juga kali." balas Viola tidak kalah sengit.
"Lagian daritadi gue perhatiin lo ngelamun mulu. Ngelamunin apa sih lo? Ada masalah? Lo bisa cerita sama gue kalau ada masalah." tanya Helena yang penasaran karena melihat keanehan pada sahabatnya.
Viola tersenyum lebar, "Gak. Gue gak ngelamunin apa-apa kok. Udah sana, katanya lo mau ke kantin. Gue males ke kantin."
"Ya udah. Gue ke kantin dulu ya!"
"Iya."
Viola yang merasa bosan akhirnya memilih untuk ke taman belakang sekolah. Dia duduk di kursi yang memang sengaja disediakan oleh sekolah.
Tepat dua hari yang lalu, MOS telah berakhir. Dan selama itu juga Viola tidak bertegur sapa dengan Raka.
Dia menatap kosong rumput di bawahnya. Tanpa ia sadari air matanya menetes karena mengingat kejadian tadi pagi.
Flashback on
Pranggg prangggg
"Kamu tuh ga pernah ngertiin aku mas! Kamu egois!" Shanty, wanita berusia empat puluhan itu menangis tersedu-sedu.
"Kamu yang egois! Kamu selalu sibuk sama pekerjaan kamu jadi jangan salahin aku kalau aku berpaling dari kamu!" bentak David dengan nada tinggi.
Viola terbangun karena mendengar suara gaduh dari luar. Ia menghembuskan nafas berat karena terbiasa mendengar suara seperti itu, lalu melirik jam dinding yang menunjukkan angka 6. Viola beranjak ke kamar mandi untuk segera pergi ke sekolah. Tidak mempedulikan teriakan demi teriakan yang dilontarkan kedua orang tuanya.
Tak butuh waktu lama Viola berada di kamar mandi. Ia mengambil tasnya lalu pergi keluar kamar untuk berangkat sekolah.
Saat Viola melewati kamar kedua orangtuanya, ia mendengar suara tangisan ibunya. Karena sudah terbiasa, Viola segera turun ke bawah dan berangkat sekolah. Tidak ada lagi sarapan pagi bersama seperti dulu. Tidak ada lagi roti panggang buatan ibunya. Tidak ada lagi kepulan asap dari kopi kesukaan ayahnya. Tidak ada lagi obrolan hangat di pagi hari.
"Ayo pak berangkat." perintah Viola kepada Pak Dodi, supir pribadinya.
"Baik non." ucap Pak Dodi sambil memandang iba ke arah Viola.
Selama di perjalanan Viola hanya menatap jalanan yang dipenuhi kendaraan yang sedang berlalu lalang.
Air matanya menetes mengingat kenangan saat keluarganya masih baik-baik saja. Ayahnya yang selalu menggendongnya dan membelikan es krim. Ayahnya yang selalu mencium keningnya. Ibunya yang selalu membacakan cerita sebelum tidur. Masakan enak buatan ibunya. Semua itu tidak pernah dirasakannya lagi. Semuanya telah berubah.
YOU ARE READING
Mistake
Teen FictionRaka pernah mengalami kejadian dimana dia kehilangan wanita yang sangat disayanginya. Sayangnya, kejadian itu terulang kembali.